Sweet Alexsandra, seorang gadis yang memiliki sifat dingin. Ia dipaksa untuk menikahi seorang lelaki kejam demi keuntungan bisnis orang tuanya. Perusahaan lelaki itu begitu sulit ditaklukkan. Sehingga gadis itu digunakan sebagai alat. Sweet harus rela melepaskan segala mimpinya. Menjadi seorang istri dari lelaki yang sama sekali tidak menganggap dirinya ada. Lelaki yang selalu menganggapnya sebagai pecinta harta.
Hidup tanpa cinta sudah menjadi hal lumrah baginya. Mungkinkah ia akan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Embun pagi membasahi segala sesuatu yang ia sentuh. Butiran bening bak intan permata menghiasi setiap helaian daun yang bergoyang lembut. Langit masih tampak gelap. Gadis cantik berkulit langsat berjalan anggun menuju mansion utama. Tidak peduli betapa dinginnya udara pagi, Ia terus berlalu tanpa rasa ragu.
"Pagi, Nyonya." Sapa salah seorang penjaga yang kebetulan melewati pintu belakang.
"Hey, aku bukan Nyonya kalian. Apa kau tidak lihat pakaianku? aku seorang pelayan," tepis gadis itu. Sang penjaga sedikit menunduk tanpa berani menjawab. Sweet yang melihat itu langsung berlalu pergi.
"Sweet tunggu!" seru Mala sedikit berlari menghampiri Sweet.
"Ya."
"Kau sudah sembuh?" tanya Mala menyentuh dahi Sweet. "Aku cemas, dokter Ansel bilang kau sakit parah."
Sweet yang mendengar itu mendadak bingung. "Dokter Ansel? Aku baik-baik saja, kau lihat sendiri bukan?"
"Ya, kau terlihat lebih baik. Aku benar-benar cemas saat mendengar kau tidak bisa diganggu."
"Kau ini, sudahlah. Aku harus ke dapur, pekerjaanku menunggu," ujar Sweet. "Kau mau ikut?"
"Tidak, pagi ini aku ada keperluan. Semangat, kau menang istri yang hebat. Dalam sekejap mampu menaklukkan lidah kaku Ayah," ujar Mala dengan nada sedikit berbisik.
"Jangan asal bicara," bantah Sweet yang langsung pergi meninggalkan Mala. Wanita berambut pendek itu tersenyum lebar. "Aku harap, kau akan tetap bertahan hingga Ayah benar-benar jatuh cinta padamu. Kau memang gadis yang dingin di luar, tapi penuh kehangatan di dalam, aku tahu itu."
"Apa kau sudah gila? Bicara sendirian, Mala?" seru seseorang yang berhasil membuat Mala terperanjat.
"Tidak, Ayah. Tadi aku sedang latihan akting," alibinya. Alex yang mendengar itu mengangkat sebelah alis tebalnya.
"Ayah, aku harus segera pergi," lanjut Mala yang langsung mencium punggung tangan Alex, dan berlalu pergi.
"Ck, semua wanita sangat sulit ditebak," gumam Alex bergerak menuju dapur. Ia berniat untuk mengambil beberapa minuman, karena stok di ruang pribadinya sudah habis.
Alex menahan langkahnya saat melihat Sweet tengah berjuang untuk mengambil bahan masakan yang ada di dalam lemari kabinet. Tingginya yang hanya sebatas seratus lima puluh senti, membuatnya kesulitan untuk menggapai isi dalam lemari tersebut.
Sweet tampak menghela napas berat beberapa kali, lalu ia menarik sebuah kursi, dan mengangkat tubuh ringannya untuk menaiki kursi. Alex terus mengawasi pergerakan istri kecilnya. Beruntung ia menghentikan para koki untuk sementara. Jadi tidak ada yang melihat dirinya yang sedang mencuri pandang.
"Ah, akhirnya dapat juga," keluh Sweet seraya memeluk sebuah kotak berisi coklat batang. Namun sayang, kakinya terpeleset, sehingga ia kehilangan seimbang dan terjatuh. Sweet meringis kesakitan saat bokongnya terlebih dahulu mencium lantai. Seulas senyuman terbit dibibir tipis Alex. Kejadian itu berhasil menggelitik hatinya.
Alex bergerak mendekati Sweet seakan tak melihat kejadian tadi. "Apa kakimu tidak sanggup lagi menahan tubuh kecilmu?"
Sweet cukup kaget melihat kedatangan Alex. Ia langsung bangun, meski mulutnya mengeluarkan desahan karena menahan sakit.
"Ada yang perlu saya bantu?" tanya Sweet merapikan pakaiannya.
"Aku tidak pernah membutuhkan bantuanmu," ketus Alex seraya mendekati lemari es.
Sweet yang mendengar itu hanya menaikkan kedua bahunya. Lalu ia kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Oh iya, siang ini mau makan apa?" tanya Sweet pada Alex. Lelaki itu langsung menoleh.
"Apa pun, asal jangan racun," sahut Alex.
