NovelToon NovelToon
Mempelai Pengganti

Mempelai Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Sablah

aku berdiri kaku di atas pelaminan, masih mengenakan jas pengantin yang kini terasa lebih berat dari sebelumnya. tamu-tamu mulai berbisik, musik pernikahan yang semula mengiringi momen bahagia kini terdengar hampa bahkan justru menyakitkan. semua mata tertuju padaku, seolah menegaskan 'pengantin pria yang ditinggalkan di hari paling sakral dalam hidupnya'

'calon istriku,,,,, kabur' batinku seraya menelan kenyataan pahit ini dalam-dalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sablah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pesan tanpa nama

Keesokan harinya

hari itu, suasana rumah terasa lebih hening dari biasanya. di ruang tamu, Rama dan Alda sudah berdiri rapi, siap untuk berangkat ke bandara. Alda mengenakan dress biru panjang dengan make-up natural yang dia pakai, sementara Rama memakai jaket dan ransel di punggungnya.

di depan mereka, Ayah dan Ibu Rama duduk dengan ekspresi tenang, tapi ada sorot mata yang sulit diartikan. sementara itu, Raka berdiri di dekat tangga, bersandar dengan tangan di saku celana, ia hanya bertugas diam mengamati.

Ibu Rama menghela napas, lalu menatap putranya dengan lembut. "Rama, selama di sana, jaga dirimu baik-baik. jangan terlalu lelah bekerja, dan yang paling penting..." ia menoleh ke arah alda sejenak sebelum kembali menatap Rama. "jaga istrimu."

Alda tersenyum tipis, sementara Rama mengangguk. "iya, bu."

ayah Rama yang sedari tadi diam akhirnya ikut bersuara. "ingat, Rama, pekerjaan memang penting, tapi jangan sampai kau abaikan keluargamu. Alda sudah jadi tanggung jawabmu sekarang, pastikan dia merasa aman dan dihargai."

Rama menatap ayahnya sejenak, lalu kembali mengangguk. "saya mengerti, Yah."

ibu Rama kemudian menoleh ke Alda, menggenggam tangannya erat. "nak Alda, kalau ada apa-apa selama Rama pergi, jangan sungkan bicara sama Ibu. anggap rumah ini rumah sendiri, ya?"

Alda membalas genggaman itu dengan hangat. "iya, Bu. terima kasih."

keheningan kembali mengisi ruangan, hingga suara Raka tiba-tiba terdengar. "jangan buat dia menunggu terlalu lama. dan kau harus peka dengan keadaan!"

semua mata langsung tertuju padanya. nada suaranya terdengar datar, tapi ada sesuatu di dalamnya yang sulit diartikan.

Rama menatap kakaknya dengan dahi berkerut. "aku pergi untuk bekerja, bukan untuk main-main."

Raka hanya mengangkat bahu. "aku tahu."

Alda melirik ke arah Raka dengan perasaan tak menentu. kata-katanya kemarin masih terngiang di benaknya, tapi ia memilih untuk diam.

tak lama kemudian, klakson mobil berbunyi dari luar. taksi yang akan mengantar mereka ke bandara sudah tiba.

setelah berpamitan, Rama menggenggam tangan Alda dan membawanya keluar rumah. namun, saat melangkah menuju mobil, Alda sempat menoleh ke belakang. dari ambang pintu, Raka masih berdiri di sana, menatap mereka dengan ekspresi sulit ditebak.

Alda buru-buru mengalihkan pandangannya dan mengikuti Rama masuk ke mobil. dalam hati, ia bertanya-tanya... 'apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran mas Raka? apa aku sudah berbuat salah padanya?'

*****

dua jam perjalanan di pesawat terasa belum seberapa dibandingkan dengan perjalanan mereka kali ini. empat mobil bergerak perlahan menelusuri jalan aspal yang sempit, hanya cukup untuk satu mobil dan satu sepeda motor. jalanan ini terletak jauh dari keramaian perkotaan, mengarah ke sebuah desa yang terkenal dengan penghasilan kopi terbaiknya.

di kiri dan kanan jalan, kebun kopi terbentang luas, pohon-pohon kopi hijau subur dengan buah yang siap dipetik. udara sejuk pegunungan terasa menyegarkan, namun suasana dalam mobil masih terasa hening, hanya suara mesin mobil dan desiran angin yang terdengar.

