Seorang wanita yang hilang secara misterius, meninggalkan jejak berupa dokumen-dokumen penting dan sebuah jurnal yang penuh rahasia, Kinanti merasa terikat untuk mengungkap kebenaran di balik hilangnya wanita itu.
Namun, pencariannya tidak semudah yang dibayangkan. Setiap halaman jurnal yang ia baca membawanya lebih dalam ke dalam labirin sejarah yang kelam, sampai hubungan antara keluarganya dengan keluarga Reza yang tak terduga. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Di mana setiap jawaban justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan.
Setiap langkah membawanya lebih dekat pada rahasia yang telah lama terpendam, dan di mana masa lalu tak pernah benar-benar hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aaraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Radio Antik
"Jadi di sini awal mulanya," gumam Arya sembari mengamati loteng rumah Eyang Karso yang penuh debu. Sinar matahari sore menembus celah-celah genteng, menciptakan berkas-berkas cahaya yang dramatis.
"Ya," Kinanti mengangguk, menuju ke sudut di mana ia pertama kali menemukan jurnal tua Kartika. "Waktu itu aku sedang membersihkan loteng karena Ibu minta bantuan. Lalu tidak sengaja menemukan jurnal ini tersembunyi di balik papan yang longgar."
Reza berlutut di samping Kinanti, mengamati papan lantai yang dimaksud. "Dan foto itu? Yang memperlihatkan Nek Kartika yang sangat mirip denganmu?"
"Itu terjatuh ketika aku membuka jurnalnya," jawab Kinanti seraya mengeluarkan foto yang sudah agak menguning itu dari tasnya. "Tapi anehnya, tidak ada catatan apapun tentang foto ini di dalam jurnal."
Mereka berkumpul di loteng rumah Eyang Karso sore itu setelah menemukan petunjuk baru dari toko roti. Nadya dan Dimas tidak bisa ikut karena ada rapat OSIS mendadak, tapi mereka berjanji akan menyusul nanti.
"Tunggu," kata Arya tiba-tiba, matanya tertuju pada sesuatu di sudut loteng. "Itu... radio?"
Kinanti dan Reza menoleh ke arah yang ditunjuk Arya. Di balik tumpukan kardus, tampak sebuah radio antik yang masih dalam kondisi cukup baik.
"Aku tidak pernah melihat ini sebelumnya," kata Kinanti sembari mendekati radio itu. "Padahal aku sering ke loteng."
"Mungkin karena tertutup kardus-kardus ini," Reza membantu memindahkan kardus yang menghalangi. "Lihat, ada simbol yang sama dengan yang kita temukan di stasiun dan toko roti!"
Benar saja, di bagian belakang radio terukir simbol kecil yang sudah familiar bagi mereka. Dengan hati-hati, mereka membawa radio itu ke tengah loteng.
"Apa masih bisa menyala?" tanya Kinanti penasaran.
Arya, yang pernah mengambil mata kuliah tentang teknologi komunikasi masa perang, memeriksa radio itu dengan teliti. "Strukturnya masih bagus. Kalau kita bisa menemukan sumber listrik..."
"Ada stop kontak di sana," Kinanti menunjuk. "Dulu dipasang waktu loteng ini direnovasi."
Mereka mencoba menyalakan radio itu. Awalnya hanya terdengar denging dan statis, tapi kemudian Arya mulai memutar-mutar tombol frekuensi dengan hati-hati.
"Tunggu," kata Reza tiba-tiba. "Putar lagi ke frekuensi tadi."
Di antara suara statis, mereka mendengar sesuatu—serangkaian bunyi yang berpola.
"Itu... kode Morse!" seru Arya. "Tapi sedikit berbeda dari yang biasa."
Kinanti cepat-cepat mengeluarkan jurnal Kartika. "Di sini ada catatan tentang sistem komunikasi yang mereka gunakan. Katanya mereka memodifikasi kode Morse standar untuk keamanan."
Mereka mencatat bunyi-bunyi yang terdengar. Setelah beberapa menit, suara itu berhenti, digantikan statis biasa.
"Coba kita terjemahkan," Arya mengeluarkan laptopnya. "Aku punya aplikasi untuk menganalisis pola seperti ini."
Saat mereka sedang serius menganalisis, terdengar langkah kaki menaiki tangga loteng. Nadya dan Dimas muncul dengan napas terengah-engah.
"Maaf terlambat," kata Dimas. "Rapat OSIS lebih cepat selesai karena Pak Bambang ada urusan mendadak."
"Kalian tidak akan percaya apa yang kami temukan," kata Kinanti bersemangat, lalu menceritakan tentang radio dan kode yang mereka tangkap.
"Tunggu," kata Nadya setelah mendengar penjelasan mereka. "Jadi masih ada jaringan komunikasi yang aktif menggunakan sistem ini?"
"Sepertinya begitu," jawab Arya, matanya masih fokus ke laptop. "Dan menurut analisis awal, ini bukan rekaman lama. Transmisi ini baru saja terjadi."
