Gendhis Az-Zahra Bimantoro harus menerima takdir kematian ayahnya, Haris Bimantoro dalam sebuah kecelakaan tragis namun ternyata itu adalah awal penderitaan dalam hidupnya karena neraka yang diciptakan oleh Khalisa Azilia dan Marina Markova. Sampai satu hari ada pria Brazil yang datang untuk melamarnya menjadi istri namun tentu jalan terjal harus Gendhis lalui untuk meraih bahagianya kembali. Bagaimana akhir kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempatan Emas
Renan yang baru saja siuman dari komanya, tiba-tiba teringat akan Gendhis. Ia ingat betul bahwa ia pernah berurusan dengan dua wanita kejam, Marina dan Khalisa, yang telah menyiksa dan menindas Gendhis. Ia juga ingat bahwa ia telah berjanji kepada mendiang Haris untuk menikahi dan melindungi Gendhis.
"Gendhis! Aku harus menyelamatkannya!" kata Renan, dengan nada yang panik.
Ia kemudian menceritakan semua yang ia ingat kepada kedua orang tuanya. Ia menceritakan tentang Marina dan Khalisa, tentang perlakuan mereka yang kejam terhadap Gendhis, dan tentang janjinya kepada Haris.
Pedro dan Suzanna sangat terkejut dan marah mendengar cerita Renan. Mereka tidak menyangka bahwa ada orang yang tega berbuat sekejam itu kepada seorang gadis yang tidak bersalah.
"Ini tidak bisa dibiarkan! Kita harus segera bertindak!" kata Pedro, dengan nada yang marah.
"Kita harus membantu Gendhis keluar dari rumah itu," timpal Suzanna, dengan nada yang khawatir.
Renan kemudian meminta bantuan kepada kedua orang tuanya untuk menyelamatkan Gendhis dari cengkeraman Marina dan Khalisa. Ia tidak ingin Gendhis terus menderita di rumah yang penuh dengan kekerasan itu.
"Papa, Mama, tolong bantu aku untuk membawa Gendhis keluar dari rumah itu," pinta Renan, dengan nada yang memohon.
Pedro dan Suzanna mengangguk setuju. Mereka berjanji akan membantu Renan untuk menyelamatkan Gendhis.
"Kami akan melakukan apapun untukmu, Nak," kata Pedro, dengan nada yang penuh kasih sayang.
"Kami tidak akan membiarkan Gendhis terus menderita," timpal Suzanna.
Renan merasa sangat lega dan bahagia mendengar perkataan kedua orang tuanya. Ia tahu, ia tidak sendirian dalam menghadapi masalah ini. Ia memiliki orang tua yang sangat menyayanginya dan akan selalu ada untuknya.
"Terima kasih, Papa, Mama," kata Renan, dengan nada yang terharu. "Aku sangat beruntung memiliki kalian."
Pedro dan Suzanna tersenyum dan memeluk Renan dengan erat. Mereka berdua berjanji akan segera menyusun rencana untuk menyelamatkan Gendhis.
****
Dengan tekad yang bulat, Pedro dan Suzanna, akhirnya tiba di rumah besar keluarga Bimantoro. Rumah mewah yang seharusnya menjadi tempat yang penuh kehangatan dan kebahagiaan itu, kini terasa dingin dan mencekam. Pedro dan Suzanna merasakan firasat tidak enak saat memasuki gerbang rumah tersebut.
Di ruang tamu, Khalisa dan Marina sudah menunggu kedatangan mereka. Kedua wanita itu duduk dengan angkuh di sofa, wajah mereka dipenuhi tatapan sinis dan merendahkan. Mereka sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat kepada Pedro dan Suzanna, yang notabene adalah orang tua dari Renan, korban percobaan pembunuhan yang mereka lakukan.
"Selamat siang," sapa Pedro, dengan nada yang sopan.
"Siang," jawab Khalisa dan Marina, dengan nada yang datar dan tidak bersahabat.
Suzanna, yang tidak bisa menyembunyikan rasa geramnya, langsung bertanya dengan nada yang ketus, "Di mana Gendhis?"
Marina, dengan sikap angkuh dan bersidekap, menjawab pertanyaan Suzanna dengan nada yang meremehkan, "Gendhis? Memangnya ada urusan apa kalian dengan dia?"
"Kami adalah orang tua Renan," kata Pedro, dengan nada yang tegas. "Kami datang ke sini untuk menjemput Gendhis."
Khalisa dan Marina tertawa sinis mendengar perkataan Pedro. Mereka berdua merasa sangat lucu dengan kedatangan kedua orang tua Renan yang sudah tua itu.
"Kalian pikir kalian siapa? Kalian berhak untuk ikut campur urusan keluarga kami?" kata Khalisa, dengan nada yang merendahkan.
