Membina rumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Banyak rintangan yang datang dan kita wajib bersabar, lapang dada, dan memiliki sifat kejujuran.
Menikah dengan anak SMA butuh banyak bimbingan. Hadirnya cinta masa kelam membuat retak cinta yang sedang dibina. Banyak intrik dan drama yang membuat diambang perceraian.
Kasus pembunuhan, penyiksaan dan penculikan membuat rumah tangga makin diunjung tanduk. Bukti perselingkuhanpun semakin menguatkan untuk menuju jalan perpisahan. Mungkin hanya kekuatan cinta yang bisa mengalahkan semua, namun menghadapinya harus penuh kasabaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wawancara Bersama Wartawan
Jepret ... jepret, kamera wartawan menyala berkali-kali, yang memotret ku sudah keluar dari ruangan diskusi dengan ditemani beberapa anak buah lainnya.
Kami mencoba untuk mengklarifikasi sebuah penemuan mayat korban pembunuhan.
Kami bertiga duduk diruangan yang telah tersedia. Dibelakang sudah berdiri banyak pengawal pihak kepolisian. Lebih waspada dan berjaga-jaga jika terjadi kegaduhan. Banyak wartawan yang datang, untuk mencari info lebih akurat lagi.
"Selamat siang," sapaku pada semua orang.
Semua menjawab kompak.
"Pak ... Pak, tolong bisa jelaskan keadaan korban sekarang?" tanya wartawan.
"Korban ditemukan tak berdaya bertelungkupkan badan dalam keadaan bersimbah darah."
"Apa korban langsung dibunuh begitu saja, atau ada hal-hal lain yang menguatkan tentang korban karena telah tewas mengenaskan?"
"Dugaan sementara dari pihak kami, korban dianiaya dulu sebelum ditikam dibagian perut sebelah kanan," jawabku.
Keadaan mulai riuh. Saling berbicara sesama wartawan. Mereka pasti bingung dengan kondisi korban, dikarenakan tidak menyangka seorang pengusaha ternama bisa tewas dibunuh.
"Apakah ada barang bukti yang menguatkan, sehingga pihak kepolisian menduga ada penganiayaan terlebih dahulu?" tanya wartawan lain.
"Dari hasil visum dan otopsi dari rumah sakit, ditemukan sejumlah luka pada tubuh korban. Selain luka tikam menggunakan pisau diperut kanan mengenai hati, ada luka lain yaitu memar pada wajah, dan luka disekitar mulut, yang sepertinya dianiaya dulu. Polisi sekarang sedang berusaha mendalami bukti-bukti yang ada di TKP," jawabku.
"Apakah ada petunjuk siapakah pelakunya?."
Mereka terus bertanya dan tidak sabar ingin mencari berita akurat.
"Petunjuk belum ada, tapi ada beberapa barang bukti sudah disita penyidik. Kami sudah melakukan langkah-langkah dan prosedur, diantaranya mengamankan sejumlah barang bukti korban yang ditemukan disekitar TKP. Dan pihak kami sudah meminta pihak perusahaan untuk memberikan rekaman cctv, yang mungkin bisa digunakan untuk melihat ada tidaknya interaksi antara korban dengan orang lain."
"Barang apa saja yang ditemukan polisi? Apakah pisau atau benda lain untuk menusuk korban juga sudah ada yaitu sebagai langkah tambahan barang bukti polisi?."
"Pisau tidak ada ditempat kejadian, tapi barang-barang bukti lainnya sudah ada, diantaranya sebuah sepatu, asbak rokok, dan rambut."
Para wartawan seketika riuh saling berpandangan dan berbicara pelan, atas barang bukti yang ku sebutkan, yaitu yang kemungkinan besar pelakunya adalah perempuan dan laki-laki.
"Apakah bisa jadi pelakunya juga seorang perempuan?"
"Bisa juga, karena barang bukti ada."
"Lalu apakah ada saksi mata?"
"Kami sudah mengamankan lima saksi kuat, dan ada tiga tersangka sementara yang kemungkinan besar akan menjadi pelaku pembunuhan, dimana pihak kepolisian masih melakukan pendalaman penyelidikan terhadap para saksi-saksi itu."
"Kira-kira siapakah pelakunya?" tanya wartawan lagi.
"Kita tunggu saja kabar selanjutnya, apakah ada kecocokan terhadap tersangka dan barang bukti. Para calon tersangka akan dimintai kecocokan barang, yang sudah dibawa ke laboratorium forensik dahulu, untuk kemudian akan melakukan langkah-langkah penyelidikan terhadap mereka. Cukup sekian dan terima kasih atas kerjasamanya" ujarku mengakhiri wawancara.
"Tunggu ... tunggu, Pak. Masih ada yang ingin kami tanyakan lebih banyak lagi," para wartawan sudah ingin mengejar ku, tapi sudah dihalang-halangi oleh anak buah.
