Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu lagi
Gauri asyik berlari-larian di taman bunga sekolah besar tersebut. Ares sesekali bermain dengan gadis itu, namun hanya beberapa menit karena setelah itu Gauri lebih suka bermain sendiri. Kadang tertawa, kadang menangis dan kalau tidak sengaja jatuh, dia akan teriak-teriak marah. Kalau sudah begitu, Ares pun susah membujuknya. Hanya kakaknya yang bisa.
"Gauri, larinya jangan kenceng-kenceng nanti kamu jatoh." Ares berseru dari tempat dia duduk. Walaupun dia tahu Gauri tidak akan mendengarkan apa katanya, Ares tetap memberi gadis itu peringatan.
"Ares sini deh! Sini cepet!" seruan Gauri membuat Ares berdiri dan berjalan ke arah gadis itu.
"Lihat! Semutnya banyak banget, mereka berbaris. Ares tahu nggak kenapa mereka berbaris?"
Lagi. Untuk yang kesekian kalinya Ares harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut gadis usia delapan belas tahun itu, namun pikirannya yang seperti anak umur enam tahun.
Ares menghela napas pendek, lalu menunduk untuk melihat sekumpulan semut yang sedang berbaris di depan Gauri. Gadis itu jongkok dengan mata berbinar, tangannya menunjuk semut-semut itu dengan antusias, seperti menemukan sebuah keajaiban.
"Mereka berbaris karena sedang mencari makanan," jawab Ares sambil berusaha bersikap sabar.
"Makanan? Tapi di sini kan nggak ada makanan. Kenapa mereka jalan-jalan aja kayak orang lagi piknik?" Gauri memiringkan kepalanya, seolah mencoba memahami penjelasan Ares.
Ares ingin tertawa kecil, tapi dia menahan diri.
"Semut itu punya indra penciuman yang kuat. Mereka pasti lagi cari sisa-sisa makanan di sekitar sini. Kalau satu semut nemu, dia kasih tahu yang lain, makanya mereka jalan berbaris."
"Ohhh …" Gauri mengangguk pelan, lalu mendekatkan wajahnya ke barisan semut itu.
"Berarti kalau Gauri kasih mereka makanan, mereka bakal seneng dong?"
Sebelum Ares sempat menjawab, Gauri sudah berlari ke arah ke arah kebun sekolah. Ia melihat sesuatu yang lain, yang membuat perhatiannya ke semut-semut itu teralih. Larinya sangat cepat hingga Ares harus mengejarnya.
"Gauri, jangan lari kayak gitu, nanti ja ..."
Belum sempat Ares menyelesaikan kalimatnya, Gauri sudah jatuh, untuk tidak langsung jatoh ke tanah. Gadis itu menabrak seseorang, jatuh ke pelukan orang tersebut.
Devan.
Ya, orang itu adalah Devan. Ia baru saja tiba dan berjalan-jalan mengitari sekolah tersebut sebelum masuk ke kelas untuk mulai mengajar. Devan refleks menahan tubuh Gauri agar tidak jatuh membentur tanah. Lengan kokohnya otomatis menahan pinggang gadis itu, sementara Gauri membulatkan mata, tampak kaget tapi sama sekali tidak menangis.
Justru sebaliknya, dia tersenyum lebar. Dia mengenali Devan.
"Eh! Kakak ganteng yang kemaren!" serunya senang, tanpa rasa malu sedikit pun. Ia malah memeluk tubuh Devan kencang.
Devan pun langsung mengenali gadis itu. Ia menutup matanya dalam-dalam, sial sekali. Dua hari ini dia dipertemukan dengan gadis yang sama, yang berani mencuri ciuman pertamanya dengan cara yang brutal.
Devan mendorong tubuh gadis itu kuat, tapi pelukan gadis itu lebih kuat lagi menempel padanya. Ares makin dekat, berhenti di depan mereka. Ia sempat heran melihat Gauri tiba-tiba menempel pada orang asing, biasanya gadis itu anti orang asing.
"Gauri," karena fokusnya hanya pada Gauri, ia tidak sempat memperhatikan siapa laki-laki yang di peluk oleh gadis itu.
Begitu tatapannya bertemu dengan Devan, Ares langsung mengenalinya. Devan juga.
"Bang Devan?" Ares cukup kaget.
Ia kenal Devan karena Devan sahabat abangnya. Tapi setahunya pria itu ada di luar negeri. Sudah lama.
"Kau kenal dia?" Devan masih berusaha mendorong tubuh Gauri menjauh darinya.
