DISAYANGI TUAN VAMPIRE

Di dalam mobil Claire mencoba membuka pintu mobil tapi semua percuma, mobil itu seperti sebuah penjara yang berjalan, sulit dipatahkan. Cedric yang sedang berlari pagi, menghentikan langkahnya, dia menajamkan pendengarannya. Samar-samar dia mendengar suara lembut seseorang.

Cedric membungkuk dan mengambil sebuah batu yang terlihat biasa, lalu menggenggamnya erat. Batu bias aitu telah berubah menjadi batu langit. Permukaannya berkilauan, seolah menyimpan serpihan bintang. Cedric baru saja memanggil Batu langit. Itu adalah peninggalan dari zaman purba, vampir kuni, yang konon memiliki kekuatan luar biasa untuk menghancurkan apa saja yang menjadi sasarannya.

Cedric menatap ke kejauhan, matanya tertuju pada sebuah jalan raya yang sepi. Di kejauhan, sebuah mobil melaju dengan kecepatan sedang, dengan penuh keyakinan pria itu melemparkan Batu itu.

Batu itu melesat dengan kecepatan luar biasa. Angin bergetar ketika batu itu melintasi, menciptakan suara seperti gemuruh guntur. Di atas langit, dikelilingi oleh aura yang memancar seperti api biru. Energi magisnya menggetarkan udara di sekitarnya, menarik perhatian burung-burung yang terbang panik menjauh.

Ketika batu itu akhirnya mencapai mobil, dampaknya luar biasa. Seolah-olah langit sendiri menghantam kendaraan tersebut. Kap mobil terlepas seperti kertas, panel besinya melengkung dan meleleh akibat panas yang ditimbulkan oleh energi batu tersebut.

Kaca depan mobil pecah menjadi ribuan serpihan yang berkilauan seperti kristal, meluncur ke udara sebelum jatuh berserakan di aspal. Suara hantaman itu menggema ke seluruh jalan, seperti ledakan besar yang mengguncang bumi. Mobil yang semula melaju kini berhenti total, bodinya remuk seperti mainan yang diremukkan tangan raksasa.

Setelah menyelesaikan tugasnya, batu itu kembali ke tanah dengan lembut. Energinya telah mereda, kembali menjadi batu biasa yang tergeletak tak bernyawa. Pria itu, yang menyaksikan kehancuran tersebut dari kejauhan, tersenyum kecil. Dia tahu, Batu Langit hanya bisa digunakan oleh mereka yang memahami rahasianya—dan hari ini, batu itu telah membuktikan kekuatannya sekali lagi.

Di dalam mobil, Claire mulai gemetaran karena melihat apa yang baru saja terjadi. Supir pun sama terkejutnya, dia pun keluar tanpa memperdulikan Claire yang masih berusaha untuk membuka pintu. Ledakan kecil muncul dari bawah mesin mobil.

Claire bertambah panik, dia mengambil palu kecil yang ada di mobil, ini biasa dipakai dalam keadaan darurat, dengan sekali ayunan dia berhasil memecahkan kaca jendela. Lalu dia pun keluar dari kaca jendela tersebut.

Claire berhasil melarikan diri, suara di belakang terdengar berdentum kencang, mobilnya baru saja meledak. Claire tertawa lalu menangis karena doanya baru saja dikabulkan. “Mobil itu telah celaka.”

Claire berlari dengan napas terengah-engah, gaun putih pernikahannya yang Anggun kini penuh debu dan robek di beberapa bagian. Sepatu kaca yang sebelumnya berkilauan tertinggal di dalam mobil, tapi dia tak peduli.

Meskipun begitu, di tengah ketakutan dan kesulitan, Claire menemukan kekuatan dalam dirinya yang sebelumnya tak pernah dia sadari. Para pejalan kaki memperhatikan Claire yang berlari dengan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya. Sementara itu, Tuan Sanders nampak sedang berselisih paham dengan Tuan Gregory.

“Apa kau memiliki musuh?” tanya pria tua kejam itu.

“Kami… tidak tentu saja tidak, keluarga kami tidak memiliki musuh!” jawab Tuan sanders dengan meyakinkan.

