S 2. "Partner"
Kisah lanjutan dari Novel "Partner"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca novel ini. Agar bisa mengikuti kisah lanjutannya.
Bagian lanjutan ini mengisahkan Bu Dinna dan kedua anaknya yang sedang ditahan di kantor polisi akibat tindak kejahatan yang dilakukan kepada Alm. Pak Johan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk lolos diri dari jerat hukum. Semua taktik licik dan kotor digunakan untuk melaksanakan rencana mereka.
Rencana jahat bisa menjadi badai yang menghancurkan kehidupan seseorang. Tapi tidak bagi orang yang teguh, kokoh dan kuat di dalam Tuhan.
¤ Apakah Bu Dinna atau kedua anaknya menjadi badai?
¤ Apakah mereka bisa meloloskan diri dari jerat hukum?
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Menghempaskan Badai"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. MB 20
...~•Happy Reading•~...
Setelah kehadiran Gina di rumah Lianty, suasana rumah tangganya bersama Pak Gustav sudah tidak seperti sebelumnya. Bukan saja terjadi ketegangan, tapi juga terjadi perang dingin di antara mereka.
Pak Gustav tidak mengajak bicara istrinya lagi dan pindah tidur di kamar yang ditempati kedua anaknya. Sehingga membuat hubungan mereka makin berjarak jauh. Apa lagi Pak Gustav sering pulang malam ke rumah, karena pulang kerja harus mampir ke tempat tinggal Gina.
Hal itu makin membuat hati Lianty seakan teriris, sebab tahu yang sedang dilakukan suaminya. Ia lebih mementingkan kedua anaknya dari pada Felix, putranya. Hal itu membuatnya marah dan hatinya benar-benar sedih dan terluka.
Walaupun marah, dia berusaha untuk menahan emosinya dengan fokus memperhatikan pertumbuhan Felix. Dia tidak mau putranya melihat kedua orang tuanya sedang berselisih paham atau bertengkar mulut.
Walaupun susah, dia tidak menunjukan kesusahan hatinya kepada orang lain, terutama kepada suaminya. Supaya suami dan anaknya merasa senang atas penderitaannya. Dia juga tidak menunjukan kepada Felix, agar tidak membuatnya sedih.
Walaupun sangat sedih atas apa yang terjadi dengan rumah tangganya, dia meneteskan air matanya di tempat tersembunyi. Dia masuk ke kamar dan mengunci pintu lalu mencurahkan kesedihan hatinya dengan berbicara dengan Tuhan. Dia percaya, tangisannya di hadapan Tuhan akan memperoleh kelegaan dan pertolongan.
^^^Seperti apa yang terjadi diawal tinggal bersama kedua anak tirinya, dia tidak membicarakan atau memperlihatkan kepada keluarganya, supaya orang tua dan kakaknya tidak ikut campur. Dia menghindari orang ke tiga campur dalam persoalannya. Dia berdoa dan menunggu apa yang akan dilakukan oleh suaminya atas apa yang terjadi.^^^
^^^Tanpa diketahui oleh Lianty, Pak Gustav sedang membuat strategi agar istrinya bisa mendukung rencananya. Ia mendiamkan Lianty, karena mengenal dan tahu kebaikan hatinya yang tidak tega. Pak Gustav berharap, dengan apa yang dilakukan akan membuat istrinya luluh dan menyerah. Sehingga menerima Gina untuk tinggal dengan mereka.^^^
Setelah beberapa waktu tidak berbicara dengan Lianty dan sering pulang malam, Pak Gustav mulai memperhatikan reaksi dan respon istrinya. Ia merasa heran melihat sikap istrinya yang tenang seakan-akan tidak terjadi perang dingin di antara mereka. Istrinya ikut tidak berbicara dengannya dan tidak menanyakan apa pun kebutuhannya. Jika ia pulang malam atau pergi di akhir pekan tanpa mengajak dia dan Felix, tetap diam.
Kemudian Pak Gustav malah panik dan emosi karena dia tidak melihat istrinya berhari-hari. Kalau pulang malam istrinya sudah tidak terlihat atau sudah tidur. Dan istrinya belum bangun saat akan berangkat kerja. Pak Gustav merasa istrinya sengaja membiarkan ia melakukan yang diinginkan tanpa protes.
Rasa penasaran mendorongnya untuk ingin tahu yang dilakukan istrinya. Walaupun pulang sudah malam, Pak Gustav menuju kamar Felix untuk melihat anaknya yang sudah tidak dilihat berhari-hari. Tapi saat membuka pintu kamar, ia terkejut melihat tempat tidur Felix kosong.
'Apa Lianty mengajak Felix tidur di kamarnya?' Pak Gustav bertanya dalam hati, lalu berjalan ke arah kamar tidur mereka untuk memastikan yang dipikirkan.
