JANGAN BOOM LIKE 🙏🏻
Di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh amukan Liora Ravenscroft, putri bungsu dari Grand Duke Dimitri Ravenscroft, ruangan berantakan dan pelayan-pelayan yang ketakutan menggambarkan betapa dahsyatnya kemarahan Liora. Namun, ketika ia terbangun di tengah kekacauan tersebut, ia menemukan dirinya dalam keadaan bingung dan tak ingat apa pun, termasuk identitas dirinya.
Liora yang dulunya dikenal sebagai wanita dengan temperamental yang sangat buruk, kini terkejut saat menyadari perubahan pada dirinya, termasuk wajahnya yang kini berbeda dan fakta bahwa ia telah meracuni kekasih Putra Mahkota. Dengan mengandalkan pelayan bernama Saina untuk mengungkap semua informasi yang hilang, Liora mulai menggali kembali ingatannya yang tersembunyi dan mencari tahu alasan di balik amukannya yang mengakibatkan hukuman skors.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosalyn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PESTA DANSA VALENMORE
...11...
Liora memandang mereka satu per satu dalam kebingungannya. Entah apa yang menyebabkan mereka semua begitu takut pada putri keluarga Valenmore. Meskipun Aurelia adalah bunga sosialita saat ini, Liora tidak merasa ada alasan baginya untuk takut, apalagi tunduk.
Jika dilihat dari kedudukan, jelas Liora yang paling tinggi. Tidak ada yang berani meremehkan Liora secara terang-terangan, meskipun ia memiliki temperamen buruk.
“Tidak ada yang perlu ditakuti. Lagipula, aku tidak tertarik berurusan dengan mereka,” ucap Liora santai. “Aku tidak tertarik menjadi bunga sosialita, apalagi bersaing untuk itu.”
"Seperti yang diharapkan dari Anda, My Lady. Pasti Anda akan terlihat sangat serasi dengan pasangan dansa Anda nanti," puji Saina. Namun, sesaat kemudian dia tersadar pada perkataannya. "T-tunggu dulu, My Lady... Anda tidak lupa, kan, bahwa Anda membutuhkan seorang partner dansa di pesta kali ini?"
Saina melihat ekspresi datar Liora melalui pantulan cermin. Kecurigaannya semakin besar. Ketakutannya menjadi kenyataan—ternyata hingga saat ini, Liora belum menentukan siapa partner dansanya.
Meskipun ada yang mungkin mengajaknya berdansa, dengan reputasi Liora saat ini, mustahil ada yang benar-benar ingin berdansa dengannya. Hal itu bisa saja memicu cibiran dari bangsawan lain, membicarakan rumor tentang Liora, bahkan mempermalukannya secara tidak langsung.
"Aku hanya perlu meminta seseorang menjadi partner dansa ku, bukan?" tanya Liora.
"Jangan bilang... Apakah Anda akan meminta Putra Mahkota menjadi partner Anda, My Lady?" tanya Saina penuh kecemasan.
Liora menggeleng tegas, menolak keras pertanyaan yang berhubungan dengan Putra Mahkota. "Tidak! Jangan pernah sebut bajingan itu lagi!" dengusnya kesal. "Aku akan mengirim surat kepada Nichol," lanjutnya, membuat semua pelayan terkejut.
Surat? Kepada Nichol? Untuk berdansa? Itulah yang ada di pikiran mereka saat ini. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa Liora akan mengajak Nichol, si tiran, untuk menjadi partner dansanya. Selama ini, Nichol tidak pernah menghadiri pesta apa pun, apalagi pesta di kediaman mana pun.
"My Lady... jika Anda meminta Tuan Muda Nichol menjadi partner dansa Anda... Saya hanya takut..." lirih Saina.
Pelayan-pelayan lain hanya diam, menatap Liora dengan ragu-ragu. Melihatnya, Liora sudah bisa memahami maksud mereka. Ia mengingat dengan jelas ingatan yang diberikan oleh Liora asli padanya. Nichol adalah seorang tiran yang sangat kejam, bahkan lebih kejam daripada Liora sebelumnya.
