Sebuah Seni Dalam Meracik Rasa
Diajeng Batari Indira, teman-teman satu aliran lebih suka memanggilnya Indi, gadis Sunda yang lebih suka jadi bartender di club malam daripada duduk anteng di rumah nungguin jodoh datang. Bartender cantik dan seksi yang gak pernah pusing mikirin laki-laki, secara tak sengaja bertemu kedua kali dengan Raden Mas Galuh Suroyo dalam keadaan mabuk. Pertemuan ketiga, Raden Mas Galuh yang ternyata keturunan bangsawan tersebut mengajaknya menikah untuk menghindari perjodohan yang akan dilakukan keluarga untuknya.
Kenapa harus Ajeng? Karena Galuh yakin dia tidak akan jatuh cinta dengan gadis slengean yang katanya sama sekali bukan tipenya itu. Ajeng menerima tawaran itu karena di rasa cukup menguntungkan sebab dia juga sedang menghindari perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya di kampung. Sederet peraturan ala keraton di dalam rumah megah keluarga Galuh tak ayal membuat Ajeng pusing tujuh keliling. Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyai Gendeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lelaki Menyebalkan Berdarah Biru
"Aarrggghh, berat banget sih lo ini!" Ajeng memekik kesal setibanya ia di depan pintu apartemen. Lagi, ia menepuk jidat, mana ia tahu password apartemen Galuh. "Eh, Mas, ini apa passwordnya?" tanya Ajeng tepat di telinga lelaki yang masih tak sadarkan diri itu.
Ajeng mengerang kesal lalu dengan sedikit berani ia mengambil ponsel dan menghidupkan mode getar. Benda itu lalu ditempelkannya begitu saja ke benda selaras panjang milik Galuh yang seharusnya sudah rebahan.
Galuh mengerang keras, mendapat sengatan bergetar dari benda yang Ajeng tempelkan. Ia membuka mata, menahan Ajeng yang sudah mau pergi dan melepaskan diri, secepat mungkin ia menekan kode password lalu mendorong Ajeng ke dalam.
"Stop, lo gak boleh ngapa-ngapain gue ya! Gue udah bantuin lo sampe di sini!" Ajeng memukul-mukulkan tasnya ke tubuh pria yang kini sedang menatapnya dengan pandangan penuh birahi. Mirip kucing komplek yang lagi rebutan pengen kawin.
Kawin?
Ajeng seketika berteriak. Ia berusaha keluar dari apartemen itu, menempelkan tubuh di pintu, menekan-nekan password sembarangan. Gayanya mirip Spiderman versi kucing garong betina yang sedang mencakar dinding. Sekilas Ajeng jadi mirip cat woman yang ada di film Batman dengan Galuh yang sekarang jadi Batman nya.
"Lo apain gue sampe bangun begini?" Galuh mendekat ke arah Ajeng yang sudah ketakutan setengah mati.
"Enggak, gak maksud apa-apa. Gue bangunin lo pake itu karena gue gak tahu apa password apartemen lo ini. Gue gak bermaksud bikin lo yang udah kayak pangeran tidur itu kebangun. Sumpah demi sapi pak Karta!" Ajeng mengacungkan dua jemarinya.
Galuh mendengus, gayanya udah mirip hulk kehabisan oksigen. Ia bergerak semakin mendekat lalu merapatkan tubuhnya dengan Ajeng. Sekian detik keduanya bertatapan, Ajeng bisa melihat pesona seorang Galuh berbalut mesum-mesum kampret.
Apalagi setelah itu tanpa permisi, lelaki tinggi itu menunduk lalu meraup begitu saja bib*r Ajeng yang masih perawan dan suci. Ajeng diam dengan mata melotot tetapi setelah itu ia sadar sedang dalam bahaya yang mengenakkan. Hatinya mulai dag dig dug tak karuan seperti genderang mau perang seperti lirik lagunya Om Ahmad Dhani yang berjudul Sedang Ingin Bercinta!
Tepat sekali, Galuh kini sedang dikuasai nafsu durjana, dia berusaha menggagahi Ajeng yang masih perawan dengan segel : Hanya berhak dinikmati suami. Masalahnya, biarpun sekarang Ajeng sudah mulai keenakan dan membalas ciuman panas itu, Galuh adalah lelaki asing yang berarti dia bukan suaminya! Ini tidak boleh dibiarkan!
Ajeng mengeluarkan jurus seribu bayangan, dengan berat hati melepaskan berusaha keluar dari posisi uwenak dimana Galuh kini telah menindih tubuhnya sambil mengendus leh*rnya yang jenjang.
"Dasar laki-laki kampret!" Ajeng menendang pistol air yang sudah semakin tegak menantang dan ingin segera menggali lubang.