Rama dan Alda duduk di mobil ke dua dari depan, diikuti oleh dua mobil lainnya yang membawa rekan-rekan kerja Rama. meski perjalanan sudah cukup panjang, suasana tampaknya masih canggung, terutama setelah peristiwa aneh yang terjadi sebelumnya. Alda sesekali melirik Rama yang tampak serius, sementara rama terlihat lebih fokus ke jalan, sesekali memeriksa peta di tangan.

setelah perjalanan beberapa saat, satu mobil yang sejak tadi memimpin jalan, tiba-tiba berhenti, memberi tanda agar mobil Rama dan yang lainnya ikut berhenti juga. "ada apa?" tanya Rama, membuka kaca mobil sedikit.

"sekitar sepuluh menit lagi kita sampai," jawab rekan Rama dengan suara pelan. "tapi jalanannya semakin sempit. hati-hati saja."

Rama mengangguk, lalu kembali menyusuri jalan. mobil-mobil mereka melaju semakin pelan, mengikuti jalur yang semakin sempit dan berkelok.

namun sesampainya di desa, pemandangan langsung berubah menjadi lebih hangat. rumah-rumah sederhana dengan atap alang-alang berdiri kokoh di sepanjang jalan, dengan nuansa pedesaan yang kental. para penduduk desa tampak menyambut kedatangan mereka dengan senyuman ramah.

"selamat datang, mas Rama!" sapa salah seorang penduduk desa yang sudah menunggu di depan rumah besar berwarna cokelat tua, rumah yang sudah disiapkan untuk mereka huni, "kami sudah menyiapkan tempat untuk anda dan rekan-rekan."

Rama dan teman-temannya mengangguk dan berterima kasih, lalu menuju rumah tersebut bersama rombongan. di dalam rumah, suasana terasa hangat meskipun sederhana. Di ruang tengah, sebuah perapian kecil mengeluarkan asap tipis, memberikan rasa nyaman di tengah udara dingin malam.

para penduduk desa mulai menyiapkan makanan untuk mereka, dan aroma kopi yang baru diseduh menguap, menambah kesan sejuk yang menyelimuti desa ini.

namun, di tengah keramaian itu, Rama mulai memperhatikan wajah Alda yang tampak lelah. perjalanan panjang, cuaca dingin, dan tekanan yang ia rasakan sepertinya mulai menguras tenaganya. Mata Alda tampak sayu, dan tubuhnya sedikit lebih lesu dari biasanya.

"Da, kamu kelihatan capek," kata Rama dengan suara lembut, menatapnya penuh perhatian. "Mending kamu istirahat dulu di kamar, setelah ini aku akan menyusul."

Alda menanggapi dengan gelengan kepala. "tidak, Ram. aku akan menunggu di sini saja. semua pasti juga merasa lelah, kan? kita sama-sama capek."

Rama mengamati Alda dengan serius. "aku dan yang lainnya sudah terbiasa dengan perjalanan seperti ini, Da. tapi kamu tidak. dari kecil, aku tahu kamu lebih rentan dengan cuaca dingin seperti ini."

Andre, yang kebetulan berada tidak jauh, ikut menyahut dengan nada lembut, "Mbak Alda, maaf saya ikut menyela, tapi Mas Rama benar. kami memang sudah terbiasa dengan perjalanan seperti ini. lebih baik Mbak istirahat dulu saja, Mbak pasti lelah setelah perjalanan panjang tadi."

dengan banyaknya dukungan yang datang, akhirnya Alda hanya bisa menghela napas panjang dan tersenyum lelah. "baiklah, jika begitu, saya pamit istirahat lebih dulu. terima kasih semuanya." setelah berkata demikian, Alda pun beranjak menuju kamar yang telah disiapkan untuk mereka. namun, sebelum benar-benar masuk, Rama menyapanya sekali lagi.

"Da, boleh tolong isikan daya ponselku? sepertinya sudah lowbat," kata Rama sambil menyerahkan ponselnya dengan lembut. "charger nya ada di ransel paling depan" lanjutnya lagi.