Mereka semua terdiam, mencerna informasi ini. Kinanti merasakan campuran antara excitement dan sedikit kengerian. Siapa yang masih menggunakan sistem komunikasi ini setelah sekian lama?
"Lihat ini," kata Arya, menunjukkan layar laptopnya. "Setelah diterjemahkan dengan sistem yang ada di jurnal Kartika, pesannya berbunyi: 'Burung Merpati masih terbang di sarang lama. Pengawas harus waspada.'"
"Kode lagi," gumam Reza. "Tapi apa artinya?"
Kinanti membuka-buka jurnal Kartika dengan cepat. "Ada daftar kode nama di sini. 'Burung Merpati' adalah... dokumen rahasia!"
"Dan 'sarang lama'?" tanya Dimas.
"Tunggu," Kinanti terus membalik halaman. "Ah, ini dia. 'Sarang lama' adalah markas utama mereka."
"Berarti," kata Nadya pelan, "masih ada dokumen rahasia yang tersimpan di markas utama para pejuang?"
"Dan masih ada orang yang mengawasinya sampai sekarang," tambah Reza.
Mereka kembali mendengarkan radio itu, tapi tidak ada transmisi lain yang tertangkap. Sementara senja mulai turun, mereka berdiskusi tentang temuan baru ini.
"Kita harus memberitahu Kolonel Pratama," kata Kinanti akhirnya. "Dia pasti tahu sesuatu tentang ini."
"Setuju," kata Reza. "Tapi besok saja. Sudah terlalu malam, dan besok kita masih ada try out Bahasa Indonesia."
Mereka bersiap-siap turun dari loteng, tapi Kinanti meminta waktu sebentar untuk memeriksa tempat di mana ia menemukan jurnal dulu.
"Mungkin ada petunjuk lain yang terlewat," katanya, berlutut di depan papan lantai yang longgar.
Reza ikut berlutut di sampingnya, sementara yang lain mulai turun. Dalam cahaya senja yang remang, wajah mereka begitu dekat.
"Kinanti," kata Reza pelan. "Menurutmu... apa yang sebenarnya terjadi antara Nek Kartika dan kakekku?"
Kinanti menoleh, mendapati wajah Reza hanya beberapa senti dari wajahnya. "Aku... aku yakin mereka punya alasan kuat untuk semua ini. Dan kita akan menemukannya."
Reza tersenyum lembut. "Kau selalu optimis ya?"
"Harus," Kinanti balas tersenyum. "Seperti Nek Kartika."
Moment itu terganggu oleh suara Dimas dari bawah. "Hei, kalian masih lama?"
Kinanti dan Reza cepat-cepat berdiri, sama-sama merona. Mereka turun dari loteng dengan hati berdebar, bukan hanya karena temuan baru mereka, tapi juga karena moment kecil yang baru saja terjadi.
Di ruang tamu, Eyang Karso sudah menyiapkan teh dan kue untuk mereka. Meski sudah tua, matanya masih tajam mengamati radio antik yang mereka bawa turun.
"Ah," katanya pelan. "Radio itu akhirnya ditemukan."
"Eyang tahu tentang radio ini?" tanya Kinanti kaget.
Eyang Karso mengangguk. "Dulu, rumah ini sering digunakan untuk pertemuan para pejuang. Radio itu adalah salah satu alat komunikasi utama mereka."
"Tapi kenapa masih ada transmisi yang aktif, Eyang?" tanya Arya sopan.
"Karena tugas mereka belum selesai," jawab Eyang Karso misterius. "Ada hal-hal yang harus terus dijaga, bahkan setelah sekian lama."
Mereka semua terdiam, meresapi kata-kata itu. Kinanti menatap radio antik di hadapan mereka, membayangkan berapa banyak pesan rahasia yang telah disampaikan melalui alat ini.
"Sudah malam," kata Eyang Karso akhirnya. "Kalian pulanglah, besok masih sekolah kan?"
Mereka berpamitan, meninggalkan radio itu di rumah Eyang Karso. Dalam perjalanan pulang, pikiran mereka dipenuhi pertanyaan-pertanyaan baru. Siapa yang masih menggunakan jaringan komunikasi ini? Apa yang masih harus dijaga? Dan bagaimana semua ini terhubung dengan hilangnya Kartika?
"Besok setelah try out," kata Kinanti saat mereka berpisah di persimpangan, "kita kumpul lagi di sini. Kita harus menangkap transmisi berikutnya."
Yang lain mengangguk setuju. Malam itu, sebelum tidur, Kinanti membuka lagi jurnal Kartika. Ia membayangkan neneknya dulu, duduk di loteng yang sama, mendengarkan pesan-pesan rahasia dari radio yang sama. Setiap temuan baru membawa mereka semakin dekat ke kebenaran, tapi juga memunculkan misteri-misteri baru yang menunggu untuk dipecahkan.
aku selalu suka sama orang yang yg jago menempatkan diksi dalam tulisan, jadi suka sama narasinya gak monoton
Penyampaian katanya bagus, alurnya apalagi😭
susah ditebakkk, daebak!!
Semangat update ya thor! Awas aja kalo sampe hiatus lagi😭