Di pagi hari yang cerah tepatnya di sebuah rumah sederhana terlihat seorang gadis yang bernama Alina Astriani atau kerap di panggil Alin.
Saat ini Alin sedang bersembunyi di balik selimutnya. Dia enggan membuka mata dari tidur yang sangat nyenyak. Hingga terdengar suara keributan yang membuatnya harus bangun dari tidurnya.
"Ih, siapa, sih, yang ribut pagi-pagi di rumah orang gini, ganggu aja orang lagi mimpi indah juga," ucapnya kesal. Lalu Alin pun keluar dari kamarnya menuju arah suara keributan tersebut yang ada di ruang tengah rumahnya.
"Cepat kasih tau pada kami di mana kau sembunyikan anakmu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas sambil mencengkram kerah baju seorang pria paruh baya.
"Nggak akan. Saya nggak akan menyerahkan anak saya. Apapun yang akan kalian lakukan, saya tidak peduli!"
Karena merasa kesal pria berjas tersebut mendorong pria paruh baya itu ke lantai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 1
Di pagi hari yang cerah tepatnya di sebuah rumah sederhana terlihat seorang gadis yang bernama Alina Astriani atau kerap di panggil Alin.
Saat ini Alin sedang bersembunyi di balik selimutnya. Dia enggan membuka mata dari tidur yang sangat nyenyak. Hingga terdengar suara keributan yang membuatnya harus bangun dari tidurnya.
"Ih, siapa, sih, yang ribut pagi-pagi di rumah orang gini, ganggu aja orang lagi mimpi indah juga," ucapnya kesal. Lalu alin pun keluar dari kamarnya menuju arah suara keributan tersebut yang ada di ruang tengah rumahnya.
"Cepat kasih tau pada kami di mana kau sembunyikan anakmu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas sambil mencengkram kerah baju seorang pria paruh baya.
"Nggak akan. Saya nggak akan menyerahkan anak saya. Apapun yang akan kalian lakukan, saya tidak peduli!"
Karena merasa kesal pria berjas tersebut mendorong pria paruh baya itu ke lantai.
"Baik kalau itu mau kamu. Kalian pukuli dia sampai dia mau menyerahkan anaknya," suruhnya pada anak buahnya. Lalu mereka memukuli pria paruh baya tersebut hingga darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
"Berhenti!" teriak Alin saat melihat orang-orang tersebut memukuli ayahnya. Ya, yang mereka pukuli itu adalah ayahnya.
"Kenapa kalian pukul ayah saya? Ayah kenapa mereka pukul ayah sampai kayak gini?" tanya Alin sambil menangis lalu menaruh kepala ayahnya di pangkuannya.
"Oh, jadi ini anak kamu?" Pria berjas tersebut berjalan mendekati Alin.
"Cepat, Nak, kamu tinggalkan tempat ini, kamu nggak usah mikirin Ayah, Lin. Sekarang kamu pergi dari sini karena mereka akan membawa kamu pergi, Nak," ucap ayah terbata-bata.
"Enggak mau. Alin nggak mau ninggalin Ayah sendiri. Kita akan pergi sama-sama."
"Jangan harap kalian bisa lolos dari kami jika kamu berani membawa ayahmu itu, maka jangan salahkan saya atas apa yang akan terjadi nanti," ucap pria berjas mencengkram tangan Alin. Namun, dengan cepat Alin menendang bagian bawah pria tersebut hingga dia melepaskan cengkraman karena merasakan kesakitan yang amat luar biasa.
"Ayo, Ayah, Alin bantu, kita harus pergi dari sini," ucap Alin.
Saat Alin akan membantu ayahnya berdiri, tiba-tiba....
DOR!
Satu tembakan berhasil mengenai ayahnya dan pelakunya adalah pria berjas itu.
"Ayah!" teriak Alin saat melihat ayahnya yang terbaring sudah tak bernyawa di lantai.
"Hiks ... hiks, Ayah, bangun. Ayah jangan tinggalin Alin kayak gini," tangis Alin lalu memeluk jasad ayahnya tersebut.
"Sudah saya bilang, kan, jangan pernah main-main dengan kami. Sekarang lihatlah apa yang terjadi, jadi ini bukan salah saya, ini salah kamu yang tidak mau nurut apa kata saya."
"Kenapa kamu lakukan ini sama ayah saya? Memangnya apa salah saya dan ayah saya sama kamu sampai kamu tega membunuh ayah saya?" tanya Alin sambil terus menangisi jasad ayahnya.
"Sebenarnya kalian tidak punya salah sama sekali sama saya, tapi ayah kamu punya salah sama bos saya. Jadi, karena sekarang ayah kamu sudah mati maka kamu akan saya bawa ke bos saya sekarang juga."