"Tentu, jika aku membunuhmu sekarang. Aku akan menjadi janda," ujar Sweet tanpa ragu. Alex yang mendengar itu terkejut buka kepalang.
"Jadi kau berencana untuk membunuhku?" seru Alex menarik lengan Sweet dengan kasar.
"Ck, jangan sentuh aku. Aku masih waras," sahut Sweet menepis tangan Alex. "Lagian tidak ada untungnya untukku."
Alex menarik kembali lengan Sweet, dan mengunci mata coklat itu dengan tatapan tajam. "Bagaimana jika aku yang akan membunuhmu?"
"Aku tidak takut, karena aku punya Tuhan. Yang selalu ada untukku," balas Sweet dengan tenang. Alex tidak dapat berkata-kata lagi. Gadis itu selalu saja memiliki jawaban dari perkataannya.
"Tuan Digan yang terhormat, singkirkan tangan anda, karena anda menyakiti saya," perintah Sweet tanpa ragu.
"Kau--" Alex menggantung ucapannya saat Sweet mendorongnya untuk menjauh.
"Aku harap kau bisa menghargai keputusanku, aku tidak akan bercampur denganmu sebelum pernikahan ini benar-benar sah, bukan sekedar pernikahan di atas kertas," ujar Sweet yang lebih mirip seperti ancaman. Alex yang mendengar itu langsung murka.
"Kau berpikir cukup berlebihan, Nyonya Ana. Aku tidak pernah sudi menyentuh tubuhmu yang kotor. Sudah aku katakan, aku tidak menyukai barang bekas orang lain," balas Alex penuh penekanan.
"Baik, mulai saat ini jangan pernah menyentuhku walau sehelai rambut pun. Jika tidak, alergimu akan kambuh, bukan?" ujar Sweet tersenyum samar saat melihat rona merah diwajah Alex. Sweet tahu, saat ini lelaki itu sedang menahan amarah.
"Saya sedang bekerja, Tuan. Jangan mengganggu saya, jika tidak, anda tidak akan mendapatkan sarapan pagi ini." Sweet kembali berkutat dengan beberapa alat dapur. Mengabaikan Alex yang hendak meluapkan amarahnya.
"Kau--" ucapnya Alex kembali terpotong saat seseorang memanggil namanya.
"Kak Alex." Teriak seseorang berjalan cepat mendekati Alex. Gadis berambut merah itu langsung berhambur dalam dekapan Alex. Dia adalah sepupu jauh Alex yang sudah lama menetap di London.
"Cherry, kapan kau datang?" tanya Alex masih dalam mood terkejut. Cherrylistha Maloree, gadis berusia tiga puluhan, menyukai Alex sejak kecil. Selalu mencari perhatian Alex setiap saat. Alex juga selalu menuruti keinginan wanita itu, karena Alex menganggap Cherry sebagai adik perempuannya.
"Aku merindukanmu, Kak. Aku terkejut saat mendengar kabar, kau sudah bertunangan dengan wanita jelek itu." Ujar Cherry yang didengar oleh Sweet. "Bukankah kau berkomitmen untuk tidak menikah, Kak?"
"Ya, aku terpaksa." Sahut Alex, matanya mengerling untuk melihat reaksi istrinya. Namun gadis itu sama sekali tak bereaksi.
"Kau tahu, gadis itu tidak baik untukmu. Aku bisa menilai jika wanita itu memiliki niat buruk. Mungkin saja dia ingin harta keluarga kita, Kak." Cherry menjelaskan semuanya dengan semangat. Ia tidak sadar jika wanita yang ia bicarakan ada di sampingnya.
"Kau benar, dia memang tidak baik," sahut Alex tersebut tipis.
Sweet yang mendengar semua itu memilih untuk diam, ia tidak ingin berdebat lagi.
"Tunggu! Kenapa dapur begitu sepi? Para koki handal itu kemana?" tanya Cherry merasa heran melihat dapur yang tak biasanya sepi.
"Aku biarkan mereka istirahat, karena ada pelayan baru yang harus di beri pelajaran. Jangan sampai dia sesuka hati dan memakan gaji buta," jawab Alex sambil melirik punggung Sweet. Cherry ikut menatap punggung Sweet.
Sejak kapan di mansion ada peraturan seperti itu? gumam Cherry dalam hati.
"Hey, apa kau dengar?" seru Cherry menyentuh pundak Sweet. Ia sangat penasaran dengan pelayan baru yang Alex maksud. Punggung Sweet sedikit bergerak untuk menepis tangan Cherry yang kini berada di pundaknya.
"Sudahlah, sebaiknya kau istirahat." Perintah Alex pada Cherry. Wanita itu langsung luluh, mereka pun bergegas meninggalkan dapur.
"Pelayan, makan gaji buta? Dia pikir aku ingin melakukan semua ini? Membuat tanganku kotor saja, dasar lelaki brengsek!" umpat Sweet sambil mengaduk kasar adonan kue yang akan ia buat.
"Kak, sejak kapan ada peraturan baru?" tanya Cherry pensaran dengan sosok pelayan baru itu.
