NovelToon NovelToon
TARGET OPERASI

TARGET OPERASI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mata-mata/Agen / Keluarga / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Arga, lulusan baru akademi kepolisian, penuh semangat untuk membela kebenaran dan memberantas kejahatan. Namun, idealismenya langsung diuji ketika ia mendapati dunia kepolisian tak sebersih bayangannya. Mulai dari senior yang lihai menerima amplop tebal hingga kasus besar yang ditutupi dengan trik licik, Arga mulai mempertanyakan: apakah dia berada di sisi yang benar?

Dalam sebuah penyelidikan kasus pembunuhan yang melibatkan anak pejabat, Arga memergoki skandal besar yang membuatnya muak. Apalagi saat senior yang dia hormati dituduh menerima suap, dan dipecat, dan Arga ditugaskan sebagai polisi lalu lintas, karena kesalahan berkelahi dengan atasannya.
Beruntung, dia bertemu dua sekutu tak terduga: Bagong, mantan preman yang kini bertobat, dan Manda, mantan reporter kriminal yang tajam lidahnya tapi tulus hatinya. Bersama mereka, Arga melawan korupsi, membongkar kejahatan, dan... mencoba tetap hidup sambil menghadapi deretan ancaman dari para "bos besar".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 : Arga Dirgantara Putra

Arga berdiri dengan penuh kebanggaan di tengah lapangan upacara yang panasnya mampu menyaingi wajan penggorengan di warung pecel lele. Seragam polisi barunya yang masih berbau pabrik membungkus tubuhnya dengan kaku, membuatnya tampak seperti patung lilin di museum, tetapi siapa peduli? Hari itu adalah momen puncak dalam hidupnya—cita-cita masa kecilnya untuk menjadi polisi akhirnya tercapai.

Di sampingnya, berdiri kedua orang tuanya, dengan ekspresi yang benar-benar kontras. Ibunya, Bu Ratmi, tampak hampir pingsan antara haru dan kelelahan setelah seharian menunggu di bawah terik matahari. Namun, tidak ada yang bisa mengalahkan senyumnya yang lebar, seperti baru memenangkan undian arisan terbesar di kampung. Di sisi lain, Pak Komar, ayah Arga, berdiri gagah—atau setidaknya berusaha terlihat gagah—dengan kemeja batik yang sepertinya sudah lebih kecil satu ukuran sejak terakhir kali dipakai.

"Eh, Pak, foto dulu sama Arga! Jangan kaku gitu!" seru Bu Ratmi, dengan antusias seperti sutradara dadakan. Ia langsung mengambil ponsel dari tasnya yang lebih mirip gudang berjalan. Dalam beberapa detik, ia mulai memotret tanpa ampun, sampai Pak Komar yang tadinya diam mulai protes.

"Bu, ini panas, Bu! Nanti fotonya gelepotan keringat saya!" keluh Pak Komar sambil mencoba menyeka wajahnya dengan sapu tangan yang sudah basah kuyup.

Sementara itu, Arga hanya berdiri diam dengan senyum yang mulai terasa seperti kram wajah. Satu-satunya hal yang membuatnya tetap tegar adalah bayangan makan tumpeng di rumah setelah ini. Tapi, semua rasa lelah dan panas itu sirna sejenak ketika ibunya tiba-tiba mulai menangis haru.

"Arga, kamu itu anak yang selalu bikin Ibu bangga," ucapnya dengan suara bergetar. "Dulu kamu bilang mau jadi polisi karena pengen bawa senjata mainan, eh sekarang malah jadi beneran polisi. Ibu nggak nyangka!"

Arga tersenyum kikuk, menggaruk-garuk tengkuknya. "Iya, Bu. Tapi sekarang beneran ya, jangan kasih aku pistol air lagi buat latihan!" candanya, mencoba mencairkan suasana.

Mereka bertiga akhirnya tertawa bersama, meski keringat tetap bercucuran di wajah masing-masing. Hari itu mungkin sederhana, tapi bagi Arga, itu adalah awal dari perjalanan panjang sebagai penjaga keadilan—dan penikmat candaan keluarga yang tak pernah habis.

...****************...

Saat pembawa acara mengumumkan nama Arga sebagai lulusan terbaik, seluruh lapangan mendadak senyap. Beberapa detik kemudian, tepuk tangan bergemuruh seperti konser dangdut dadakan. Arga, yang awalnya sibuk membetulkan posisi topinya agar tidak miring, langsung melongo. Bibirnya terbuka lebar, cukup untuk menampung seekor lalat yang kebetulan lewat.

"Arga, maju ke depan," suara pembawa acara terdengar lagi, membuatnya sadar kalau ini bukan mimpi. Ia berusaha melangkah dengan gagah, tapi sepatu barunya yang masih licin membuatnya hampir terpeleset. Untung saja ia berhasil menjaga keseimbangan, meskipun beberapa orang di barisan depan mulai cekikikan.

Saat menerima piagam dari Kapolda, Arga menunduk sopan. Tapi begitu ia membaca namanya di piagam itu, air matanya hampir tumpah. Bukan karena haru, melainkan karena fontnya terlalu kecil dan hampir membuatnya mengira itu bukan namanya.