"Nggak, saya nggak mau ikut kamu."
"Cepat bawa dia ke mobil dan yang lain cepat bersihkan semua ini agar tidak ada polisi yang bisa menemukannya. Kalau tidak, kita yang akan habis di tangan bos," suruhnya pada anak buahnya.
"Baik, Tuan," sahut anak buahnya serempak.
"Nggak, saya nggak mau, lepasin saya!" Alin memberontak saat salah satu anak buah tersebut menyeretnya masuk ke dalam mobil. Tak lama kemudian pria berjas tersebut juga ikut masuk lalu mobil yang mereka naiki mulai melaju meninggalkan tempat tersebut.
***
"Bos, saya sudah melakukan apa yang Bos suruh. Saya sudah membawa anak supir taxi itu ke sini."
"Bagus. Di mana gadis itu sekarang?" tanya seorang pria yang sedang duduk di kuris ruang kerja yang ada di sebuah rumah yang terbilang mewah. Dia adalah Alexander Graham atau di sapa Al, seorang CEO tampan namun memiliki sifat yang kejam.
"Dia ada di bawah. Tapi---"
"Tapi apa, Charles?"
"Saat gadis itu berusaha membantu ayahnya untuk kabur, saya terpaksa menembak supir taxi itu sampai dia meninggal," ucap Charles menunduk.
"Apa? Kamu membunuhnya?" tanya Al dengan marah seraya berdiri dan mengebrak meja di hadapannya.
"I---iya, Bos. Saya terpaksa melakukannya. Kalau saya tidak membunuhnya kami tidak akan bisa membawa gadis itu kemari," ucap Charles dengan kepala yang masih tertunduk.
"Lalu bagai mana dengan jasadnya?" Meski awalnya ia sangat marah, tapi kemudian Al berusaha untuk meredam amarahnya dan kembali memasang wajah datar tanpa ekspresinya.
"Bos tenang aja. Anak buah kita sudah mengurus semuanya."
"Oke, kalau gitu saya akan turun ke bawah dan kamu cepat bawa penghulu kemari."
"Untuk apa, Bos?"
"Karena kamu sudah membunuh supir taxi itu, maka akan saya balaskan dendam saya pada anaknya itu dengan cara menikahinya," ujar Al seraya tersenyum jahat.
"Kalau Bos menikah dengan gadis itu, lalu bagaimana dengan mbak Bella?" tanya Charles lagi.
"Biar saya yang akan mengurus Bella nanti. Kamu hanya harus melakukan apa yang saya suruh sekarang."
"Baik, Bos, akan saya bawa penghulu ke sini secepatnya."
"Dan satu lagi. Saya minta kamu untuk memecat semua pelayan di rumah ini, karena setelah gadis itu saya nikahi maka dia yang akan saya jadikan pelayan rumah ini," titah Al sekali lagi.
Setelah itu, Al keluar dari ruang kerjanya menuju lantai bawah di ikuti Charles di belakangnya untuk melakukan apa yang di perintahkan Al padanya. Yang pertama Charles memecat semua pelayan di rumah itu dan kemudian pergi keluar dari rumah tersebut untuk mencari seorang penghulu. Sementara Al kini menghampiri seorang gadis yang duduk di lantai dengan kedua kaki dan tangannya yang di ikat beserta mulutnya yang di lakban.
"Siapa namanya?" tanya Al pada salah satu anak buahnya saat dia sudah berada di hadapan gadis itu.
"Alina Astriani atau Alin, Tuan," jawab anak buah tersebut.
"Mmpmpp!" Alin berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikatnya.
"Apa? Kamu mau bilang apa, hmm?" tanya Al sambil berjongkok di depan Alin lalu melepaskan lakban dari mulutnya. "Ayo, sekarang kamu mau bicara apa?"
"Tolong lepaskan saya, Pak, saya mohon," ujar Alin sambil menangis.
"Oh, kamu mau di lepas? Cepat lepas ikatannya," titah Al pada anak buahnya lalu anak buah itu pun melepaskan ikatan Alin.
"Terima kasih, Pak. Kalau gitu biarkan saya untuk pergi," ucap Alin tersenyum saat dengan mudahnya Al melepaskan dirinya. Alin hendak pergi dari sana namun Al dengan cepat menghadangnya.
"Etss, mau ke mana kamu? Kamu pikir dengan saya melepaskan ikatannya kamu bisa pergi dari sini? Jangan mimpi kamu. Sini kamu!" Al lalu menghempaskan tubuh Alin ke sofa dengan cukup keras.