Galuh terjerembab ke atas sofa empuknya sementara Ajeng telentang di atas lantai, membuat kepalanya terasa benjol. Ia mengaduh kesakitan lalu segera masuk ke dalam kamar Galuh dan mengunci diri di sana.
Galuh sendiri saat ini sedang menahan kesal juga sibuk menenangkan junior yang masih turn on!
"Buka pintunya, itu kamar gue!" teriak Galuh sembari menggedor pintu kamar.
"Gak akan gue buka sebelum lo sadar sepenuhnya dari pengaruh alkohol dan lo harus minta maaf ke gue!" balas Ajeng tak mau kalah. Ia membuka baju, lalu masuk ke kamar mandi Galuh yang ada di dalam kamar lelaki itu.
Ajeng menikmati guyuran air dengan cepat karena sudah tak tahan dengan bau muntahan bercampur alkohol yang melekat di bajunya. Sekarang setelah keluar dari kamar mandi dengan handuk Galuh, ia bingung harus memakai apa.
"Gue pinjem kemeja lo! Baju gue bau kena muntahan lo dan lo harus ganti besok!" teriak Ajeng dari dalam sambil membuka dengan hati-hati lemari pakaian Galuh. Ia meraih kemeja putih yang pasti akan kebesaran di tubuhnya. Tapi apa boleh buat, lebih baik ia pakai daripada pulang hanya dengan berbikini. Maaf Sayang, ini bukan Bali! Gak bisa seenaknya pakai bikini ke sana kemari.
Tak ada jawaban lagi dari luar. Ajeng melihat jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam. Ia menahan kantuk berusaha agar tidak tertidur tapi kemudian karena sudah tidak tahan, matanya perlahan terpejam. Ajeng tidur dengan nyaman di kamar Galuh.
Tak ada lagi suara baik dari Ajeng atau Galuh, keduanya sudah sama-sama tertidur dengan nyenyak.
Pagi harinya, Ajeng membuka mata. Ia merenggangkan tubuh, belum sadar sepenuhnya ia sedang berada di mana. Tapi sedetik kemudian, bola matanya berputar-putar menatap sekeliling, ia seketika sadar sedang berada di dalam kamar pria asing yang semalam berusaha untuk menggagahinya.
Ajeng melihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul sembilan dan ia mendengar aktivitas di dalam kamar mandi di dalam kamar itu. Ajeng berteriak kaget setelah melihat Galuh keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang semalam ia pakai.
"Lo! Gimana lo bisa masuk?" tanya Ajeng panik sambil melihat tubuhnya dengan panik.
"Gue yang punya apartemen ya gue punya kunci duplikatnya juga lah," balas Galuh santai.
Ia tentu saja ingat dengan peristiwa semalam. Ia memang mabuk tapi ia masih bisa sadar dan ingat apa yang terjadi.
"Lo apain gue?!"
"Yeeeees, kepedean lo. Lo tuh bukan tipe gue. Gue gak ngapa-ngapain."
"Tapi semalem lo coba ..."
"Namanya juga masih ada pengaruh alkohol. Udah, sana pulang!" usir Galuh kepada Ajeng, membuat gadis itu segera berdiri di atas ranjang sambil menunjuk Galuh dengan kesal.
"Dasar gak tahu makasih. Gue bersumpah gak bakalan lagi mau ketemu elo!" Ajeng melempar bantal ke wajah Galuh.
"Nih, gue ganti baju lo semalem sekalian gue laundry. Pulang sana!"
Ajeng melihat tumpukan uang itu sebentar tapi demi mempertahankan harga diri ia melengos lalu meraih tas dan melenggang keluar dari kamar.
"Gue gak butuh! Dasar cowok kampret!" dengus Ajeng lalu segera pergi dari apartemen yang pintunya sengaja dibuka sedikit oleh Galuh agar pria itu gak repot membukakan pintu untuk Ajeng.
"Kampret begini gue keturunan bangsawan!" seru Galuh kepada Ajeng yang segera menoleh lalu meleletkan lidahnya mengejek Galuh.
Ajeng melenggang menuju lobi seperti model catwalk. Ia jadi pusat perhatian, semua orang menatapnya terkesima. Ajeng sadar kok dia cantik, tapi jangan begitu juga melihatnya. Kan dia jadi tidak enak, terasa seperti artis yang sedang berjalan di atas di karpet merah. Lalu ia tak sengaja melewati kaca ia kembali mundur dan hampir berteriak setelah melihat dirinya hanya memakai kemeja putih kebesaran milik Galuh, dan yang bikin orang-orang melihatnya sambil tersenyum adalah kemeja itu menerawang dan memperlihatkan bra dan bawahannya yang berwarna merah terang. Oke fix, Ajeng pengen menghilang saja ke lubang tikus sekarang juga.