Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
...***...
Safira telah selesai menyiapkan sarapan untuknya dan suami. Seperti biasanya Bastian pasti akan menyusulnya dan menemaninya meski hanya duduk saja di kursi meja makan yang bisa dilakukannya. Karena Safira sangat tidak mengijinkan Bastian membantunya memasak.
Akan tetapi, tidak seperti biasanya Bastian tidak muncul, membuat Safira merasa penasaran dan akhirnya membawa langkahnya menuju ke kamar. Wanita itu menatap sekeliling dengan kening berkerut manakala tak menemukan Bastian berada di tempat tidur.
"Huek...huek..."
Safira menoleh ke arah kamar mandi, ketika mendengar suara seperti seseorang yang sedang mun*tah. Maka ia pun segera mendatangi kamar mandi dan melihat Bastian tengah berjongkok di depan kloset .
"Tuan..." serunya dengan panik. Lalu mendekati Bastian dan membantunya dengan memijat tengkuk suaminya tersebut.
"Apa yang terjadi, Tuan? Apa Tuan sakit?" tanya Safira khawatir.
"Entahlah, Fira. Badanku rasanya lemas sekali," sahut Bastian dengan lemah setelah selesai memuntahkan cairan yang berwarna kekuningan dari mulutnya.
Safira tanpa rasa jijik segera mengusap mulut Bastian menggunakan telapak tangannya, setelah sebelumnya dia membasahi tangannya dengan air. Lalu selanjutnya ia membasuh muka Bastian, kemudian mengelapnya dengan handuk bersih yang tersedia di kamar mandi.
"Mari kita keluar dari sini, Tuan!" ajak Safira.
Ia segera memapah tubuh lemah Bastian dan membawanya keluar dari kamar mandi, kemudian membaringkannya di tempat tidur dengan posisi yang nyaman.
Safira lantas membuka pakaian yang dikenakan oleh Bastian, dan menggantinya dengan pakaian yang bersih.
"Tuan, apa yang Anda rasakan?" tanya Safira.
Bastian menghela napas berat, seraya menatap Safira dengan pandangan sayu. "Tiba-tiba bangun tidur, perutku rasanya mual dan pengin muntah, tapi hanya sedikit yang keluar. Dan lebih banyak air saja. Entahlah ada apa dengan badanku, beberapa hari ini tiap pagi selalu ingin muntah," keluh Bastian dengan malas.
"Kalau begitu saya akan buatkan teh jahe hangat buat Tuan. Semoga bisa meredakan rasa mual yang Anda rasakan." Safira kemudian keluar dari kamar menuju dapur, untuk membuatkan minuman pereda rasa mual.
Tak lama kemudian Safira telah kembali ke kamar dengan segelas teh jahe di tangan.
"Mari, Tuan. Saya bantu Anda untuk meminumnya selagi hangat." Safira lantas duduk di tepian ranjang dan membantu Bastian agar duduk dengan tegak, lalu memberikan segelas teh jahe buatannya pada Bastian.
"Hmmm...rasanya nikmat sekali, Fira. Aku rela sakit asal selalu dekat denganmu. Tolong jangan pernah pergi dariku, apapun yang terjadi." Bastian berkata dengan tatapan memohon.
Sedangkan Safira hanya diam tak tahu harus berkata apa, sebab hati dan pikirannya terkadang tidak sinkron alias sering bertentangan.
***
Safira dan Bastian tiba di kantor, setelah memastikan mual yang dirasakan Bastian mulai berkurang. Kebersamaan kedatangan mereka tidak pernah menimbulkan kecurigaan, karena selama ini Safira juga bertindak sebagai sopir pribadi Bastian.
Sebenarnya itu hanyalah akal-akalan Bastian saja, agar dia bisa lebih mengenal dan selalu dekat dengan Safira. Wanita tangguh dan pekerja keras.
Sedangkan Safira sendiri menerima pekerjaan tersebut sebagai profesionalitas atas dedikasinya pada perusahaan. Apalagi dia hidup sendiri, jadi kerja apapun akan dilakukannya asalkan halal dan bisa menambah pemasukan pada rekening pribadinya.
Safira masuk ke dalam ruangannya, begitupun dengan Bastian. Namun pria itu sangat terkejut dengan mata membelalak, ketika membuka pintu ruangannya dan mendapati Nyonya Hanum tengah duduk dengan angkuh dan menatapnya dengan pandangan curiga.
"Ma-mami...?" gumamnya lantas bersikap senatural mungkin.
"Ck...akhirnya mami bisa menemukanmu setelah kesabaran mami hampir habis!" ketus Nyonya Hanum.