Alda mengangguk dan menerima benda pipih tersebut. "tentu, Ram," jawabnya dengan senyum ringan.

setelah masuk ke kamar, Alda meletakkan tasnya dan duduk di dekat meja, sambil langsung menghubungkan charger ke ponsel Rama, sesuai apa yang diperintahkan tadi. tapi...

begitu layar ponsel menyala, tanpa sengaja ia melihat sebuah notifikasi pesan yang muncul di layar ponsel itu.

pesan itu muncul dari pengirim tanpa nama, dengan kalimat yang tiba-tiba membuat jantung Alda berdebar.

'bagaimana kabarmu Rama? maaf, sudah melukai hatimu'

Alda menatap layar ponsel itu sejenak, merasa cemas dan tidak nyaman. siapa yang mengirim pesan ini? kenapa pesan ini bisa muncul tiba-tiba? meskipun hanya terdiri dari dua kalimat, namun kata-kata itu terasa begitu mengguncang dan membuat Alda tidak tahu harus berbuat apa.

dengan tangan yang sedikit gemetar, Alda segera menutup layar ponsel dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. ia mencoba untuk mengabaikan perasaan cemas yang mulai mengganggu pikirannya, tetapi tetap tidak dipungkiri jika pesan itu masih terngiang di benaknya.

***

sementara itu, di luar, setelah kepergian Alda, para rekan kerja Rama dan penduduk desa melanjutkan percakapan mereka di teras. suasana desa yang tenang dan aroma kopi yang menyegarkan membuat semua orang merasa lebih santai setelah perjalanan panjang.

namun, tak selang lama, Kepala Desa dan beberapa klien ikut bergabung mendekati Rama yang sedang berbincang dengan rekan-rekannya.

"kami belum sempat bertanya sebelumnya," kata Kepala Desa dengan senyum ramah, "maaf, tapi tadi itu siapa ya? wanita yang ikut bersama kalian? apakah dia bagian dari tim ini juga? tapi sepertinya wajahnya terlalu muda dan sangat cantik"

Rama terlihat sedikit terkejut, tetapi mencoba menjaga ketenangan. ia tersenyum tipis dan menjawab dengan hati-hati, "dia... dia istri saya, Pak" jawabnya dengan sopan, meski sedikit ragu. tapi Rama tidak ingin membingungkan situasi.

beberapa orang seketika terkejut, namun ada sedikit keraguan di mata mereka. "istrinya, ya?" seorang klien bertanya, tampak ingin memastikan.

"ya, itu istri saya," jawab Rama sambil tersenyum lebih lebar. "dia sedang merasa sedikit lelah setelah perjalanan panjang, jadi saya sarankan dia untuk beristirahat dulu."

kepala desa mengangguk, meski tampak sedikit bingung. "ah, begitu. kami pikir dia bagian dari tim yang datang bersama kalian. maafkan kami kalau ada kekeliruan."

Rama hanya mengangguk sambil berusaha meyakinkan mereka. "tidak apa-apa. kami senang bisa tinggal di sini."

setelah percakapan itu, kepala desa dan klien-klien kembali melanjutkan obrolan mereka dengan lebih santai, meskipun pertanyaan itu sedikit mengusik pikiran Rama. ia berharap Alda bisa segera beristirahat dengan tenang tanpa ada gangguan lebih lanjut.

***

setelah dirasa obrolan mereka selesai, Rama dan rekan-rekannya pun berpamitan untuk beristirahat. udara malam di desa terasa semakin dingin, dan kelelahan setelah perjalanan panjang mulai terasa di tubuh mereka. satu per satu, mereka masuk ke kamar masing-masing, berharap bisa mendapatkan istirahat yang cukup sebelum melanjutkan kegiatan esok hari.

Rama berjalan menuju kamarnya dengan langkah tenang, lalu membuka pintu perlahan agar tidak mengganggu Alda yang sudah lebih dulu masuk. saat pintu terbuka, ia melihat Alda sedang berbaring menghadap tembok. sekilas, terlihat seperti dia sudah tertidur pulas, tapi saat Rama mendekat, ada sesuatu yang terasa berbeda.

napas Alda belum sepenuhnya teratur, seperti seseorang yang baru saja mengalami sesuatu yang membuatnya gelisah. Rama sempat mengernyit, merasa ada yang tidak beres, hingga tiba-tiba layar ponselnya menyala di atas meja.

tatapan Rama langsung tertuju pada benda pipih tersebut. rasa penasaran muncul begitu saja, dan saat ia melihat beberapa isi notifikasi yang muncul di layar, tubuhnya menegang ketika menatap 1 pesan yang cukup membuat darahnya berdesir.