"Gendhis adalah bagian dari keluarga kami. Kalian tidak punya hak untuk membawanya pergi," timpal Marina, dengan nada yang tidak kalah sinis.
Pedro dan Suzanna tidak terpancing dengan perkataan Khalisa dan Marina. Mereka berdua sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Mereka tidak akan menyerah sampai mereka berhasil membawa Gendhis keluar dari rumah itu.
"Kami tidak akan pergi dari sini sebelum kami melihat Gendhis," kata Pedro, dengan nada yang tegas.
"Kami ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja," timpal Suzanna.
Khalisa dan Marina saling berpandangan. Mereka berdua merasa kesal dengan kedatangan Pedro dan Suzanna. Mereka tidak ingin kedua orang tua itu merusak rencana mereka.
"Kalian berdua sudah terlalu jauh ikut campur urusan kami. Sebaiknya kalian pergi dari sini sebelum kami bertindak lebih jauh," kata Khalisa, dengan nada yang penuh ancaman.
Marina menambahkan, "Kami tidak akan segan-segan untuk melakukan apapun untuk melindungi kepentingan kami."
Pedro dan Suzanna tidak takut dengan ancaman Khalisa dan Marina. Mereka berdua sudah bertekad untuk membawa Gendhis kembali kepada mereka.
"Kami tidak akan menyerah. Kami akan terus berjuang untuk keadilan," kata Pedro.
"Kami akan membuktikan bahwa kalian berdua adalah orang yang jahat," timpal Suzanna.
****
Dengan langkah angkuh dan tatapan mata yang penuh kebencian, Marina meninggalkan ruang tamu, tempat Pedro dan Suzanna menunggu. Ia menuju ke belakang rumah, mencari Gendhis yang sedang melakukan pekerjaan rumah.
Marina sudah tidak sabar ingin menyampaikan "pesan khusus" kepada gadis itu.
Marina menemukan Gendhis di dapur, sedang mencuci piring kotor sisa makan siang. Ia menghampiri Gendhis dengan langkah yang kasar, membuat gadis itu terkejut dan menoleh ke arahnya.
"Gendhis," panggil Marina, dengan suara yang dingin.
Gendhis, yang sudah terbiasa dengan sikap kasar Marina, hanya menunduk dan tidak berani menatapnya. Ia tahu, ada hal buruk yang akan terjadi.
"Ada apa, Tante?" jawab Gendhis, dengan nada yang gugup.
Marina menyeringai sinis. "Orang tua Renan datang ke sini," kata Marina, dengan nada yang merendahkan. "Mereka ingin membawamu pergi."
Gendhis terkejut mendengar perkataan Marina. Ia tidak menyangka bahwa orang tua Renan akan datang untuk menjemputnya. Ia merasa sangat senang dan berharap bisa segera keluar dari rumah yang penuh dengan penderitaan ini.
"Mereka ingin membawaku?" tanya Gendhis, dengan nada yang penuh harap.
Marina tertawa sinis. "Jangan bodoh! Kamu pikir mereka benar-benar ingin membantumu?" kata Marina, dengan nada yang meremehkan. "Mereka hanya ingin memanfaatkanmu untuk kepentingan mereka sendiri."
Gendhis terdiam. Ia tidak tahu harus percaya pada siapa. Ia sudah terlalu sering dibohongi dan disakiti oleh Marina dan Khalisa.
"Dengar baik-baik, Gendhis," kata Marina, dengan nada yang penuh ancaman. "Aku tidak akan membiarkanmu pergi dari rumah ini. Kamu adalah milikku. Kamu harus tetap tinggal di sini dan melayani aku dan keluarga ku."
Marina kemudian mendekat ke arah Gendhis dan mencengkeram lengannya dengan kuat. Matanya menatap Gendhis dengan tatapan yang tajam dan penuh intimidasi.
"Jika kamu berani ikut dengan mereka, aku akan membunuh Bismo," kata Marina, dengan suara yang pelan namun penuh ancaman.
Gendhis terkejut mendengar ancaman Marina. Ia tahu, wanita tua itu tidak main-main dengan perkataannya. Ia sangat menyayangi Bismo dan tidak ingin kakaknya celaka.
"Tante, jangan lakukan itu," kata Gendhis, dengan nada yang memohon. "Saya tidak akan pergi. Saya akan tetap tinggal di sini."
Marina melepaskan cengkeramannya dari lengan Gendhis. Ia tersenyum sinis melihat ketakutan di wajah gadis itu.
"Bagus. Kamu sudah membuat pilihan yang tepat," kata Marina. "Ingat, aku akan selalu mengawasi kamu. Jangan coba-coba untuk berkhianat padaku."