Bagaimana jadinya saat tiba - tiba ibumu menanyakan saat ini berapa umurmu dan menawari hadiah ulang tahunmu yang ke 21 dengan hadiah jodoh?.
"Nis, Nisa sekarang umurmu berapa?." Tanya Dewi tiba-tiba saat masuk kamar putrinya. Nisa yang ditanya sang ibu pun langsung menjawab tanpa menaruh kecurigaan sedikitpun karena memang sang ibu terkadang sangat random. " Dua puluh tahun sebelas bulan ".
" Berarti sudah boleh menikah, hadiah ulang tahunnya jodoh mau? "Jawab sang ibu yang membuat Nisa kaget dan langsung tertawa.
Nisa yang sudah hafal betul tentang kerandoman ibunya pun berniat meladeni pembicaraan ini yang dia kira adalah candaan seperti yang sudah sudah.
" Boleh... Asal syarat dan ketentuan berlaku, yang pertama seiman, yang kedu-".Belum selesai Nisa bicara dia mendengar ibunya sudah tertawa lepas yang membuat Nisa juga ikut tertawa dan langsung pergi dari kamar putrinya.
Tanpa Nisa ketahui bahwa yang ia anggap candaan itu adalah sesuatu yang serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PERMATABERLIAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20.
Saat Nisa masih mengatur napasnya ia tidak sadar bahwa ia dan Bagas saat ini sama-sama bagaikan sekarang bayi yang baru saja lahir karena tidak mengenakan apapun juga.
Secepat itu Bagas melucuti pakaian istrinya dan juga dirinya sendiri. Barulah saat Nisa mulai membuka kedua matanya ia baru sadar jika saat ini ia tidak mengenakan apapun, sehingga dengan otomatis kedua tangannya berusaha menutupi dada dan daerah sensitifnya.
Hal ini juga berlaku dengan Bagas yang sudah tidak mengenakan apapun juga tentunya karena saat ini Nisa dapat melihat sesuatu yang biasanya tersembunyi dibalik celana sang suami untuk pertama kalinya.
"Kaya tongkat pak satpam," batin Nisa sambil menelan salivanya saat pertama kalinya bertatap muka dengan adik kesayangan suaminya.
Jantung Nisa semakin berdebar saat Bagas mulai merangkak diatas tubuhnya untuk kembali mengungkungnya. Dalam benak Nisa terus menerka-nerka apa lagi yang akan terjadi setelah ini.
"Kenapa ditutupi sayang," tanya Bagas saat ia melihat istrinya berusaha menyembunyikan kemolekan tubuhnya dengan kedua tangannya walaupun hal itu percuma saja karena tentunya tangan mungil sang istri tidak akan bisa menjangkau semuanya.
"Malu" cicit Nisa menjawab pertanyaan Bagas.
"Kenapa malu, Mas sudah lihat dan juga sudah memegangnya tadi," jawab Bagas sambil menyingkirkan tangan istrinya yang menghalangi pemandangan indah didepannya.
Tanpa mau mendengar lagi jawaban Nisa, Bagas kembali membungkam mulut Nisa dengan ciuman, dan tangannya yang bebas perlahan tapi pasti menuntun tangan Nisa untuk memegang adiknya yang dibawah sana.
Nisa membulatkan bola matanya tanpa melepaskan ciuman antara ia dan Bagas saat ia merasakan tangannya memegang sesuatu yang keras dan bertekstur milik sang suami.
"Kenalan dulu," ucap Bagas setelah melepaskan ciumannya dan mengarahkan tangan sang istri untuk bergerak mengelus sang adik yang semakin meronta.
Merasa semakin tidak tahan saat merasakan kelembutan tangan istrinya yang membelai sang adik, Bagas merasa untuk mengakhiri tahap pemanasannya dan segera masuk ke permainan inti.
Bagas mulai kembali memberikan rangsangan kepada sang istri dengan cara menggesekkan sang adik dengan milik sang istri, dan saat Nisa mulai terlena ia mulai melakukan penyatuan dengan satu dorongan kuat yang mengejutkan Nisa tentunya karena ada sesuatu yang masuk kedalam tubuhnya dibawah sana.
"Kak Bagas ... " rintih Nisa menyebut nama Bagas saat Bagas baru memasukkan ujung sang adik.
Melihat sang istri sudah merintih padahal baru masuk ujungnya saja, Bagas mencari cara agar perhatian Nisa teralihkan.
"Kalo kamu merasa sakit, kamu cakar kakak tidak apa-apa."
Setelah mengatakan itu Bagas kembali memberikan ciuman panas kepada Nisa untuk mengalihkan perhatiannya dan saat Nisa mulai terbuai dengan ciumannya ia dengan sengaja mendorong lebih kuat adiknya dibawah sana supaya terbenam dengan sempurna ditempatnya.
Nisa mencakar pundak Bagas yang polos saat merasakan sesuatu yang besar menghujam dengan kuat dirinya dibawah sana.
Berhasil membenamkan seutuhnya sang adik di milik sang istri, Bagas tidak langsung menggerakkan tubuhnya.Ia menunggu sang istri terbiasa terlebih dahulu dengan kehadiran dirinya.