Perhatian Ares kembali ke Gauri. Ia maju lebih dekat untuk menarik gadis itu.
"Gauri, lepasin. Kamu nggak boleh meluk orang sembarangan." ucap Ares lembut.
"Kakak ini wangi banget! Wangi susu!"
Ares mendesah pelan.
"Ayo sini, lepasin dulu ya." Ares terus berusaha menarik tubuh Gauri menjauh dari Devan.
"Ih, nggak mau. Mau peluk kakak ini!" Gauri mulai kesal.
"Kamu nggak boleh gitu, manis. Ayo sini sama Ares dulu," bujuk Ares sekali lagi, tetap dengan suara lembut yang biasa ia gunakan untuk menenangkan Gauri. Namun kali ini, Gauri mengeratkan pelukannya makin kuat, wajahnya menempel di dada Devan seolah itu tempat paling aman di dunia.
Devan hampir putus asa. Karena kesal dan menahan amarah yang akan meledak.
"Gauri," kata Ares lagi dengan suara pelan tapi tegas,
"Lepasin dulu, ya. Kakak ini kesakitan ..."
Gauri menegang. Ia melepaskan pelukan itu perlahan dan menatap Devan dengan mata besar yang tiba-tiba berkaca-kaca. Tipe reaksi yang sering muncul kalau ia merasa bersalah, bahkan kalau kesalahannya kecil sekalipun.
"Sa… sakit?" suaranya gemetar.
"Gauri nyakitin kakak ganteng?"
Ares langsung bergerak cepat, memegang kedua bahu Gauri agar gadis itu tidak langsung menangis histeris seperti biasanya.
"Nggak, Gauri. Kakak itu cuma kaget," ujar Ares cepat, menenangkannya.
"Kamu nggak nyakitin siapa-siapa."
Devan menghela napas dalam, mengusap tengkuknya. Sepertinya gadis itu otaknya memang bermasalah. Lihat cara Ares memperlakukannya. Okey, akan dia maklumi, hari ini saja.
"Bang, maaf ya." ucap Ares. Dia cukup segan pada Devan. Walau beringas dan terkenal berandalan di sekolah, masih ada orang-orang yang dia segani dan hargai.
Devan mengangguk singkat. Ketika ia hendak bicara, dua orang guru datang menghampiri. Kepala sekolah dan kesiswaan.
"Pak Devan, ternyata bapak di sini. Kami cariin dari tadi loh. Kepala sekolah bilang anda sudah sampai di sekolah." kata wakil kepala sekolah, perempuan. Namanya Nonce.
Nonce mendekat dengan senyum ramah, tapi matanya sedikit membesar saat melihat Gauri berdiri terlalu dekat dengan Devan, bahkan masih memegangi ujung kemeja pria itu. Ares buru-buruh menarik tangan Gauri ke belakang tubuhnya, membuat gadis itu merengut kecil.
Devan tersenyum tipis ke bu Nonce dan guru laki-laki yang datang bersamanya.
"Ares, kamu kenapa masih di luar? Udah bel masuk dari lima menit yang lalu!" kata si guru kesiswaan, pak Krisna.
Ares hanya berdiri santai sedikit tidak senang dengan guru itu karena suara kerasnya membuat Gauri takut. Gadis itu cepat-cepat bersembunyi di belakang Ares.
"Ares, om itu galak bangeet .." bisik Gauri, suaranya bergetar.
"Udah-udah, pak Krisna. Ares, kamu anterin dia dulu, kemudian balik masuk kelas. Pak Devan, mari ikut saya. Saya tunjukkan kelas mengajar pertama anda." kata bu Nonce.
Devan mengangguk, sebelum pergi, ia menoleh sekilas ke gadis yang bersembunyi di belakang Ares lalu meneruskan langkahnya mengikuti bu Nonce dan pak Krisna.
Ares mendengus keras. Kalau tidak mengingat teguran keras tantenya, ia sudah mengacau di sekolah ini. Banyak guru yang terlalu berpikiran negatif padanya. Karena itu dia sering melakukan apa yang guru-guru itu tuduhkan.
"Ares, Gauri capek. Mau tidur."
Ares membalikkan badannya. Ia tersenyum lembut.
"Kalo gitu Ares anterin Gauri pulang ya."
Gauri mengangguk persis kayak anak kecil.
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
ohh Devan anggap saja praktek jika suatu saat kmu berjodoh dg Gauri
semoga imbron nya kuat ...😜🤭