Skuel ke dua Sang Pewaris dan sekuel ketiga Terra The Best Mother.
menceritakan keseruan seluruh keturunan Dougher Young, Pratama, Triatmodjo, Diablo bersaudara dan anak-anak lainnya.
kisah bagaimana keluarga kaya raya dan pebisnis nomor satu mendidik anak-anak mereka penuh kesederhanaan.
bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SERU-SERUAN
Karena sudah masuk libur semester akhir. Banyak anak sering tak belajar di kelasnya. Ella, Bastian, Billy dan Martha berjalan di koridor sekolah. Ketiganya memang masih bersekolah di sekolah Internasional.
“Coba kita bisa masuk sekolah sama dengan yang lain di sekolah negeri,” keluh Martha yang sudah kelas lima SD.
Billy kelas enam, sedang Bastian kelas satu dan Ella kelas tiga SMP. Mereka berempat selalu bersama.
Tak banyak teman terlebih sahabat. Mereka berada di lingkungan sekolah elite jadi tak ada keseruan seperti di sekolah Samudera.
“Kita ke sekolah kak Sam yuk!” ajak Billy tiba-tiba.
“Iya yuk!” angguk Martha setuju.
“Kita tinggal bilang sama Daddy kalau mau main ke sekolah kak Sam,” lanjutnya.
Akhirnya mereka ke kelas masing-masing mengambil tas dan keluar gedung bersama-sama. Di sana ada empat bdoyguard sudah menunggu mereka.
“Papa Husni, ke sekolah Kak Sam!” pinta Billy langsung.
Bastian duduk paling depan, bocah itu tak bisa di belakang karena mengaku kepalanya suka pusing. Bahkan Widya mengalah dan membiarkan putranya duduk di sisi ayahnya jika berpergian.
“Sudah bilang sama Daddy?” tanya Husni.
“Sudah pa!” jawab keempatnya kompak.
“Jangan bohong Nona. Kalian hubung ayah kalian dengan apa?” tanya Marco menghela nafas panjang.
“Pakai telepati lah!” jawab Martha enteng.
Marco melakukan panggilan telepon pada ayah dari anak yang mereka kawal. Gabe memperbolehkan asal pulang sebelum makan siang, anak-anak setuju. Waktu juga baru menunjuk pukul 08.45.. Akhirnya satu kendaraan MPV mewah warna hitam meluncur menuju sekolah Samudera.
Sementara di sekolah lain. Harun dan lima saudara lainnya sudah bermain di kelas. Guru mereka tak hadir karena ada rapat. Semua harus menunggu sebentar dan baru boleh pulang.
“Anak-anak silahkan pulang!’ ujar staf disiplin sekolah.
“Eh kelas Kak Ditya, Kak Radit, Kak Sky, Kak Bomesh dan Kak Arfhan belum keluar ya?” tanya Bariana melihat kelas kakak mereka tertutup rapat.
“Eh ... aku duluan ya!” pamit Titis.
Wawan datang menjemput putrinya, rupanya pria itu takut anak perempuannya dijemput lagi oleh kakak sepupu jauhnya. Keenam anak mengangguk dan melambaikan tangan pada temannya itu.
“Kita nunggu?” ajak Arraya.
“Yuk!” angguk semua setuju.
Tak lama kelas Sky, Bomesh dan Arfhan terbuka lalu di susul kelas Ditya kemudian kelas Radit. Semua pulang cepat karena memang sudah tak ada pelajaran lagi.
“Kak!” Harun memeluk Ditya yang paling tua di sana.
Ditya membalas pelukan adik yang mestinya keponakan besan karena ia adalah adik misan Aini. Tetapi karena sudah terbiasa jadi panggilan itu tak masalah lagi.
“Kita pulang,” ajaknya.
“Jangan pulang dulu dong!” protes Arion yang diangguki Azha.
“Kita harus pulang Dek,” peringat Ditya.
“Kak, ke sekolah Kak Sam yuk!” ajak Sky tiba-tiba.
“Masih pagi tau kalau pulang,” lanjutnya membujuk.
“Sama pengawal?” tanya Arfhan sedikit malas.
“Gimana kalau kita kabur penjagaan!” sebuah ide terlintas dari Sky, ketua perusuh.
“Dek!” peringat Ditya.
“Ayo lah kak. Masa kita jadi anak yang nggak gerak sama sekali!” bujuk Bariana kini.
“Bukan gitu! Kakak nggak mau orang tua kita khawatir, gitu aja!” sanggah Ditya memberi pengertian.
“Kak ... sekolah kak Sam itu dekat. Kita bisa liat bangunannya dari sini!” rayu Arfhan kini.
Darah petualangan para perusuh mulai bergolak. Mereka sangat ingin melakukan sesuatu yang memacu adrenalin mereka. Kabur dari pengawalan adalah salah satunya.
Ditya yang tak pernah melanggar larangan kakak iparnya juga ingin merasakan sebuah pengalaman seru. Ia merasa tak bisa melakukan apapun selama diikuti para pengawal itu.
“Kita lewat mana?” tanyanya pada akhirnya, membuat semua anak tersenyum senang.
“Arion liat kalau pengawal berjaga di belakang, mereka pasti mengira kita bisa kabur dari sana kan?” semua mengangguk.