Jika ada yang berani mengusik ketenangannya, Nichol tidak segan-segan menghancurkan orang itu, bahkan keluarganya sekaligus. Apalagi, Nichol adalah seorang penyihir agung muda yang telah mendominasi dunia sihir di beberapa kekaisaran.
“Tidak perlu takut. Ambilkan saja artefak sihir pengirim surat milikku,” perintah Liora kepada Saina.
"Baik, My Lady," jawab Saina dengan suara lemas. Ia kemudian mengambil artefak sihir milik Liora dan menyerahkannya pada sang Nona.
Para pelayan tampak penasaran dengan isi surat yang ditulis oleh Liora, namun tidak ada seorang pun di antara mereka yang berani mengintip. Setelah cukup lama menulis, Liora melipat surat itu, memasukkannya ke dalam amplop berwarna biru, dan memberikan cap miliknya yang berbentuk bunga matahari dengan lilin yang tercampur emas terbaik.
Setelah surat itu selesai, Liora memasukkannya ke dalam sebuah peti kecil yang memancarkan aura sihir yang cukup kuat. Ia menutup peti kecil itu, dan secara otomatis surat tersebut terkirim melalui sihir, sebuah pemandangan yang menakjubkan.
Para pelayan yang menyaksikannya tampak berbinar dan kagum. Tidak semua bangsawan memiliki peti sihir pengantar surat seperti ini, dan Liora mendapatkannya secara cuma-cuma tanpa membayar mahal, karena penciptanya adalah Nichol, kakak keduanya.
Tak lama setelah surat itu terkirim, muncul sebuah cahaya keemasan. Cahaya itu perlahan membentuk sebuah pintu yang kemudian terbuka, memperlihatkan Nichol yang sudah rapi dengan setelan yang serasi dengan Liora.
“Aku di sini, Liora,” ucap Nichol sambil tersenyum bangga, mengulurkan bunga peony kepada Liora.
Para pelayan yang menyaksikan kejadian itu membuka mata lebar-lebar, merasakan dua perasaan sekaligus. Di satu sisi, mereka terpesona oleh sihir yang dilakukan Nichol, tetapi di sisi lain mereka merasa terintimidasi oleh kehadirannya yang begitu kuat.
“Berhentilah berbicara, dan jangan lupa hilangkan semua mana ini. Pelayanku merasa tidak nyaman karena ulahmu,” ujar Liora datar, bangkit dari duduknya dan menghampiri Nichol.
“Maaf, aku lupa,” jawab Nichol sambil tersenyum, terlihat sedikit bodoh di hadapan Liora. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil memandang penampilan sang adik. Namun, sikapnya segera berubah; ia terdiam dan terpana melihat betapa mempesonanya Liora.
“Kau sangat cantik,” pujinya. Tak lama kemudian, ekspresi terpesonanya berubah menjadi kesal. “Pasti para bajingan bangsawan laki-laki di luar sana akan memandangmu seperti anjing. Aku akan menghabisi mereka jika mereka berani menatapmu!” dengusnya.
Liora hanya terdiam mendengar ucapan Nichol. Dia menghela napas lelah, menatap penampilan kakaknya malam ini.
Sesaat, ia berpikir bahwa ketampanan Nichol adalah sesuatu yang langka. Dengan paras yang rupawan dan mempesona, jika Nichol hidup di dunia modern, dia pasti akan menjadi seorang bintang berkat wajahnya.
“Apa kau bisa berdansa?” tanya Liora dengan nada meragukan, seolah tidak yakin dengan kemampuan Nichol.
“Tentu saja aku bisa! Aku ahli dalam berdansa!” jawab Nichol dengan bangga.
Liora kembali menatap Nichol dengan pandangan tidak percaya. “Selama ini, kau hanya mengurung dirimu di menara sihir. Jadi, sejak kapan kau berlatih berdansa?”
"Tenang saja, Adikku! Kakak mu ini adalah orang yang jenius, cukup jenius untuk mengetahui gerakan dansa yang mudah itu." ucap Nichol membanggakan diri.