Pak Gustav terkejut mengetahui pintu kamar terkunci. Ketika hendak mengendor, ia menahan tangannya karena kuatir Felix sudah tidur dan akan terbangun. Ia yakin Lianty mengajak Felix tidur denganya. Ia segera kembali ke bekas kamar kedua anaknya yang sekarang sudah menjadi tempat tidurnya dan memikirkan yang terjadi.
Walaupun sudah berbaring, ia terus berpikir, apa yang membuat Lianty tidak melakukan seperti yang dipikirkan dan diharapkan. Hatinya jadi gelisah membuat tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sehingga ke esokan harinya, ia terbangun siang. Ketika melihat jam di ponselnya, Pak Gustav terkejut. Ia segera turun dan masuk ke kamar mandi, agar tidak terlambat ke kantor.
Sebelum keluar rumah, seperti biasanya Pak Gustav ke ruang makan untuk mengambil minuman. Ia terkejut melihat istrinya sedang duduk dan sarapan dengan tenang. "Kau makin bertingkah. Aku ini masih suamimu." Pak Gustav tidak bisa menahan rasa keselnya melihat Lianty terus sarapan tanpa melihat atau menanyakan dia mau sarapan apa, seperti biasanya.
"Sepertinya kau perlu cermin yang lebih besar di kamar itu, supaya bisa ngaca dengan benar. Yang bertingkah itu siapa? Yang lupa sama statusnya siapa?" Ucap Lianty setelah meletakan cangkir minuman ke atas meja.
"Kau sekarang berani membalasku dan menyindirku?" Pak Gustav merasa tersudut mendengar pertanyaan istrinya, sehingga makin emosi. Ia duduk di depan istrinya sambil memandangnya dengan marah.
"Aku membalas dan menyindirmu? Aku hanya bertanya, karena kau sudah melenceng dari jalanmu sebagai suamiku dan Papa Felix." Lianty menjawab dengan berani sambil menatap suaminya.
"Kau yang memulai semua ini, tapi kau menuduhku melakukan penyimpangan dari statusku sebagai istri?" Lianty meneruskan, karena sudah menunggu momen tersebut.
"Aku bikin begini, supaya hindari pertengkaran yang tidak perlu. Apa tidak bisa hidup tenang dalam rumah ini?" Pak Gustav berkata sambil memegang gelas minum di tangannya dengan kuat.
"Mengapa harus hindari masalah? Hadapi!.... Kau yang bikin masalah, lalu kau mau siapa yang selesaikan masalahmu? Aku bukan gadis yang baru menikah denganmu. Jadi tidak tahu, kalau biarkan sebuah kerikil bisa dipakai buat melempar kepalaku."
"Sekarang aku bukan saja istri, tapi juga ibu dari seorang anak balita. Sudah bukan waktunya lagi menutupi masalah yang akan merusak hati dan pikiran." Lianty tidak berhenti membalas suaminya, karena tahu suaminya sengaja mendiamkan dia.
"Apa ini masalah bagimu? Sesuatu yang kecil, jangan dibesar-besarkan. Bikin gerah tinggal dalam rumah ini." Pak Gustav mengutarakan yang dirasakan untuk menarik perhatian istrinya.
"Kau anggap tingkah anakmu itu bukan masalah? Apa sebelum dia minta tinggal lagi di sini, rumah ini panas buatmu? Kau tidak pikirkan itu? Kau tidak bisa bedakan itu?" Lianty tanya beruntun, karena emosinya makin meningkat.
"Itu karna kau tidak bisa terima sebuah permintaan kecil dari Gina. Apa rumah ini tidak punya tempat cukup untuk menampung mereka?" Pak Gustav tidak mendengar yang dikatakan istrinya, hanya berpikir supaya Gina bisa tinggal dengan mereka. Pikirannya hanya mau mengamankan anak-anaknya, agar tidak bermasalah di luar, karena ia adalah Papa mereka. Hal itu membuatnya terbebani dan terus berusaha meyakinkan istrinya.
"Kemana akal sehatmu? Apa selama ini aku pernah tidak menyetujui permintaanmu yang masuk akal dan bisa diterima akal sehat? Aku ini masih waras, jadi bisa bedakan dan rasakan mana angin sepoi-sepoi, dan mana akan datang angin topan." Lianty berkata sambil memegang pelipisnya untuk mengingatkan suaminya agar pergunakan akal sehatnya.
"Jadi benar kata Gina. Kau menganggap anak-anakku biang masalah, jadi perlu disingkirkan dariku. Mereka darah dagingku. Suka atau tidak suka, mereka anak-anakku." Ucapan Pak Gustav membuat Lianty sangat emosi dan marah.
'Jadi benar yang aku pikirkan. Dia sudah dihasut anaknya dengan kata-kata manipulasi. Makin tua bukan makin bijak, tapi makin mudah diperdayai anak-anaknya." Lianty membatin dengan hati yang panas.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...