Jantung sebelas anak itu berpacu dengan rencana meloloskan diri itu. Sesekali Radit menatap sekeliling memindai agar rencana mereka tak dicuri dengar.
“Kita lewat pintu depan!” celetuk Arfhan semangat.
“Jangan, tadi Bar liat bayangan Papa Ken berkeliling di situ!” sahut Bariana.
“Pintu Mang Kusni!” seru Arraya dan Azha bebarengan.
“Pintu khusus untuk tukang sapu sekolah yang kecil itu?” Arraya mengangguk begitu juga Azha.
“Oke kita lewat sana. Itu ada jalan kecil menuju jalur besar dan lebih dekat ke sekolah kak Sam!” ujar Ditya yang hafal arah.
“Kok kakak tau?” tanya Bomesh menyelidik.
“Apa kakak pernah kabur?” tanyanya lagi yang diberi senyuman oleh Ditya.
“Ah ... kakak nggak asik!” gerutu Radit kesal.
“Eh ... udah ... ayo bergerak. Keburu pengawal sadar kalau anak-anak sudah pulang!” sergah Bariana mengingatkan.
Akhirnya segerombolan anak itupun pergi ke arah pagar yang biasa dipakai mang Kusni pulang pergi. Di sana ada rumah kecil, biasa tempat istirahat pria itu. Pintu depan terbuka, mendandakan pria itu masih ada di sekolah.
“Pintu berarti tak dikunci,” ujar Ditya tenang.
Semua bergerak menuju pintu pagar yang dibuat khusus sebagai jalur mang Kusni keluar masuk sekolah dan kuncinya hanya dipegang oleh pria itu. Ditya membuka kunci pagar yang di dorong ke kiri.
Ditya membuka lebar pintu itu dan menyuruh semua adiknya keluar secara tenang. Semua keluar tanpa kendala. Ditya menutup dan menyorong kunci pagar itu seperti sedia kala.
“Aman!” ujarnya lega.
“Nak?” suara mang Kusni melihat ada pergerakan keluar pagar.
“Lari!” teriak Bomesh lalu semua berlarian menuju jalan besar. Ditya sampai berteriak memperingati mereka.
Sebelas anak berlari menyusuri jalan kecil, nafas mereka terengah-engah. Ditya mempercepat larinya menyusul lebih dulu dari semua adiknya.
“Semua berhenti!” teriaknya.
Semua nyaris bertubrukan badan karena mendadak menghentikan langkah mereka. Ditya menatap gusar pada Bomesh yang menyuruh semua lari.
“Hati-hati dek, ini jalan besar ada mobil lalu-lalang!” peringatnya.
Ditya meminta semua untuk berpegangan tangan, mereka akan menyebrangi jalan itu. Sementara di tempat lain. Virgou menahan nafas melihat tingkah sebelas anak yang tengah berpetualang itu.
“Tuan?” tanya Gomesh gusar.
“Apa kita susul?” lanjutnya dengan nada cemas.
“Tidak, biarkan mereka. Awasi dari jauh saja!” perintah Virgou.
Gomesh hanya bisa pasrah. Anak-anak memang tak bisa dibendung rasa keingintahuan dan juga petualangan mereka.
Hari memang masih pagi, lalu lalang lalu lintas tak sepadat biasanya, karena hari sangat terik. Sebelas anak menyebrang di zebra cross tanpa lampu lalu lintas. Ditya mengarahkan semua adik-adiknya agar tak berlarian ketika menyebrang.
“Berhenti dulu! Satu jalur besar lagi!’ peringat Ditya.
Semua anak menurut, Ditya memastikan jika benar-benar aman. Barulah ia menyuruh Bomesh dan lainnya menyebrang.
Akhirnya mereka semua sampai di sekolah Samudera tanpa kendala. Virgou yang memantau via bravesmart ponselnya bernafas lega.
“Loh babies?” panggil Ella heran.
Gadis itu baru saja turun dari mobilnya dan mendapat semua adik ada di sana.
“Kalian ke sini sama siapa? Pengawal mana semua?” cecarnya bertanya.
Harun tersenyum penuh arti, peluh yang membanjir menandakan jika mereka baru saja menerobos pengawalan ketat yang dilakukan oleh para pengawal. Ella menatap gusar pada Ditya yang paling besar di sana.
“Habis mereka maksa kak!” ujar Ditya membela diri.
Tak lama mobil yang biasa mengantar Harun dan anak lainnya tiba . Di sana ada enam pengawal berwajah pias. Mereka benar-benar harus adu otak, otot dan tenaga untuk mengawasi keturunan hebat itu.
Semua pun masuk tanpa pengawal karena memang dilarang oleh pihak sekolah.
“Kakak!’ seru Sky pada kakak tertuanya.
Samudera menoleh dan tersenyum, Benua dan Domesh keluar dari kelas mereka. Semua anak berkumpul. Samudera bertepuk tangan pada adik-adiknya yang berhasil meloloskan diri dari penjagaan.
“Eh ... gimana kalau kita meloloskan diri lagi?!” sebuah ide petualangan kembali diutarakan dan pencetusnya adalah Arfhan.
“Boleh!” angguk semuanya setuju.
Bersambung.
Waaah .... mereka ya!
Next?
pesot tamih pupa..
zah malah pd popo memuana,g' zadhi gosib don.😁😁😁😁😁😁