NovelToon NovelToon
Bu Fitri Guru Terbaik

Bu Fitri Guru Terbaik

Status: tamat
Genre:Tamat / Berondong / Bullying di Tempat Kerja / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Wanita Karir / Keluarga / Karir
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Fitriyani Nurjannah adalah seorang guru honorer selama 15 tahun di SMA 2 namun ia tak pernah menyerah untuk memberikan dedikasi yang luar biasa untuk anak didiknya. Satu persatu masalah menerpa bu Fitri di sekolah tempat ia mengajar, apakah pada akhirnya bu Fitri akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Soal Vektor yang Bikin Mencekam

Fitri dengan penuh semangat memasuki kelas X A. Hari ini ia akan memberikan materi tentang teks anekdot. Ia melihat wajah-wajah antusias murid-muridnya yang sudah tidak sabar untuk memulai pelajaran.

"Selamat pagi, anak-anak!" sapa Fitri dengan suara ceria. "Hari ini kita akan belajar tentang teks anekdot. Ada yang sudah pernah mendengar tentang teks anekdot?"

Beberapa siswa mengangkat tangan, menunjukkan bahwa mereka sudah familiar dengan istilah tersebut.

"Bagus!" kata Fitri. "Teks anekdot adalah cerita singkat yang lucu dan biasanya berisi sindiran atau kritikan terhadap sesuatu. Teks anekdot seringkali diambil dari kejadian sehari-hari yang kita alami."

Fitri kemudian memberikan contoh teks anekdot yang pernah ia baca. Ia menceritakan kisah lucu tentang seorang anak kecil yang polos dan lugu.

"Anak-anak, teks anekdot itu tidak hanya lucu, tapi juga mengandung pesan moral yang ingin disampaikan," jelas Fitri. "Pesan moral ini bisa berupa sindiran, kritikan, atau nasihat."

Siswa-siswa X A pun terlihat sangat antusias mendengarkan penjelasan Fitri. Mereka tertawa terbahak-bahak ketika Fitri menceritakan contoh teks anekdot.

"Sekarang, Ibu ingin kalian membuat kelompok yang terdiri dari 4-5 orang," kata Fitri. "Setiap kelompok akan membuat satu teks anekdot."

Siswa-siswa X A pun langsung membentuk kelompok dengan teman-teman mereka. Mereka mulai berdiskusi dan mencari ide untuk membuat teks anekdot.

Fitri berkeliling kelas untuk membantu siswa-siswanya yang kesulitan dalam membuat teks anekdot. Ia memberikan masukan dan saran agar teks anekdot yang mereka buat semakin menarik dan lucu.

"Anak-anak, jangan takut untuk berkreasi dan berimajinasi," kata Fitri. "Buatlah teks anekdot yang orisinil dan sesuai dengan pengalaman kalian."

Siswa-siswa X A pun semakin bersemangat dalam membuat teks anekdot. Mereka saling bertukar ide dan bekerja sama untuk menghasilkan teks anekdot yang terbaik.

Setelah semua kelompok selesai membuat teks anekdot, Fitri meminta mereka untuk membacakan hasil karya mereka di depan kelas. Siswa-siswa X A pun dengan antusias membacakan teks anekdot yang telah mereka buat.

Teks anekdot yang mereka buat sangat beragam dan lucu. Ada yang menceritakan tentang pengalaman mereka di sekolah, ada juga yang menceritakan tentang kejadian lucu yang mereka lihat di jalan.

Fitri merasa sangat senang dan bangga dengan hasil karya siswa-siswanya. Ia melihat mereka telah memahami materi tentang teks anekdot dengan baik.

"Anak-anak, kalian semua hebat!" kata Fitri. "Teks anekdot yang kalian buat sangat lucu dan kreatif. Ibu harap kalian bisa terus mengembangkan kemampuan kalian dalam menulis teks anekdot."

****

Di kelas X B, Bu Shanty, guru fisika yang terkenal tegas dan galak, sedang mengajar materi tentang Gaya Lurus Beraturan. Suasana kelas sangat tegang. Bu Shanty menjelaskan materi dengan suara lantang dan tatapan tajam, membuat para siswa merasa takut dan tidak nyaman.

Setelah memberikan penjelasan, Bu Shanty memberikan beberapa soal latihan. Namun, tidak ada satu pun siswa yang berani maju ke depan untuk mengerjakan soal tersebut. Mereka semua takut salah dan dimarahi oleh Bu Shanty.

"Ayo, siapa yang bisa mengerjakan soal ini?" tanya Bu Shanty dengan nada menantang.

Namun, tidak ada satu pun siswa yang mengangkat tangan. Mereka semua menunduk, menghindari tatapan mata Bu Shanty.