“Bu, apa Claire baru saja melarikan diri dari pernikahannya, tapi siapa yang membantunya?” tanya Bianca penasaran.

“Yang aku dengar seperti itu, mobil yang dia naiki mengalami kecelakaan. Aku dengar mobil itu meledak!” jelas Nyonya sanders.

“Apakah dia mati?” tanya Bianca menyiratkan raut senang di wajahnya.

Nyonya sanders mencubit tangan Bianca, “Berharap saja tidak! Jika sampa dia mati, itu artinya yang harus menikah dengan Tuan Gregory adalah kau!”

Mendengar apa yang dikatakan ibunya, raut senang di wajah Bianca langsung saja menghilang. “Lalu sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Bianca.

“Serahkan saja kepada Ayahmu dan Tuan Gregory!” jawab Nyonya Sanders.

Pada saat ini terlihat raut ketidakpuasan di wajah Tuan Gregory. “Jika kau tidak menemukannya maka aku anggap pemberian tanah di tepi pantai itu batal!”

“A-aku akan pastikan membawanya langsung kepadamu secepat mungkin!” janji Tuan Sanders.

Tuan Gregory sudah sangat menginginkan Claire ketika sebelumnya dia telah dikirimi foto Claire yang cantik dengan gaun pengantin anggunnya. Dia sesaat memandang Bianca, melihat tatapan tuan Gregory, Nyonya sanders langsung mennyembunyikan Bianca di belakang punggungnya.

“Bu, bagaiaman jika dia menginginkankku!” imbuh Bianca sedikit merengek.

“Tenang saya, Ayahmu pasti akan melakukan sesuatu untuk membereskan semua masalah ini!” hibur Nyonya Sanders.

Claire masih berlari dengan tanpa alas kaki. Jantungnya berdetak kencang, napasnya terengah, namun langkahnya tak pernah melambat. Dia tahu entah di sudut mana kemungkinan besar bisa saja dia ditangkap oleh orang suruhan ayahnya. Dengan cekatan, Claire melintasi trotoar demi trotoar.

Angin dingin mulai menusuk kulitnya, membawa serta bau tanah basah dari hujan yang baru saja turun. Gaun pengantinnya terseret di tanah, ujung-ujung bajunya telah robek oelh ranting yang ada di taman. Claire bersimpuh lemas di taman, tubuhnya telah kelelahan lari di bawah hujan deras, napasnya masih tersengal karena lelah berlari.

Claire menatap sepasang sepatu olah raga yang saat ini berdiri di depannya, dia pun mendongakan kepalanya. Terlihat seorang pria dengan jaket lari bermodel ada penutup kepala sedang memayunginya. “Apa kau baik-baik saja, Nona…!”

Claire memberikan tatapan lurus kepadanya, dengan mata memerah. Air mata dan air hujan pun tersamarkan karena jatuh bersamaan. Pria itu mengulurkan tangnannnya, Claire bergeming lalu perlahan meraih uluran tangan pria asing itu.

“Apa kau baru saja lari dari pernikahan?” tanya pria itu.

Hidung Claire mulai basah lagi, dia mengusapnya sambil menganggukan kepalanya. Pria itu merangkul bahu Claire, mereka berdua berjalan beriringan.

Claire seperti terhipnotis dia pun mengikuti langkah pria asing itu, entah akan dibawa kemana. Tapi dalam hati dia merasa ketenangan yang belum pernah dia rasakan. Pria itu membawanya ke unit apartemen. Claire memperhatikan koridor tua apartemen itu, barulah hatinya merasa takut, Dia pun berhenti mengikuti langkah kaki pria itu. “Apa kau takut?” tanya pria itu seraya menoleh.

“A-apa kau tinggal di sini?” tanya Claire sambil mencoba memperhatikan wajah pria yang setengah tertutup oleh jaket hodienya.

“Ya, aku tinggal di sini!” jawabnya dengan suara serak beratnya,

“Jika kau merasa aku berbahaya untukmu, silakan pergi!” imbuh pria asing itu lagi dan melangkah cuek untuk masuk ke unit apartemennya itu.

Claire merasa sedikit tertekan, saat ini pilihan yang dia punya hanyalah pria asing yang sebentar lagi akan menutup pintu unit apartemennya itu.