Selena diusir dari rumah karena dia lebih memilih menjadi penulis novel online daripada mengurus perusahaan keluarganya. Kedua orang tuanya tidak setuju dia menulis novel karena hampir seluruh novel yang dia tulis adalah novel dewasa.
Dia kira hidupnya akan tenang setelah menyewa apartemen sendiri tapi ternyata tidak. Dia justru diganggu oleh komentar negatif secara terus menerus. Merasa jengkel, Selena melacak keberadaan pemilik komentar negatif itu dan ternyata berada di sebuah perusahaan film.
Selena berpura-pura menjadi cleaning service dan bekerja di perusahaan itu. Dia curiga pada Regan, CEO di perusahaan itu. Berniat mengganggu Regan tapi dia justru yang merasa kesal dengan tingkah Regan yang sangat menyebalkan.
Apakah memang Regan yang menulis komentar negatif di novel Selena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
"Ada pria memakai masker yang sengaja meletakkan jebakan itu di depan unit nomor 121."
Regan menatap rekaman CCTV. Dia yakin pelaku itu sama dengan yang meletakkan tikus di ruangannya. "Saya minta rekaman ini sebagai bukti. Saya akan melaporkan kasus ini karena penghuni unit 121 sudah beberapa kali mendapat ancaman."
"Baik. Untuk selanjutnya kami benar-benar akan meningkatkan keamanan di apartemen ini."
Regan mengambil memori dari rekaman CCTV itu. Dia memperingatkan tim keamanan apartemen itu sekali lagi. "Saya akan benar-benar menuntut pemilik apartemen ini jika kejadian ini terulang lagi."
Kemudian Regan keluar dari ruang keamanan dan masuk ke dalam lift menuju unit apartemen Selena untuk mengambil beberapa barang milik Selena.
"1308? Apa itu ulang tahun Selena?" Regan menekan kode pin di pintu itu lalu membukanya. Setelah masuk ke dalam unit apartemen milik Selena, dia mengambil laptop dan juga beberapa stel pakaian milik Selena.
"Pakaian Selena branded semua. Apa gaji dia dalam sebulan memang banyak? Tapi masuk akal juga karena semua novelnya tranding. Gaya hidup elit tapi beli bahan makanan sulit," gumam Regan. Dia memasukkan pakaian ke dalam tas lalu membawanya keluar.
Regan berhenti di dekat pintu sesaat dan menatap tetesan darah di lantai. "Kasus ini harus segera dipecahkan." Kemudian Regan berjalan menuju lift sambil menghubungi seseorang.
...***...
Selena merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk dengan perasaan campur aduk. Matanya menatap lekat pada tiga jarinya yang terluka, mengingatkan kembali bagaimana Regan merawatnya dengan penuh perhatian. Sentuhan lembut pria itu, cara dia mengoleskan obat dengan hati-hati sambil terus bertanya apakah dia merasa sakit, meninggalkan kesan di hatinya. Baru kali ini Selena merasakan ada pria yang begitu peduli padanya, selain papanya.
Dia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikiran yang bergejolak. Namun, bayangan Regan seolah enggan pergi. Wajahnya yang serius namun penuh empati terus terlintas di benaknya. "Mengapa dia begitu peduli padaku?" gumam Selena dalam hati.
Tiba-tiba, ponselnya berdering, memecah keheningan kamar. Nama papanya tertera di layar. Selena menghela napas pelan, sudah menduga panggilan ini akan datang. "Sepertinya orang suruhan Papa sudah melapor," pikirnya sebelum mengangkat telepon.
"Elen, kamu di apartemen Regan sekarang? Ada apa?" suara papanya terdengar tegas, bercampur khawatir.
Selena duduk di tepi ranjang, menggenggam ponsel erat-erat. "Ada yang meneror dan mengancamku, Pa. Ini berhubungan dengan Pak Regan. Sekarang sudah dilaporkan ke polisi," jawabnya dengan nada serius.
"Siapa pelakunya? Kenapa kamu tidak cerita sebelumnya?" nada papanya meninggi, menunjukkan kekhawatiran yang semakin dalam.
"Iya, awalnya aku pikir hanya ancaman biasa pada novelku. Tapi sekarang sudah keterlaluan. Papa, tolong cari tahu siapa pelakunya. Pak Regan sudah menyerahkan bukti ke polisi. Suruh orang Papa langsung ke sana untuk menyelidiki, tapi diam-diam saja," pinta Selena.