"Sejak detik ini, jangan pernah mengganggu dia, biarkan dia bekerja dengan tenang." Balas Alex berlalu pergi. Cherry semakin penasaran dengan perubahan sikap Alex.
"Cherry, masuk ke kamarmu!" Seru Alex saat Cherry ingin kembali ke dapur. Wanita itu mengurungkan niatnya, karena ia takut Alex akan benar-benar marah.
Ok, aku akan melihat wajah wanita itu saat sarapan nanti. Ujar Cherry dalam hati. Ia bergegas ke kamarnya dengan semangat.
Alex bergerak mendekati jendela yang menghadap langsung taman belakang. "Keluar tengah malam? Apakah itu kebiasaanmu, Ana?" gumam Alex saat mengingat kembali kejadian malam tadi.
Sedangkan Sweet masih bergelut dengan peralatan masak di dapur. Ia merasa kewalahan karena begitu banyak menu yang Alex berikan. "Dia sengaja ingin mengerjaiku lagi."
Sweet memasukkan adonan kue ke dalam oven listrik dengan malas. Jika bisa, ia ingin lari sejauh mungkin. Namun ia kembali mengingat balas budi pada keluarga Santonio. Selangkah saja dia pergi, maka keluarga itu akan hancur berkeping-keping. Dia tak ingin hal itu terjadi, bagaimana pun ia masih menyayangi mereka.
Waktu sarapan pun tiba, Sweet dengan piawai menyusun berbagai jenis makanan di atas meja.
"Sweet, biarkan aku membantumu," ujar Milan mengambil piring dari tangan Sweet. "Terima kasih," sahut Sweet. Ia kembali ke dapur untuk membuat kopi.
"Waw, kenapa begitu banyak makanan berat pagi ini? Apa pelayanan baru itu membuat kesalahan?" tanya Cherry seraya menarik kursi dan duduk di sana. Ia meneliti seluruh hidangan di atas meja.
"Aku akan gemuk jika sarapan seperti ini," omel Cherry. Tangannya bergerak mengambil biskuit tawar.
"Tidak perlu sarapan, karena yang akan menghabiskan semua ini dia," ujar Alex yang baru saja tiba. Tangannya menunjuk ke arah Sweet yang baru keluar dari dapur dengan segelas kopi. Gadis itu tampak bingung.
"Aku tidak ingin dia merepotkan orang lain lagi," timpal Alex duduk di tempat biasa.
"Tunggu! Apa kita pernah bertemu?" tanya Cherry meneliti wajah Sweet yang terlihat lelah. Seperti biasa, rambutnya terurai setengah. Namun gadis itu masih telihat cantik.
"Tidak," jawab Alex dengan cepat. "Dia pelayan baru di sini."
"Owh," Cherry terus memperhatikan Sweet yang tengah melayani Alex.
"Kau... Kau gadis yang ada di tv kan? Tunangan Kakakku?" seru Cherry langsung bangun diri duduknya karena ia sudah mengingat wajah tunangan Kakaknya.
"Duduklah, Cherry," titah Alex.
"Hey, bagaimana bisa kau menjadi pelayan rendahan? Apa ini trikmu untuk menarik perhatian Kakakku? Hey, jawab aku!" bentak Cherry mendorong Sweet dengan kasar. Alex yang melihat itu langsung menahan Sweet agar tak terjatuh. Cherry memang memiliki tinggi yang hampir sama dengan Alex, tubuhnya yang semampai begitu mirip dengan seorang model. Jadi bisa dengan mudah mendorong tubuh mungil Sweet.
"Cherry, aku perintahkan kau untuk duduk!" seru Alex memberika tatapan tajam pada Cherry. Wanita itu pun kembali duduk di tempatnya, sedangkan Sweet langsung menepis tangan Alex yang menyentuh pinggangnya.
"Hey, jaga sikapmu!" bantak Cherry lagi saat melihat sikap Sweet pada Alex. Sweet yang mendengar itu bergerak untuk pergi. Namun dengan cepat Alex menahannya.
"Layani aku, jangan lupakan tugasmu," titah Alex penuh penekanan.
"Aku tahu, lepaskan tanganku. Aku hanya pergi untuk mengambil air mineral," sahut Sweet. Alex pun langsung melepaskan genggaman tangannya.
Sarapan pagi ini penuh dengan ketegangan. Setiap detik Cherry terus melirik Sweet dan Alex bersamaan. Sweet menyadari hal itu, tetapi ia memilih untuk diam.
"Sweet, duduklah. Kau masih sakit, tapi masih bekerja keras untuk menyiapkan sarapan. Makanlah, kau belum sarapan bukan?" ujar Milan memecah ketegangan. Sweet hendak menolak, dengan cepat Alex memberi isyarat agar Sweet mengikuti perintah Milan.
Apa hubungan mereka sebenarnya? Ini tidak seperti pasangan yang baru bertunangan. Gerutu Cherry dalam hati. Ia mengambil biskuit untuk yang kedua kalinya. Menatap tajam gadis yang duduk di depannya.