Aku Shella, seorang gadis yang masih duduk dibangku sekolah Menengah Atas.
Berawal dari penolakan ibu dan saudariku yang usianya terpaut sepuluh tahun lebih tua dariku, membuatku berubah menjadi gadis yang tidak memiliki hati dan pendendam.
Aku juga bertekad ingin merampas apa yang dimiliki oleh saudariku.
Aku bahkan tidak mengeluarkan air mataku saat ibuku dinyatakan meninggal dunia.
Hingga terungkapnya sebuah rahasia yang begitu mengguncang kewarasan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona yeppo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka
Dokter, bagaimana keadaan Ibu saya...
Paman Rangga dan aku langsung menanyakan keadaan bibi Anggie setelah dokter selesai melakukan pemeriksaan.
Pasien seperti nya kelelahan, mengingat kondisinya yang sudah mulai melemah.
Dan juga, soal jadwal operasi yang rencananya akan dilakukan hari ini akhirnya batal.
Akan kita jadwalkan ulang setelah melihat kondisi pasien...
Paman Rangga tak henti-henti nya meloloskan doa-doa dari mulutnya untuk kesembuhan bibi Anggie.
Aku hanya bisa mengusap punggung nya, berharap segala kegundahan hatinya terobati. Berharap jika Tuhan memberi keajaiban pada bibi Anggie.
Setelah paman Rangga sedikit tenang, aku menghubungi paman Sam agar tidak perlu repot-repot datang kerumah sakit. Karena pekerjaan di kantor juga sangat perlu untuk ditangani untuk sementara waktu.
Bibi pekerja dirumah paman Rangga yang harus bolak-balik kerumah sakit untuk menyiapkan makanan untuk paman Rangga.
Sedangkan aku segera undur diri untuk pulang karena harus pergi kesekolah. Dan juga Maurice lah yang dikenali bibi Anggie sebagai sosok menantunya.
Paman, aku akan kembali lagi nanti malam..
Bibi Anggie memandangiku sambil mengangkat tangannya memintaku untuk mendekat. Senyum diwajahnya sudah mulai terbit, lihat lah berapa kuat nya wanita paruh baya ini.
Halo bibi, semoga segera pulih ya,,
Aku memeluknya sangat erat, kembali hatiku sakit membayangkan betapa bibi Anggie begitu kesulitan karena sakitnya ini.
Shella, kali ini paman mu tidak bisa mengantarmu kesekolah. Maafkan bibi ya, karena bibi harus dirawat dirumah sakit...
Tidak bibi, bukankah aku sudah dapat mendengar dengan jelas...
Aku bisa naik bus sekarang,,,
Aku hanya berharap bibi panjang umur dan melihatku menyelesaikan sekolah ku...
Bibi, tunggu aku ya,,,
Aku akan kembali lagi nanti sore. Aku akan tidur bersama bibi disini...
Tak terasa, mataku kembali berkaca-kaca karena rasa emosional yang begitu menyentuh ulu hatiku.
Saat aku hendak pergi, tiba-tiba pintu terbuka memunculkan wajah paman Sam. Ia datang membawa laporan yang membutuhkan persetujuan dan tanda tangan paman Rangga. Sudah kuduga, paman Sam tidak akan patuh pada apapun selain paman Rangga.
Shella, kau bisa diantar oleh Sam...
Ucap paman Rangga tanpa mau dibantah, karena apapun yang keluar dari mulutnya adalah suatu ultimatum yang harus diterima semua pihak.
***
Dimobil, bersama dengan paman Sam, rasa penasaranku tentang kehidupan pria itu tiba-tiba saja terlintas didalam benakku.
Paman, seperti apa keluargamu,,,
Aku bertanya karena begitu penasaran bagaimana orang-orang menjalani kehidupan mereka. Mungkinkah seperti keluargaku yang menyimpan banyak luka, atau seperti keluarga Ella yang selalu harmonis ditengah keterbatasan yang mereka miliki.
Atau mungkin seperti keluarga paman Rangga yang selalu kesepian. Aku masih terlalu buta untuk menyikapi semua yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri.
Aku tidak memiliki keluarga selain Rangga dan bibi Anggie..
Jawaban paman Sam membuatku kaget, sama sekali tidak menyangka jika masih ada kehidupan yang lebih menyedihkan dari kehidupan ku.
Maaf paman, aku tidak bermaksud membuat paman merasa terbebani...
Ucapku tulus, membuat pria itu tersenyum sangat tipis sekali.
Paman, mampir lah sekali-sekali ke kedainya Ayahku. Aku akan mentraktir mu nanti..
Aku berucap sambil menutup pintu mobil yang tadi kubuka karena sudah tiba ditempat tujuan. Sedangkan paman Sam hanya tersenyum sambil membunyikan klakson mobilnya sebagai tanda pamit.
***
Setibanya dilantai atas, aku disambut hangat sebuah pukulan dari sapu didahiku. Siapa lagi kalau bukan Maurice yang berulah?
Apa...
Aku menahan amarahku karena tenagaku tidak sedang dalam kondisi full. Kuraba keningku yang sedikit berdarah sambil menjatuhkan diri ke kasur yang ada dikamar ku.
Akulah yang menjadi istri Rangga, bisa-bisanya kau yang ada disana, bukan aku?
Maurice begitu berapi-api mengutarakan isi hatinya yang sangat berantakan itu.
Sampai kapan kau akan berhenti merebut segala yang kumiliki?
Mendengar pertanyaan itu, rasanya emosiku tak lagi bisa kupendam. Ini semua benar-benar harus diluruskan.
Aku tidak pernah merebut milikmu.!!!
Dan juga, berhenti berpikir jika dunia harus berputar mengikutimu.!!!
Kau menceramahi ku,? Amarah Maurice semakin memuncak.
Ngomong-ngomong, apa kau benar-benar berdiri disamping paman Rangga,?
Aku berdiri dan mendekatinya, bermaksud ingin menekannya agar mulutnya tidak sembarangan berbunyi.
Aku tahu segalanya, termasuk pengantin wanita yang tidak hadir didalam pernikahannya sendiri..
Kulihat wajahnya semakin pias, namun tidak mampu untuk memberikan perlawanan padaku. Aku tertawa kemenangan melihat betapa mudahnya membuat wanita itu mati kutu.
Jika kau bicara semua ketidak sukaan mu padaku, maka akulah yang paling tidak ingin melihatmu didalam kehidupan ku ini.
Bahkan jika diberi kesempatan kedua, aku tidak ingin terlahir sebagai saudarimu,,,
Pada akhirnya aku mengingat semua luka yang ia torehkan padaku sejak aku masih kecil hingga dewasa.
Setelah itu aku berlalu dengan mengenakan pakaian sekolah ku.
.
.
.