"Di mana kamu bersembunyi selama ini, hemmm? Apa perempuan kampung yang miskin itu telah menghasutmu agar menjauhi mami? Iya...jawab, Bastian!" sambungnya seraya menggertak.
"Mmm...beberapa bulan terakhir ini, aku memang ada pekerjaan di luar kantor, Mi. Mmm...tepat di luar kota. Dan semua ini murni pekerjaan, tapi karena Safira adalah istri sekaligus sekretarisku jadi aku membawanya ke mana-mana agar aku tidak kesepian," ucap Bastian dengan santai, tetapi berhasil membuat kepala Nyonya Hanum serasa berasap.
Sebelum beliau melakukan protesnya, Bastian sudah terlebih dulu melanjutkan ucapannya, "Lagipula aku kan pengantin baru, Mi. Jadi aku mau selalu dekat dengan istriku. Memangnya Mami tidak ingin punya cucu?" lanjutnya sambil tersenyum bercanda.
Perkataan Bastian sukses membuat netra Nyonya Hanum mendelik tajam dengan tatapan garang disertai wajahnya yang tegang menahan amarah.
Tanpa berkata Nyonya Hanum keluar dari ruangan Bastian, dan dengan langkah cepat beliau mendatangi ruangan Safira.
Tanpa permisi wanita berpenampilan glamour itu, langsung menuju tempat di mana Safira tengah duduk dengan serius menatap layar komputer.
"Hehhh...perempuan kampung yang miskin!" hardiknya pada Safira menbuat wanita cantik itu tersentak lalu berdiri dengan gugup seraya menundukkan kepala.
"Se-sela---"
Plaaakkk...
Ucapan Safira terhenti seketika, saat telapak tangan Nyonya Hanum menyapa pipinya tiada ampun. Seketika airmata Safira langsung lolos begitu saja tanpa bisa ia cegah.
Bastian datang, tetapi sudah terlambat, ia langsung merengkuh Safira dalam pelukannya. Sementara Nyonya Hanum terus melancarkan serangannya berupa kata-kata yang sangat pedas dan menyakitkan.
"Da*sar perempuan kampung yang miskin dan murahan. Pasti selama ini kamu mendekati putraku, dengan menggunakan tubuh kotormu itu---"
"Mami...!" sentak Bastian dengan lantang, sebab dirinya tidak terima Safira begitu di rendahkan oleh ibunya sendiri.
"Kamu sudah berani membentak mami sekarang, Bastian." kata Nyonya Hanum dengan suara yang dibuat sedramatis mungkin seolah dirinya teraniaya.
"Dan lihatlah semua ini pasti pengaruh dari perempuan murahan ini yang telah membutakan mata hatimu," tudingnya tanpa rasa bersalah.
Safira yang berada dalam dekapan Bastian lantas memberontak, dan dengan tatapannya yang dingin dia pun membalas perkataan Nyonya Hanum.
"Tuduhan Anda terlalu mengada-ngada, Nyonya," kata Safira dengan tenang.
"Perlu saya tekankan kembali kepada Anda, Nyonya! Saya memang miskin, tidak seperti Anda yang bergelimang harta dan kemewahan. Tapi saya tidak pernah berbuat licik, apalagi menggunakan tubuh saya hanya untuk menggoda Tuan Bastian, putra kebanggaan Anda." Tanpa rasa takut, Safira menatap membalas tatapan tajam Nyonya Hanum, yang membuat wanita paruh baya itu membelalakkan matanya.
"Sebab, tanpa saya menggoda pun, Tuan Bastian telah jatuh cinta kepada saya, bahkan jauh sebelum saya menjadi istrinya." Suara Safira terdengar lebih dingin dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Hhhh... Anda sungguh lucu sekali, Nyonya." Safira tersenyum sinis.
"Kau...berani---"
Namun sebelum Nyonya Hanum melanjutkan ucapannya, Safira langsung menyelanya dengan kata-katanya yang sangat monohok.
"Selama ini saya diam, bukan berarti saya takut, tapi saya melakukannya hanya karena menghormati wanita yang menjadi ibu dari pria yang telah sah menjadi suami saya,"
"Tapi sungguh sayang, sikapnya sama sekali tak mencerminkan seorang wanita bangsawan yang terhormat, karena yang keluar dari mulutnya hanyalah sampah!"
***
Bagaimana kira-kira reaksi Nyonya Hanum menanggapi ucapan Safira yang seolah siap berperang melawannya???
Tetap stay tune ya....
Bersambung...