Nara Stephana, pengacara cemerlang yang muak pada dunia nyata. Perjodohan yang memenjarakan kebebasannya hanya menambah luka di hatinya. Dia melarikan diri pada sebuah rumah tua—dan takdirnya berubah saat ia menemukan lemari antik yang menyimpan gaun bak milik seorang ratu.
Saat gaun itu membalut tubuhnya, dunia seakan berhenti bernafas, menyeretnya ke kerajaan bayangan yang berdiri di atas pijakan rahasia dan intrik. Sebagai penasihat, Nara tak gentar melawan hukum-hukum kuno yang bagaikan rantai berkarat mengekang rakyatnya. Namun, di tengah pertempuran logika, ia terseret dalam pusaran persaingan dua pangeran. Salah satu dari mereka, dengan identitas yang tersembunyi di balik topeng, menyalakan bara di hatinya yang dingin.
Di antara bayangan yang membisikkan keabadian dan cahaya yang menawarkan kebebasan, Nara harus memilih. Apakah ia akan kembali ke dunia nyata yang mengiris jiwanya, atau berjuang untuk cinta dan takhta yang menjadikannya utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ijin Kepada Raja
Ruang pribadi Raja terasa lebih sempit dari biasanya karena situasi yang tegang. Disinilah Raze berada, dikelilingi orang-orang yang akan menginterogasi lanjutan dari kasus yang telah menjerat Junto. Junto merupakan pengawal pribadi Raze, yang dimana jika Junto berbuat tidak benar, maka otomatis masalah ini akan mengerucut ke arah Raze.
Raze berdiri di tengah ruangan, dikelilingi oleh tatapan dari semua sisi. Tapi yang paling menekan adalah pandangan Raja sendiri, pandangan yang seperti seorang ayah hendak marah kepada anaknya.
“Aku akan memberimu kesempatan untuk menjelaskan, Raze," suara Raja terdengar dalam seperti gemuruh badai yang tertahan. “Apakah benar kau tidak tahu apa-apa tentang rencana Junto?"
Raze menarik napas panjang sebelum menjawab. "Aku berani bersumpah mati, Paduka. Aku sama sekali tidak mengetahui apa yang Junto lakukan. Tidak ada perintah dari ku untuk tindakan sekeji itu. Aku tidak pernah mendukung hal semacam merugikan kerajaan."
"Kerajaan saja yang kau pikirkan? Apakah rakyat tidak?" Tuding Raja. Raze hanya mampu berdiam diri. Tidak ada pembelaan darinya, karena memang dia akui, dia sedikit abai terhadap kesejahteraan Rakyat bayangan. Kadang-kadang dia lebih suka diperlakukan spesial oleh rakyat ketika dirinya datang ditengah-tengah mereka.
"Pangeran Raze, Junto adalah kaki tangan Anda. Rasanya seperti tidak mungkin, Pangeran tidak mengetahui pengkhianatan ini." Ucap salah satu penasihat.
“Dia bertindak di luar sepengetahuanku,” Raze menjawab cepat, suaranya tegas meskipun sedikit bergetar. “Aku bahkan tidak tahu bagaimana dia bisa merencanakan ini semua. Junto tidak pernah menunjukkan tanda-tanda pembangkangan sama sekali.”
Ratu Baily melangkah maju, suaranya lembut tapi penuh arti. “Raze, kau tahu apa arti dari pengkhianatan ini? Jika kau tidak mengatakan yang benar, kau akan kehilangan segalanya Nak. Jadi katakan yang sejujurnya."
Raze menoleh ke arah ibunya, "Ibu, aku tidak pernah memerintahkannya. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya."
Kasim membuka gulungan dokumen yang dibawanya, memecah suasana tegang. "Ada bukti bahwa Junto mengakses gudang kerajaan tanpa izin dan memindahkan hasil panen ke lokasi yang tidak tercatat. Bagaimana mungkin seorang bawahan melakukan hal ini tanpa sepengetahuan Pangeran?"
"Aku benar-benar tidak terlibat di sini. Sekarang, apakah kalian ada bukti kalau akulah dalang dari masalah ini? Tidak ada kan. Ini adalah pengkhianatan, bukan hanya kepada kerajaan, tapi kepadaku juga."
"Cukup! Aku sudah putuskan hukuman untukmu, Raze. Ini hukuman karena kau sampai tidak tahu bawahanmu bertindak mengambil keuntungan sendiri. Sulit dipercaya, sebagai seorang Pangeran yang dikenal tanpa melewati satu detail pun, kali ini, kau buta sama sekali. Kau bagaikan orang yang sedang dimabuk cinta, yang telah kehilangan fokus terhadap hal besar semacam ini."