Kami harus tetap merahasiakan beberapa penyelidikan. Tidak boleh membocorkan, takut pelaku akan bergerak lebih cepat untuk mengelabui kami sehingga mencari jejaknya pasti akan kesulitan.
Pelaku sepertinya orang yang terlalu lihai. Dari tindakannya terlalu rapi. Bahkan cctv saat kejadian sudah dimatikan. Petugas ditanyai menjawab tidak tahu menahu karena mereka ketiduran.
Saksi begitu minim karena para pekerja lain kebanyakan sudah pulang. Hanya korban dan beberapa orang yang masih hadir, namun mereka tidak mengetahui ada aksi pembunuhan saat fokus melakukan pekerjaan. Bahkan suara teriakan atau minta tolong dari korban 'pun tidak ada.
------
Pulang sudah dini hari. Lelah karena pekerjaan dan masalah pribadi, membuat banyaknya tenagaku terkuras hari ini.
"Huff, lelahnya." keluh yang lesu.
Rasa sunyi, membuatku tertegun sejenak diambang pintu, saat terbayang-bayang kembali wajah Mila, yang sering menyambut hangat ketika aku pulang kerja.
Diri ini hanya bisa menghela nafas panjang, yang kemudian langsung masuk dan menutup pintu rumah.
Dengan lemahnya aku melangkah ke sofa, yang langsung duduk tergolek menengadahkan wajah ke atas, mencoba menatap langit-langit rumah plafon yang bercat warna putih. Tangan pelan-pelan memijit kening, yang terasa sudah mulai pening.
"Kapan masalah ini selesai?" Berbicara pada diri sendiri.
"Gimana caranya menyelesaikan ini semua? Apakah semua akan berakhir begini? Aah, pusing."
"Kenapa masalah kian berat dan aku bakalan susah menyelesaikannya. Cinta sangatlah rumit, bahkan hati pun sampai terluka."
Keadaan memang sulit, sampai orang tercinta akan terlepas juga. Banyak pelajaran yang dipetik, saat tidak boleh mengizinkan wanita lain menginap walau alasannya sangat berat. Harus menghargai kesetiaan istri walau tidak dirumah. Tetap menjaga kehormatan saat sedang sendirian.
Cinta tidak bisa diremehkan, semakin tak menganggap semakin menusuk hati sendiri. Keadaan sudah tenang tapi mencoba menyalakan api.
Wajah ku usap secara kasar dan kuat, seraya mencoba melangkah pindah ke kamar Mila.
Dengan cepat menghempaskan tubuh begitu saja ditempat tidur, untuk mencoba memejamkan mata, dengan satu tangan kiri sekarang terletak di kening, akibat merasakan kepala yang kian parah pusingnya.
Mata pun sayu-sayu mulai terpejam dan kini memunculkan bayangan wanita yang kucintai, yang sudah berada didalam hutan berlari-larian tanpa henti, dan akupun tak mau kalah untuk terus mengejarnya.
"Mila tunggu ... Mila tunggu!" Kata-kataku yang terus mengejar Mila.
Tangan sudah sekuat tenaga meraih tangan Mila, agar dia berhenti dari larinya, naasnya dia malah berlarian menjauh.
"Aku gak mau berhenti, kak! Kalau kakak mau menceraikan ku, pasti aku akan berhenti berlari," jawabnya yang terus saja berlari.
"Tidak ... tidak. Berhentilah. Kita akan berbicara baik-baik," bujuk ku masih mengejar.
"Aaakhhgh," teriak Mila yang sudah berdiri tepat ditepi jurang.
"Mila? Sini ... Mila, cepetan raih tanganku, oke!" bujuk ku.
Melihat tubuh Mila sudah bergoyang-goyang sedikit lagi akan jatuh, sudah membuatku berkeringat dingin akan rasa khawatir.
Berjalan perlahan-lahan untuk mendekati.
"Sini ulurkan tanganmu," ucapku yang secepatnya ingin meraih tangan Mila.
"Kak aku takut," Tangisnya.
"Maka dari itu cepat raih tanganku."
Angin bertiup kencang, membuat tubuhnya kian tak seimbang.
"Aaaaaaa," teriak Mila saat tubuhnya sudah jatuh ke jurang.
Belum sempat meraih, tubuhnya sudah terdorong.
"Mila ... tidak ... tidak," Suaraku berteriak keras.
Seketika akupun terbangun dari tidur, dengan bercucuran keringat yang membasahi seluruh wajah dan baju.
"Astagfirullah, pertanda apa ini?" ucapku gelisah.
Dada sudah ku elus-elus menggunakan tangan, dengan perasaan campur aduk takut-takut bakalan terjadi sesuatu pada istri.
"Semoga ini hanya 'lah bunga tidur dan karena diriku terlalu khawatir saja padanya."
Melangkah menuju dapur untuk mengambil segelas air. Semoga rasa risau ini cepat hilang
enaknya kalau ketahuan bukan hnya dihajar tp bakalan kena karma