Gagal menikah dengan calon tunangannya tidak membuatnya putus asa dan tetap kuat menghadapi kenyataan.
Kegagalan pertunangannya disebabkan karena calon suaminya ternyata hanya memanfaatkan kebaikannya dan menganggap Erina sebagai wanita perawan tua yang tidak mungkin bisa hamil.
Tetapi suatu kejadian tak terduga membuatnya harus menikahi pemuda yang berusia 19 tahun.
Akankah Erina mampu hidup bahagia dengan pria yang lebih muda darinya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 14
“Nak Akmal Papa serahkan putri bapak kepadamu dan mulai detik ini kamu lah yang menjadi imamnya. Tuntunlah Erina ke jalan yang baik dan tegurlah kalau dia salah bersikap,” ucapnya pak Irfan.
Pak Irfan menyeka air matanya yang tak bisa menutupi kesedihannya karena akan berpisah dengan anak kesayangannya untuk menempuh hidup baru.
Akmal memeluk tubuh papa mertuanya,” insha Allah Pah, saya akan melakukan tugas dan tanggung jawabku sebagai seorang suami untuk putrinya Papa dengan baik.”
Prosesi akad nikah sudah dilangsungkan, selanjutnya acara pedang pora dan dirangkai dengan proses resepsi pernikahan yang diadakan di salah satu gedung hotel bintang lima terbaik yang ada di ibu kota Jakarta.
Akmal awalnya grogi,nerveus tapi Erina selalu membantunya memberikan motivasi dan semangat kepada suami brondongnya sehingga Akmal cukup bisa tampil percaya diri di hadapan ribuan tamu undangan yang memadati pesta resepsi tersebut.
Berbagai tamu undangan dari kalangan masyarakat hadir memberikan doa restu untuk kedua mempelai pengantin baru itu.
Hingga Akmal merasakan kelelahan dan rasa sakit di sekujur tubuhnya apalagi pagi tadi dia mengalami kecelakaan sehingga dia harus mengakhiri pesta resepsi tersebut lebih cepat dari jadwalnya.
Pak Irfan dan Bu Rasmi memaklumi kondisi dari menantu pertamanya itu, begitu juga dengan para tamu undangan mereka tidak mempersalahkan ketidakhadiran mempelai pengantin pria di atas pelaminan hanya ada Erina satu jam sebelum acara ditutup.
Malam harinya…
Erina dan Akmal sudah berada di dalam kamar hotel yang dibukim untuk menjadi saksi sejarah kehidupan baru mereka.
“Kenapa pakaiannya sulit banget dilepas!” gerutunya Akmal.
Akmal melepas pakaiannya, tapi dia sedikit kesulitan karena luka di pergelangan dan siku tangannya.
“Auh!” keluh Akmal yang meringis menahan rasa sakitnya karena lukanya tanpa sengaja bergesekan dengan jasnya.
Erina yang sudah selesai berganti pakaian di dalam kamar mandi melihat suaminya yang kesulitan untuk melepaskan tuxedo nya gegas membantunya.
“Kalau kerepotan membukanya kenapa enggak meminta tolong, gue ini istri Lo jadi nggak perlu sungkan segala,” ucapnya Erina sambil melepas pakaiannya Akmal.
Akmal tersenyum canggung,” sorry, gue kirain Mbak masih di dalam kamar mandi, gue gerah soalnya jadi buru-buru buka tapi tau-taunya gue gak sanggup membukanya.”
Erina dengan hati-hati membuka jas putih yang melekat di tubuh atletisnya Akmal Pakaian kotor yang dipakai suaminya dipegang oleh Erina kemudian memasukkannya ke dalam keranjang khusus pakaian kotor.
Erina sampai melotot melihat pemandangan indah yang terpampang jelas di depan matanya.
Dia memang sering melihat penampakan bentuk tubuh yang atletis ketika berada di tempat gym atau melalui media massa seperti televisi dan majalah tapi melihat langsung bentuk tubuh suaminya sendiri sungguh berbeda dan menggoda imannya sebagai perempuan dewasa.
Matanya Erina membulat sempurna mulutnya menganga lebar melihat dada bidang kotak-kotak yang seperti roti sobek milik pemuda berusia 19 tahun itu.
“Masya Allah tubuh Lo bagus banget, Lo rajin berolahraga yah?” celoteh Erina yang tak bosan-bosannya memandangi tubuh suaminya.
Akmal jadi salah tingkah karena dipelototi seperti itu, dia menutup wajahnya Erina dengan telapak tangan besarnya yang sedikit kapalan.
“Mbak, gue itu malu dan risih dilihat seperti itu,” Akmal malah salah tingkah.
“Hehe! Kenapa meski malu segala sih kita ini pasangan suami-isteri yang sah jadi tak perlu bersikap kayak cowok abg lugu,” ujarnya Erina sambil menusuk-nusuk dada bidang yang berotot keras.
Akmal yang hanya memakai celana dan ber**telanjang dada membuat Erina semakin kesemsem melihatnya.
“Kalau seperti ini tiap hari yang gue lihat secapek apapun gue pasti bakal hilang dan seketika langsung ambyar tuh rasa lelah gue,” ucap Erina yang blak-blakan.