Semua terdiam jika Raja sudah ingin menjatuhkan hukuman. Raze termenung sesaat setelah mendengar ayahnya bilang dia seperti orang dimabuk cinta. Apa iya dia sedang jatuh cinta? Kalau benar begitu, dia akan menyatakan rasa cinta ini kepada Nara secepatnya. Raze tersenyum tipis.
"Kenapa kau malah senyum-senyum? Dengarkan baik-baik hukuman dariku, Raze. Hak-hak dirimu sebagai seorang Pangeran dicabut sementara. Kau dilarang datang ke sumber daya Kerajaan, dan juga pertemuan bangsawan. Dan sekarang kau cium lantai di depan kaki orang yang hadir di sini." Raja Veghour memberi hukum kepada Raze yang membuat Pangeran itu merasa malu tapi masih dalam batas kasih sayang seorang ayah.
Raze lekas mencium lantai, dan menerima hukuman bahwa haknya sebagai Pangeran dicabut sementara. Raja melanjutkan bicaranya lagi.
"Junto dijatuhkan hukuman mati karena telah memakan hak Rakyat yang fantastis. Besok, Kau dilarang untuk melihatnya." Ujar Raja kepadanya Raze.
Raze menghela nafas lalu menganggukan kepala.
...***...
Nara terbaring di kasurnya yang empuk, matanya menatap langit-langit kamar yang megah. "Sekarang gue mau ngelakuin apa dulu ya?" gumamnya pelan. "Kadang-kadang buat memulai sesuatu itu agak susah." Begitu katanya pada diri sendiri.
Hari ini penuh dengan berbagai pemikiran yang bikin kepalanya pusing. Langit di luar sudah gelap, sinar bulan merembes masuk melalui celah-celah apa saja hingga menambah rasa kantuk yang mulai datang.
Namun, saat Nara mulai merasa lelah dan hampir terlelap, sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalanya. Ia tersentak bangun, matanya melebar.
"Kenapa nggak coba minta izin sama Raja untuk ngeksplor kamar Ratu Athera?" pikirnya. Ratu itu adalah bagian dari misteri besar yang ingin ia pecahkan, dan mungkin, hanya dengan menyelidiki ruang pribadi sang Ratu, dia bisa menemukan sesuatu petunjuk. Yang jadi pertanyaan adalah...apakah kamar itu masih ada?
Nara sepertinya tidak bisa menunda ide meminta ijin sampai besok pagi. Malam-malam begini dia nekat menemui Raja Veghour, berharap beliau sudi menemui dirinya di waktu istirahat seperti ini.
Menurut aturan istana, selain Ratu, malam bukanlah waktu yang tepat untuk menemui Raja. Namun rasa penasaran yang membara membuatnya tak peduli. Langkahnya mengarah ke kamar megah Raja yang terletak di ujung sayap istana. Di luar pintu, dua pengawal berdiri tegak, memberi hormat begitu Nara mendekat.
Nara menatap pintu besar yang tertutup rapat. Menghela napas, meminta pengawal itu menyampaikan pesan bahwa ia ingin bertemu Raja sekarang juga. Nara beruntung. Karena, alih-alih menolak, Raja Veghour justru mempersilahkan Nara masuk.
"Ada apakah gerangan?"
"Yang Mulia, saya ingin meminta izin untuk mengeksplorasi kamar milik Ratu Athera," Ujar Nara dengan suara yang tegas meski hati sedikit berdebar. Raja menatapnya dalam-dalam.
"Kenapa?" tanya Raja setelah beberapa detik diam. Nara menahan pandangannya, tetap pada keyakinannya.
"Saya percaya, mungkin ada sesuatu yang bisa memberi petunjuk terkait dengan Ratu Athera. Sekaligus saya ingin mengenal lebih dalam tentang sosoknya."
Raja terdiam sebentar, "baiklah, aku mengijinkan mu untuk datang kesana. Tapi.. aku bukanlah pemegang kunci kamar itu. Kau temuilah pemilik kuncinnya besok pagi."
"Siapakah dia, Yang Mulia? Lalu kemana saya harus menemuinya?"
"Dia adalah Pangeran Arven, putra sulung ku."
Senyum Nara terbit di belah bibirnya ketika nama Arven yang ia dengar. Itu akan menjadi lebih mudah kalau dia bisa mengeksplor isi kamar tersebut bersama pria itu. Dia pamit undur diri dari hadapan Raja, untuk kemudian terlelap dengan mimpi indah. Sementara Raja merasakan isi kepalanya dipenuhi kekhawatiran.
.
.
.
Bersambung.