Sinopsis: Namaku Ebby Zahran. aku seorang OB di sebuah rumah sakit besar, aku selalu di salahkan oleh kakak tiriku, bahkan aku selalu di jadikan layak nya seorang babu. padahal aku putra kandung keluarga mamah. aku putra kedua dari mamah, papah ku sudah tiada, aku kira setelah mamah menikah lagi aku akan bahagia mempunyai kakak tiri . kakak tiriku putra kandung dari papah tiriku. mamah dan papah tiriku belum di karuniai anak.
aku juga belum pernah mendapatkan kebahagiaan dari kakak ku. dia selalu acuh, aku tak tau apa yg membuat nya seperti itu.
Ikuti kisah ku ini, semua tak mudah untukku.
hanya untuk hiburan semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon delita bae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ep 29" Mohon
Kak Ryan duduk menyandar di bibir jendela kamar nya, pandangan nya tertuju pada keindahan malam ini, bintang - bintang bersinar terang, sinarnya begitu indah, seakan malam ini sangat istimewa, tetapi tidak untuk kakak.
" By, kakak mohon kembali lah, kakak tau ini semua sangat sulit, tapi berilah satu kesempatan untuk kakak bisa menyayangimu" Gumam penuh penyesalan sambil menunduk lemas ,kedua tangan nya memeluk lutut.
" Makan dulu!" Mamah membawakan kakak sepiring nasi goreng lengkap dengan kerupuk nya. Segelas air putih siap menemani .
" Makasih mah, aku nggak nafsu, aku nggak tau sampe kapan Ebby sadar, dia masih sama kayak kemarin" Kak Ryan menolak lembut sambil mengusap butiran sebening kristal yg jatuh tanpa permisi.
" Hufff, ini emang sulit, tapi kamu harus makan, jaga kesehatan mu, mamah nggak mau kamu sakit karna dia!" Mamah menyuapi kakak sambil menghela nafas berat nya, bibir itu tersenyum kecut.
" Mah, dia selalu aja muncul di dalam mimpi ku, dia sangat kering, pucat pasi, kadang dia nggak ngomong apa pun padaku"Kak Ryan memakan sedikit nasi goreng itu, walau rasanya lezat tapi masih terasa biasa saja di mulut nya karna dia masih asik memikirkan aku.
" Mamah juga pengen dia sembuh, tapi rasa nya masih sulit untuk mengungkapkan nya karna dia begitu mirip papah, dia kayak kembaran nya papah" Mamah mengusap pipi basah kak Ryan sambil memberikan nya air minum itu.
" Mah , apakah dia akan pergi menyusul papah?jika benar bagaimana mah? Kita belum sempat meminta maaf pada nya" Kak Ryan menghabiskan minum itu sambil memandangi mamah dengan lekat.
Mamah tak mampu menjawab nya, beliau hanya diam seribu bahasa sambil menatap kakak.
Sementara di rumah sakit, papah menunduk di sampingku , beliau di penuhi air mata membasahi pipi.
" Sayang bangunlah, papah mohon" papah menunduk penuh air mata membasahi wajah nya, aku masih terlelap dengan posisi yg sama.
" Om makan dulu nih!" Eza membawa satu plastik besar berisi makanan, Eza tau kalau papah sangat menyayangi ku, Ellena juga sempat pingsan karna menangisi ku terus .
" Nggak mau" Tolak lembut papah di penuhi air mata dan ingus yg memenuhi hidung nya, dengan lemas papah meraih tisu yg ada di samping kanan tepat nya di atas meja.
" Om, jangan kayak gini, makan lah, kasian Ebby, kalo om sampe sakit , dia pasti sedih" Eza sampai menyuapi papah demi beliau bisa terisi asupan makanan.
" Hiks...Mas bangun lah, aku udah kangen, aku pengen kita bersama ketawa lagi, nikmatin waktu berduaan, aku mohon mas bangunlah hiks.." Ellena menunduk di tangan ku, air mata nya sangat deras , dia sampai tak ingin pulang ke rumah demi ingin tau aku sadar kembali.
" Sayang, kita pulang yuk!, ini udah malem, kamu juga udah sebulan lebih nggak tidur di rumah" Tante Dwi mengelus punggung Ellena dengan lembut .
" Nggak mau bun, aku mau liat mas Ebby sadar" Tolak nya sambil menatap penuh air mata, perut nya berbunyi pun tak dia hiraukan karna dia hanya ingin aku membuka mata .
" Ya udah, kalo kamu nggak mau, sekarang kamu makan aja dulu ya biar nggak sakit, nanti Ebby malah sedih dan makin sakit kalo kamu belum makan dan kurus nanti dia nyalahin diri nya karna kamu nggak makan" Tante Dwi membujuk putri kesayangan nya untuk makan. Air mata nya pun tak dapat lagi di bendung karna melihat putrinya seperti ini.
Ellena pun membuka mulut nya , dia makan karna dia nggak mau kalau aku sedih dan semakin memburuk.
Eza menangis dalam diam melirik ke arah adik nya yg seperti itu, dia sesekali melihat ke arah ku yg masih sama.
Gilang dan nenek sudah terlelap di sofa , waktu sudah semakin malam, mereka berharap setiap hari aku segera sadar.