"Kalian ini bagaimana, sih?" bentak Bu Shanty dengan suara keras. "Masa soal seperti ini saja tidak ada yang bisa mengerjakan?"

Bu Shanty kemudian mengambil penghapusnya dan menggebrak papan tulis dengan keras. Suara gebrakan itu membuat kelas semakin mencekam. Para siswa semakin takut dan tidak berani bersuara.

"Saya sudah jelaskan berkali-kali tentang Gaya Lurus Beraturan," lanjut Bu Shanty. "Tapi, sepertinya tidak ada satu pun dari kalian yang mengerti."

Bu Shanty kemudian berjalan mengelilingi kelas, menatap siswa-siswanya dengan tatapan sinis.

"Kalian ini memang anak-anak yang bodoh!" kata Bu Shanty dengan nada merendahkan. "Kalian hanya bisa membuat saya kecewa."

Para siswa hanya bisa menunduk pasrah. Mereka merasa bodoh dan tidak berguna. Mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi.

"Kalau tidak ada yang bisa mengerjakan soal ini, maka kalian semua akan saya hukum!" ancam Bu Shanty.

Ancaman Bu Shanty membuat para siswa semakin ketakutan. Mereka semakin tidak berani untuk mencoba mengerjakan soal tersebut.

Suasana kelas X B semakin mencekam. Para siswa merasa tertekan dan tidak nyaman. Mereka tidak lagi fokus pada pelajaran. Pikiran mereka hanya dipenuhi rasa takut dan khawatir.

****

Di kelas X C, Bu Vivi, guru matematika yang terkenal galak, berdiri di depan papan tulis dengan wajah merah padam. Seorang siswa bernama Melinda berdiri di sampingnya dengan wajah pucat pasi. Melinda baru saja gagal mengerjakan soal vektor yang ditulis Bu Vivi di papan tulis.

"Melinda, kamu ini bagaimana, sih?" bentak Bu Vivi dengan suara keras. "Masa soal seperti ini saja tidak bisa kamu kerjakan?"

Melinda hanya bisa menunduk, tidak berani menatap Bu Vivi. Ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengerjakan soal tersebut, namun ia tetap saja tidak mengerti.

"Saya sudah jelaskan berkali-kali tentang vektor," lanjut Bu Vivi. "Tapi, sepertinya tidak ada satu pun dari kalian yang memperhatikan."

Bu Vivi kemudian mengambil penghapusnya dan menggebrak papan tulis dengan keras. Suara gebrakan itu membuat semua siswa di kelas X C terkejut dan ketakutan. Suasana kelas yang tadinya sudah tegang, kini menjadi semakin mencekam.

"Kalian ini memang anak-anak yang bodoh!" kata Bu Vivi dengan nada merendahkan. "Kalian hanya bisa membuat saya kecewa."

Melinda semakin tertekan mendengar perkataan Bu Vivi. Ia merasa bodoh dan tidak berguna. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi.

"Saya sudah berusaha, Bu," kata Melinda dengan suara bergetar. "Tapi, saya tetap tidak mengerti."

"Berusaha bagaimana?" balas Bu Vivi dengan sinis. "Kalau berusaha, pasti bisa. Ini namanya malas belajar!"

Melinda tidak berani menjawab perkataan Bu Vivi. Ia hanya bisa menahan air matanya yang sudah mulai keluar.

Bu Vivi kemudian menjelaskan cara mengerjakan soal vektor tersebut dengan kesal. Ia berusaha untuk membuat Melinda dan siswa-siswa lainnya mengerti, meskipun ia tetap terlihat galak dan tidak ramah.

"Kalian harus belajar lebih giat lagi," kata Bu Vivi. "Jangan hanya mengandalkan saya sebagai guru. Kalian juga harus aktif mencari informasi dari sumber lain."

Setelah selesai menjelaskan, Bu Vivi memberikan beberapa soal latihan kepada siswa-siswanya. Ia meminta mereka untuk mengerjakan soal-soal tersebut secara individu.

Suasana kelas X C pun menjadi hening. Semua siswa fokus mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh Bu Vivi. Mereka tidak ingin membuat Bu Vivi marah lagi.

Melinda masih terlihat murung dan sedih. Ia merasa malu dan tidak percaya diri setelah gagal mengerjakan soal vektor di depan kelas. Ia berharap, setelah ini ia bisa belajar lebih giat lagi dan bisa memahami materi tentang vektor dengan baik.

1
Nusa thotz
aku tidak akan pernah kembali....copy paste?
Mika Su
kasihan kena omel guru galak
Mika Su
aku suka banget karena ceritanya beda sama yang lain
Serena Muna: makasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!