Alin melongo. Tadinya dia mengira Al adalah orang yang baik saat ia melepaskan ikatannya. Namun, seketika wajah tanpa ekspresi Al langsung membuatnya merinding.
"Tolong, Pak, biarin saya pergi, saya mohon. Sebenarnya apa salah saya dan ayah saya sama Bapak? Sampai Bapak tega melakukan ini ke saya?" Alin yang ketakutan itu hanya bisa menangis.
"Kamu mau tau salah kamu apa, hmm?" Lalu Al mengambil sebuah bingkai foto seorang gadis yang terletak di atas meja yang ada di ruangan tersebut dan memperlihatkan foto itu pada Alin.
"Kamu tau dia siapa? Salsha. Dia adik saya yang paling saya sayang, dia hidup saya, dan juga hidup mama saya. Dulu kami bertiga selalu tertawa dan bahagia bersama. Tapi suatu hari sebuah kejadian telah membuat kebahagiaan itu lenyap untuk selamanya. Saya mendapat kabar kalau Salsha menjadi korban tabrak lari, tapi sebelum saya bisa melakukan apapun untuk menyelamatkannya...." Al tak sanggup melanjutkan kata-katanya, kini dia sudah terduduk di lantai sambil menangis memeluk foto adiknya itu.
"Dia ... dia sudah pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Beberapa hari kemudian mama saya mengalami depresi karena merasa kehilangan Salsha, sampai akhirnya dia bunuh diri dan dia juga pergi meninggalkan saya sendiri tanpa siapa-siapa lagi di dunia ini," lanjut Al.
"Lalu hubungannya dengan saya dan ayah saya apa?" tanya Alin kemudian.
Al yang mendengar pertanyaan itu dia pun segera mengusap air matanya dengan kasar dan segera berdiri kembali lalu mencengkram dagu Alin dengan tatapan yang menyeramkan, kedua matanya merah padam.
"Karena ayah kamu yang sudah menabrak Salsha sampai dia meninggal dan ayah kamu juga yang bertanggung jawab atas semua penderitaan yang saya alami sekarang!" teriak Al lalu melepaskan cengkramannya dengan kasar.
"Nggak mungkin, ayah saya nggak mungkin melakukannya. Bapak pasti sudah salah orang," ucap Alin sambil meringis kesakitan akibat cengkraman Al tadi.
"Saya nggak mungkin salah karena saya punya buktinya. Cepat bawa kesini bukti itu," suruh Al sambil berteriak pada anak buahnya. Tak lam anak buah itu menyerahkan sebuah amplop pada Al.
"Ini ambil dan kamu lihat saja sendiri, setelah itu katakan apa saya yang salah atau tidak." Al melempar amplop itu ke hadapan Alin.
Alin pun membukanya dan betapa terkejutnya dia setelah melihat apa yang ada di dalamnya. Di dalam amplop tersebut berisikan beberapa lembar foto yang terdapat gambar ayah Alin yang keluar dari taxinya lalu mendekati seorang gadis yang sudah berlumuran banyak darah di depan taksi miliknya.
"Sekarang katakan siapa yang salah di sini saya atau dia?" tanya Al dengan penuh amarah.
"Nggak, ini semua bohong, ayah saya orang baik, dia nggak mungkin melakukan ini," ucap Alin lalu merobek foto-foto tersebut, merasa tak terima dengan tuduhan yang dilontarkan Al pada ayahnya yang telah tiada beberapa waktu yang lalu dan dia tak tau telah mereka apakan jasad sang ayah.
"Apa? Orang baik kamu bilang? Kalau dia memang orang baik, kenapa dia membiarkan adik saya Salsha, kenapa dia tidak membawanya ke rumah sakit. Kenapa? Andai saja dia melakukan itu, pasti Salsha masih hidup sampai sekarang!"
Teriakan Al menggema di seluruh penjuru rumah, membuat Alin menggigit bibir bawahnya saat melihat wajah merah penuh amarah milik Al.
"La---lalu apa yang akan Bapak lakukan? Bapak sudah membunuh ayah saya dan sekarang Bapak juga menculik saya. Apa yang Bapak inginkan dari saya?" tanya Alin ketakutan setelah Al membentaknya.
Al menyeringai bak iblis. "Saya akan membalaskan dendam saya ke kamu dengan cara menikahi kamu dan setelah itu saya akan membuat hidupmu menderita," ucap Al menekan kata-katanya.
Mendengar itu Alin dengan cepat menggeleng. "Nggak, saya nggak mau menikah dengan pria kejam seperti Bapak, saya nggak sudi menjadi istri seorang pembunuh!"
Plak!
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