Telinganya Akmal semakin memerah mendengar ucapan dari istrinya.
“Sudah ahh gue mau bersih-bersih dulu, Mbak jangan ngintip yah entar matanya bintitan,” candanya Akmal berjalan pelan-pelan ke arah kamar mandi karena kakinya masih sakit.
Erina tersenyum penuh arti melihat Akmal yang berjalan, “Jadi malam pertamanya ditunda dulu yah, karena kaki dan tanganmu kan terluka?”
Akmal menolehkan kepalanya ke arah Erina,” emang mbak sanggup menahannya?” Akmal berniat membalas menjahili Erina.
Akmal tiba-tiba bulu kuduknya meremang dan panas dingin membayangkan akan melalui malam pertamanya. Dia sedikit takut, grogi dan salah tingkah karena tidak tahu bakalan bagaimana melalui malam pertamanya.
Sedangkan dirinya tidak punya pengalaman apapun mengenai hubungan suami atau istri. Berciuman saja belum pernah dicobanya apalagi hal yang lebih intim.
Erina langsung kicep mendengar perkataan dari suami brondongnya, tubuhnya tremor seketika karena sudah membayangkan bagaimana akan melakukan malam pertamanya. Pikiran aneh sudah memenuhi kepalanya hingga dia bergidik ngeri-ngeri sedap.
“OMG! Apa gue bisa melakukannya dengan baik, bagaimana kalau gue salah posisi atau apa gitu?” gumamnya Erina.
Erina hanya pintar dan jago dikata-kata saja yang sering sengaja menggoda Akmal tetapi prakteknya langsung nol besar padahal dia wanita dewasa.
Akmal tersenyum menyeringai,” kenapa Mbak diam! Apa takut? Ish… ish cemen ternyata jago di ucapan doang!” ejeknya Akmal padahal dia juga sudah panas dingin pusing setengah hidup.
Erina yang terpancing emosinya langsung berdiri dari posisi duduknya di atas ranjang. Dia tersenyum smirk dan terus berjalan ke arah Akmal sedang Akmal malah memundurkan tubuhnya ke arah belakang.
“Kenapa loh mundur, apa Lo takut?” Erina menaik turunkan alisnya melihat sikapnya Akmal.
Keduanya sudah saling berhadapan hingga semakin terkikis jarak keduanya. Kedua mata mereka saling berpandangan.
Jantung keduanya berdebar-debar dan bertalu-talu hingga irama detakan jantungnya terdengar oleh rungu keduanya.
“Gue gak ta-kut, ke-na-pa gue ha-rus ta-kut,” balasnya Akmal yang sampai-sampai tergagap dalam berbicara.
“Kalau Lo nggak takut buktikan!?” Erina malah menantang suami bocilnya.
Tubuhnya Akmal mentok megenai dinding hingga dia tidak leluasa untuk bergerak. Apalagi kedua tangan dan kakinya terluka. Erina melihat raut wajahnya Akmal sudah nampak pias pucat pasi.
“Yang nantangin siapa yang takut siapa!?” sarkasnya Erina.
Tawa Erina sontak menggelegar memenuhi setiap sudut kamar presidensuit hotel bintang lima itu.
“Hahaha! Astaga dragon lucu benar melihat kamu seperti ini,”
Erina sampai-sampai memegangi perutnya karena tertawa begitu kencang hingga otot-otot perutnya sedikit kram dan tegang.
Akmal gegas meninggalkan Erina yang terus menertawai dirinya yang salah tingkah.
“Hahaha, dasar bocil! Katanya sudah bisa buat bocah tau-taunya baru dikerjain kayak gitu sudah kelimpungan,” olok Erina yang suara tawanya semakin keras saja.
Seumur-umur Akmal tidak pernah dalam posisi seperti ini berduaan saja dengan yang bukan lawan jenisnya sama halnya dengan Erina yang berpacaran dengan Dimas. Tetapi hubungan mereka terasa hambar dan terkesan kaku karena tidak pernah terjadi adegan yang romantis yang mengarah ke hubungan lebih intim.
Akmal mengusap wajahnya dengan gusar karena dia kebingungan dengan sikapnya yang entah apa terjadi kepada dirinya sendiri.
“Shit!! Kenapa gue gak bisa berkutik menghadapi Mbak Erina? Apa yang terjadi padaku jangan-jangan burung perkutut gue gak bisa berfungsi dengan normal,” gerutunya.
Akmal merutuki kebodohannya dan dan menyalahkan bagian sensitifnya karena tidak ada reaksi apapun yang dirasakannya ketika jari jemarinya Erina menyentuh dada sixpacknya.
“Gue hanya malu-malu saja apa karena pengaruh itu sehingga dulu waktu dengan Olivia gue gak selalu marah dan risih kalau Olivia memelukku?” duganya Akmal.
Akmal kembali mengingat apa yang barusan terjadi, ketika wajahnya dan Erina bersentuhan hanya rasa malu dan grogi serta takut yang dirasakannya. Bagian sensitifnya sama sekali tidak mengirim sinyal kalau sudah bersiap bertempur.
“Ya Allah apa gue bukan pria normal yah? Apa jangan-jangan senjataku loyo dan hanya bisa dipakai kencing saja?” gumamnya.