Sudut bibir Liora sedikit terangkat, merasa gemas pada sikap Nichol. "Baiklah, kali ini aku akan mempercayaimu," ucap Liora sembari berjalan keluar.
Mendengar itu, Nichol tersenyum dan segera menyusul langkah Liora dengan penuh kebahagiaan. Pergi ke pesta dansa bersama Liora adalah impiannya sejak dulu, dan dia bersyukur karena Liora kini sudah berpisah dengan Putra Mahkota.
Saat keduanya melangkah keluar, atmosfer di luar ruangan terasa berbeda. Para pelayan, yang biasanya sibuk dengan pekerjaan mereka, kali ini berdiri mematung, tertegun melihat Nichol dan Liora berjalan bersama.
Tak ada yang berani mengomentari atau bahkan membisikkan satu kata pun. Nichol memang terkenal tidak suka dibicarakan di belakang, dan pelayan-pelayan itu tentu tahu konsekuensinya.
Sesampainya di halaman utama, sebuah kereta mewah telah menunggu. Roda-roda emasnya bersinar di bawah cahaya lentera, sementara para kuda hitam berdiri tegap, siap membawa mereka ke pesta dansa. Liora melangkah naik ke dalam kereta dengan anggun, diikuti oleh Nichol.
Di dalam kereta, suasana hening. Liora sibuk menatap keluar jendela, sementara Nichol sesekali mencuri pandang ke arah adiknya, ingin mengajaknya berbicara tetapi tak tahu harus memulai dari mana. Keheningan itu terasa menekan, tapi tidak lama kemudian Liora berbicara.
“Kau tidak perlu mengikuti ku sepanjang waktu, kau tahu,” ucap Liora tanpa memalingkan wajahnya dari jendela.
Nichol tersenyum tipis mendengar nada Liora yang acuh tak acuh. “Kau selalu mengatakan itu, tapi tetap saja, aku di sini. Lagi pula, aku bukan hanya mengikuti. Aku juga ingin menikmati malam ini.”
“Menikmati malam?” Liora menoleh, menatap Nichol dengan alis terangkat. “Sejak kapan kau menikmati pesta? Setahuku, kau selalu menghindari acara seperti ini.”
Nichol menahan tawa kecil. “Sejak pesta ini menjadi ajang di mana aku bisa menunjukkan siapa partner dansa mu.” Tatapan Nichol menjadi lebih serius. “Aku tak ingin ada yang meremehkan mu lagi, Liora. Terutama setelah apa yang terjadi dengan Putra Mahkota.”
Liora mendengus kecil, tapi kali ini ada sedikit kelembutan di matanya. “Aku bisa menjaga diriku sendiri, Nichol.”
“Aku tahu.” Nichol mengangguk, namun sorot matanya tetap penuh perhatian. “Tapi kali ini, aku ingin berada di sampingmu.”
Kereta berhenti tepat di depan gedung besar yang gemerlap dengan lampu-lampu kristal. Para bangsawan sudah berkumpul di sana, dan musik mulai terdengar dari dalam aula. Saat pintu kereta dibuka, semua mata tertuju pada Liora dan Nichol yang melangkah keluar dengan anggun. Liora, dengan gaun indahnya yang mengalir seperti air, tampak memukau, sementara Nichol, dengan kehadirannya yang memancarkan aura kuat, menarik perhatian semua orang di sekitarnya.
Bisik-bisik mulai terdengar di antara para tamu. Tak sedikit yang terkejut melihat Nichol hadir di acara seperti ini. Namun, tatapan penuh rasa ingin tahu itu segera terhenti ketika Liora dan Nichol memasuki aula. Suasana mendadak terasa lebih tegang, seolah semua orang menahan napas.
"Apakah Anda mau saya mengumumkan kedatangan Anda, Yang Mulia?" tanya seorang penjaga pada keduanya.
"Tidak usah!" serempak mereka berdua sehingga penjaga itu terdiam mematung dengan wajah pucat.
^^^TO BE CONTINUED^^^