'bagaimana kabarmu Rama? maaf, sudah melukai hatimu'

mata Rama membulat. pesan ini… siapa yang mengirimnya? kenapa pesan seperti ini tiba-tiba muncul sekarang?

ia kembali menoleh ke arah Alda yang masih berbaring diam. perlahan, Rama menarik napas dalam, lalu memberanikan diri membuka pembicaraan.

"Da…" panggilnya pelan, suaranya terdengar lebih hati-hati dari biasanya.

meski Alda tidak langsung merespon, tetapi bahunya sedikit menegang, seolah dia masih terjaga dan mendengar panggilannya. dari sini Rama semakin yakin bahwa Alda tidak benar-benar tidur.

"kamu sudah melihatnya, ya?" tanya Rama lagi, kali ini suaranya lebih lembut, nyaris seperti bisikan.

Alda masih diam. tidak ada jawaban, tetapi napasnya sedikit berubah ritme, seakan sedang menahan sesuatu.

Rama menghela napas panjang sebelum akhirnya duduk di tepi ranjang, menjaga jarak agar tidak membuat Alda semakin canggung. "aku tidak tahu kenapa pesan ini muncul sekarang… dan aku juga tidak tahu siapa yang mengirimnya," ucapnya dengan nada serius. "tapi jika itu membuatmu tidak nyaman, aku minta maaf."

beberapa detik berlalu tanpa jawaban. Hingga akhirnya, Alda perlahan bergerak, sedikit membalikkan tubuhnya, meskipun masih tidak benar-benar menghadap Rama. Suaranya terdengar lirih ketika ia akhirnya bicara.

"maaf jika aku lancang, Ram. aku tidak sengaja melihatnya tadi" ucap nya pelan.

ruangan seketika terasa begitu sunyi. Alda terdiam lagi, dan Rama pun membiarkan dia mengambil waktu. tetapi dari caranya menarik napas, dari cara matanya berkedip perlahan, Rama tahu… pesan itu membuatnya tidak tenang.

"jika ada yang mengganjal di hatimu, kita bisa bicarakan ini baik-baik" lanjut Rama dengan suara lebih lembut. "aku tidak ingin ada yang mengganggumu, Da"

Alda menggigit bibir bawahnya, lalu menutup matanya sesaat. entah kenapa, mendengar Rama mengatakan itu justru membuat perasaannya semakin tidak menentu. ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya, tetapi untuk saat ini, ia memilih untuk menyimpannya sendiri.

"sudahlah, Ram," ucapnya akhirnya. "ada baiknya kita istirahat saja. besok kamu masih harus bekerja, dan itu pasti menyita energimu"

Rama menatapnya sejenak, mencoba membaca ekspresi Alda dalam cahaya kamar yang temaram. ia ingin bertanya lebih jauh, ingin menjelaskan lebih banyak, tetapi melihat Alda yang tampak begitu lelah, ia akhirnya memilih mengalah.

"baiklah," ujar Rama akhirnya. "kalau ada apa-apa, jangan ragu buat cerita, Da"

Alda tidak menjawab, hanya sedikit mengangguk sebelum kembali membalikkan badannya. Rama menghembuskan napas perlahan, lalu mengambil ponselnya. ia menatap layar itu beberapa detik sebelum akhirnya mengunci kembali dan meletakkannya di samping tempat tidur Alda.

satu kasur, satu selimut tebal, dan satu bantal tambahan di sudut ruangan.

tanpa ragu, Rama mengambil selimut dan bantal itu, lalu menghamparkannya di lantai, tepat di sisi tempat tidur Alda. ia memilih tidak tidur di ranjang yang sama dengan Alda. Rama tahu, situasi mereka saat ini masih serba canggung. ia tidak ingin membuat Alda semakin tertekan dengan keberadaannya. biarlah ia tidur di sini, di lantai, di samping kasur Alda. yang terpenting untuknya, Alda bisa istirahat dengan tenang tanpa merasa terusik.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!