"Masih sakit?" tanya Bagas setelah cukup lama mendiamkan adiknya didalam sang istri.
Nisa hanya menjawab dengan menggeleng kepalanya saat rasa sakit yang ia rasakan sudah berkurang.
Melihat jawaban sang istri barulah Bagas mulai menggerakkan tubuhnya diatas sang istri.
Bagas merasa adiknya mendapatkan tempat ternyaman nya saat ia merasakan kenikmatan yang tiada tara saat baru saja menggerakkan tubuhnya memompa sang istri.
Awalnya gerakan Bagas lembut tapi lama- kelamaan gerakannya semakin cepat saat ia merasakan semakin gila dibuatnya sebab kenikmatan tubuh Nisa yang ia rasakan.
"Mas Bagas ... "
Nisa terus mendesah saat merasakan hujaman demi hujaman dari sang suami dan tanpa sadar mengubah panggilannya kepada sang suami menjadi Mas.
Mendengar suara desahan Nisa yang terdengar merdu di telinganya sebab ulahnya, Bagas semakin semangat untuk membuat sang istri semakin menggila. Apalagi saat mendengar panggilan baru untuknya yang membuatnya semakin menggila diatas tubuh sang istri.
Merasa sudah mencapai batasnya Bagas semakin menghujam tubuh sang istri semakin dalam dan saat ia dan Nisa sampai kepuncak nirwana bersama-sama ia menumpahkan semua cairannya kedalam tubuh sang istri.
Tubuh Nisa bergetar saat ia merasakan semburan panas dari adik sang suami didalam sana.
"Terimakasih sayang," ucap Bagas sambil memberikan kecupan di dahi sang istri setelah ia merasakan pelepasan untuk pertama kalinya.
Bagas segera menggulingkan tubuhnya kesamping sang istri setelah ia selesai dengan kegiatannya karena tahu bahwa berat badan nya yang tidak ringan itu, apalagi tubuh istrinya yang kecil mungil.
Diraihnya tubuh Nisa untuk masuk kedalam pelukannya. Bagas dan Nisa tidak langsung tidur setelah melakukan penyatuan untuk pertama kalinya walaupun merasakan tubuhnya sudah lelah, karena kesempatan ini mereka gunakan untuk melakukan pillow talk(percakapan setelah berhubungan intim).
Lama keduanya hanya diam sambil berpelukan dengan tangan Nisa yang sibuk menggambar abstrak didada bidang sang suami.
"Kak Bagas ... "
Bagas mengernyitkan dahinya saat ia mendengar panggilan sang istri untuknya yang kembali seperti semula.
"Kok Kak lagi manggilnya?"
Nisa bingung mendengar pertanyakan yang dilontarkan oleh sang suami tentang panggilan yang ia sematkan untuknya.
"Bukannya biasanya juga itu ya Kak?"
"Ubah yang kaya tadi saja," jawab Bagas yang ingin dipanggil dengan sebutan Mas bukan Kak karena menurutnya lebih mesra saja di telinganya.
"Kaya tadi?" tanya Nisa bingung mendengar jawaban sang suami.
"Ia yang kaya tadi, saat kamu desah tadi."
Nisa langsung kicep mendengar jawaban suaminya yang jujur tanpa disaring dulu itu.
"Oh yang itu ... " jawab Nisa sambil mengingat-ingat kembali panggilannya untuk Bagas beberapa saat lalu.
*
*
"Mas Bagas ingat gak sama Kata-kata aku tentang punya anak waktu kita baru ketemu dulu?" tanya Nisa memulai percakapan dan tentunya setelah mengubah panggilannya untuk Bagas menjadi Mas.
"Iya inget."
"Eee ... kalo kita nunda dulu buat punya anak gimana?, bukannya aku gak pengen punya anak dari Mas Bagas, cuma aku ingin kita berdua dulu aja, aku pengen ngerasain pacaran dulu."Nisa mengutarakan keinginannya beserta penjelasannya supaya Bagas tidak salah paham.
"Tidak lama kok Mas, paling lama satu tahun," sambung Nisa lagi.
"Tidak apa-apa sayang Mas ikut mau kamu, karena punya anak itu harus kemauan kedua belah pihak sebab tanggung jawabnya juga dibagi dua."jawab Bagas bijak.
"Tapi tadi Mas keluar didalam."tanya Bagas sedikit was-was setelah mengingat bahwa tadi ia mengeluarkan cairannya di dalam tubuh sang istri.
"Mas tenaga aja aku udah beli ini," Nisa mengambil sesuatu di dalam laci yang ternyata adalah pil kontrasepsi.
Bagas tersenyum dan merasa lega karena ternyata sang istri sudah memikirkan dan menyiapkan semuanya.
"Kali ini saja kamu minum itu, setelah ini biar Mas yang pakai kondom saja karena pil itu pasti ada efek sampingnya kan buat kamu."
"Iya, makasih Mas." Nisa senang karena ternyata Bagas juga memikirkan kesehatannya tanpa mementingkan egonya saja.
Bersambung