Namun, momen puncak benar-benar terjadi ketika Kapolda melanjutkan pengumuman. "Dan sebagai lulusan terbaik, Arga akan langsung bergabung di Mabes Polri, bekerja bersama Kompol Gunawan!"

Sekali lagi, Arga melongo. Kali ini lebih lama. Gunawan! Sang legendaris! Polisi yang diidolakan Arga sejak ia masih bocah SD yang main kejar-kejaran sambil berteriak, “Tangkap penjahat!”

Di sudut lapangan, Bu Ratmi langsung menjerit kecil. "Ya Allah, anakku kerja bareng Gunawan! Ini beneran mimpi, Pak!" katanya sambil mencubit lengan Pak Komar yang sedang sibuk mencoba mengelap keringat dengan ujung kemejanya.

Pak Komar, yang masih belum sepenuhnya mengerti siapa Gunawan, hanya mengangguk. "Iya, Bu, iya. Yang penting anak kita kerja, bukan malah jadi pengangguran."

Sementara itu, Arga berusaha keras menahan diri agar tidak terlihat terlalu norak di depan para pejabat. Tapi dalam hatinya, ia sudah membayangkan dirinya dan Gunawan mengejar penjahat di jalanan, melompat pagar, dan berakhir dengan aksi slow motion seperti di film-film.

Saat kembali ke barisan, seorang temannya berbisik, "Ga, lu tau nggak? Gunawan itu galak, loh. Dikit-dikit push-up. Siap-siap aja!"

Arga hanya tersenyum kecut. Tapi di dalam hatinya, ia tetap yakin. "Ah, ini kesempatan emas. Mau push-up 100 kali juga nggak apa-apa. Yang penting bisa jadi partnernya idola!"

Hari itu, Arga tidak hanya pulang dengan gelar lulusan terbaik, tetapi juga dengan harapan besar—dan sedikit ketakutan akan otot pegal.

...****************...

Setelah nama Arga diumumkan sebagai lulusan terbaik, suasana di lapangan berubah bak pasar malam. Teman-temannya langsung menyerbu ke arahnya seperti anak-anak berebut permen gratis. Arga, yang baru saja menenangkan dirinya, tiba-tiba dikerubuti bak selebritas dadakan.

"Ga, lu keren banget sih! Gua sih udah tau lu bakal juara, dari cara lu makan di kantin aja udah beda aura!" seru Toni, sambil menepuk bahu Arga keras-keras, hampir membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Ih, Arga! Jangan lupa sama kita ya kalau udah sukses di Polda. Kali-kali traktir kita bakso," tambah Edo, yang entah kenapa selalu memikirkan makanan di setiap kesempatan.

Namun, semua itu tak seberapa dibandingkan momen ketika suara yang ditunggu-tunggu akhirnya terdengar.

"Selamat ya, Arga. Aku tahu kamu pasti bisa," kata Rindang, dengan senyum yang membuat dunia Arga mendadak blur seperti kamera lupa fokus.

Rindang, polwan yang sejak awal masuk Akpol sudah diam-diam mencuri perhatian Arga. Rambutnya yang selalu terselip rapi di balik topi, caranya berjalan dengan langkah tegap, bahkan cara dia membetulkan name tag di seragamnya—semuanya telah tertanam di memori Arga. Dan sekarang, dia berdiri di depan Arga, mengucapkan selamat.

Arga panik. Bukan karena terharu, tapi karena otaknya mendadak seperti laptop hang. Yang keluar dari mulutnya hanya suara tidak jelas, "Eh... eh... iya, makasih. Eh, kamu juga selamat ya... maksudnya... ya... gitu deh."

Toni dan Edo yang berdiri di dekat situ langsung terkikik melihat ekspresi beku Arga. "Ga, ngomongnya yang bener, napa? Ntar doi kabur baru nyesel!" bisik Toni, sambil menyikut Arga pelan.

Rindang hanya tersenyum, sedikit geli melihat Arga yang biasanya tegas tiba-tiba jadi canggung. "Semoga kita bisa satu tim nanti, ya," katanya sebelum berlalu.

Arga tidak menjawab, hanya berdiri dengan senyum kaku seperti patung di taman kota. "Gila, gua cuma denger suaranya aja udah bikin deg-degan. Apalagi satu tim!" pikirnya dalam hati.

Setelah Rindang pergi, teman-temannya langsung menyerbu lagi, kali ini dengan lebih banyak candaan.

"Ga, serius deh, jangan sampai lu gagal nembak doi. Gimana mau nembak penjahat nanti?" seru Edo, disambut gelak tawa yang membuat Arga ingin segera kabur ke planet lain.

Hari itu, Arga tidak hanya diakui sebagai lulusan terbaik, tetapi juga merasa hidupnya seperti drama komedi romantis. Dan di tengah keriuhan itu, satu hal yang ia tahu pasti: perjalanannya baru saja dimulai, dan hati yang dag-dig-dug karena Rindang akan menjadi tantangan terbesarnya.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!