Papanya terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Elen, kamu pulang saja ke rumah. Biar aman."
Selena menggeleng, meski tahu papanya tidak bisa melihatnya. "Tidak, Pa. Masalahku dengan Pak Regan belum selesai. Aku harus menyelesaikannya dulu."
"Elen, kamu ini keras kepala sekali! Baiklah, Papa akan menambah bodyguard untuk menjaga kamu dari jauh. Tapi ingat, jangan macam-macam dengan Regan. Kalau kamu sampai macam-macam, Papa sendiri yang akan menjemput kamu!"
Selena tersenyum kecil mendengar ancaman yang tak begitu serius itu. "Iya, Papa. Aku mengerti," balasnya sebelum menutup telepon.
Setelah panggilan berakhir, Selena merebahkan tubuhnya kembali. Dia meraih guling di sampingnya dan memeluknya erat, seolah mencari kenyamanan di tengah kekacauan pikirannya. Matanya perlahan terpejam, tapi pikirannya masih terus berputar, memikirkan Regan dan ancaman yang menghantuinya.
"Siapa yang sebenarnya menerorku? Mengapa semua ini terasa begitu rumit?" batinnya bertanya sebelum akhirnya dia terlelap.
...***...
"Selena?" Regan mengetuk pintu kamar Selena pelan. "Hampir dua jam aku di kantor polisi, sepertinya Selena tidur," gumam Regan. Dia meletakkan barang-barang Selena di meja lalu menuju dapur.
Regan membuka kulkas dan mengambil bahan makanan. Setelah bahan makanan berada di atas meja dapur, dia mulai mengiris sayuran lalu meracik bumbu. Sudah lama sekali dia tidak memasak untuk seseorang.
"Lupa, hpku tidak aku ces dulu." Regan menghentikan kegiatannya lalu berjalan ke dalam kamarnya dan mengisi daya pada ponselnya. Baru saja dia melangkah ke pintu, dia dikejutkan dengan suara teriakan Selena.
"Ada apa?" tanya Regan.
Selena menatap Regan terkejut. Dia baru saja mandi dengan rambut basahnya dan hanya memakai bathrobe, tanpa dia tahu ternyata Regan sudah pulang. Dia akan mengambil kotak obat-obatan karena plester di tangannya basah dan jarinya terasa perih.
Regan terdiam beberapa saat. Dia menelan salivanya menatap Selena yang hanya memakai bathrobe dengan rambut basahnya itu. Dia mengalihkan pandangannya lalu berjalan mendekat. "Ada apa?"
"Aku baru saja mandi tapi plesternya tidak sengaja kena air jadi perih."
Regan segera mengganti plester itu dan memasangnya perlahan setelah dia oles dengan obat. Sesekali dia meniup pelan luka itu agar tidak perih. "Kalau terlalu sakit, kamu ke rumah sakit saja."
Selena menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, tapi aku tidak bisa mengetik," kata Selena dengan kedua mata yang memelas.
"Pakai google voice saja, nanti aku bantu edit." Regan masih mengusap lembut luka Selena agar rasa sakit itu mereda.
"Pak Regan yang edit? Malu ih. Banyak adegan 21 plusnya."
Regan tersenyum kecil. "Memang kamu pikir, aku masih di bawah umur?"
"Ya kan Pak Regan duda." Selena melepas tangan Regan agar berhenti mengusapnya. Lama-lama mengerikan juga dekat-dekat dengan duda.
"Kamu sendiri, masih single tapi sudah menulis 21 plus. Terinspirasi darimana? Apa kamu pernah melakukannya?" tanya Regan sambil pergi meninggalkan Selena.
Pipi Selena bersemu merah mendengar hal itu. Buru-buru dia mengambil baju gantinya lalu masuk ke dalam kamar. "Pertanyaan macam apa itu? Kenapa aku panas dingin tak karuan begini?"
adududu sepeda baru....
waduh....ada yang cemburu....
wkwkwkwkwkwk....
mantap... Selena diperebutkan kakak beradik.... ahay.
gimana ya besok reaksi Selena ketika dia tau.... nggak sabar nungguin besok....