Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sempit
Deru mesin terdengar dari balik pintu rolling door yang terbuka setengah. Bengkel Flashline berdiri megah di pinggir kota, dikelilingi pagar besi hitam mengkilat, dengan papan nama merah menyala.Bau khas oli bercampur wangi kopi dari ruang tunggu yang terpisah kaca bening, tempat para klien duduk santai sambil menyaksikan mobil mereka dirawat seperti raja.
Logo bergaya futuristik terpampang di atas bangunan dua lantai menyala kelap-kelip. Di halaman depannya, beberapa mobil mewah berjejer rapi—Lamborghini, McLaren, hingga Rolls-Royce, seperti pameran mini yang menunggu giliran dibelai tangan-tangan ahli.
Siang menjelang sore suasana masih terlihat sibuk . Lantai beton bersih dari noda oli, mengkilat tertimpa lampu LED putih yang terang benderang. Musik Koplo mengalun pelan dari speaker yang tertempel di dinding.
Meski bengkel ini sebenarnya menerima semua jenis mobil, mayoritas yang datang adalah kendaraan kelas atas, dan para stafnya pun terbiasa menangani mesin berharga miliaran. Tapimereka tak pernah pilih kasih, mau murah atau mahal, lokal atau import semua mereka perlakukan dengan penuh kasih sayang.
Di salah satu sudut bengkel, Cakra jongkok sambil membuka kap mesin Mercedes-Benz S-Class berwarna hitam legam. Tangannya cekatan, dengan sarung tangan nitril hitam menempel di kulitnya. Wajahnya serius, fokus membenahi bagian dalam mesin yang tengah bermasalah.
“Bang Bim, timing belt-nya kena nih, pantes dari kemarin bunyi ninu-ninu,” gumamnya, lebih ke dirinya sendiri, sebelum melirik ke arah Bima, anak buah Om Hail, yang berjalan menghampirinya sambil membawa boks perkakas.
Bima, cowok bertubuh tegap dengan tato yang memenuhi lengan kanan, mendekat.
“Butuh bantuan?” tanyanya.
Cakra menggeleng tipis, “Gampang ini mah, nggak ada apa-apanya kalau di bandingin ngeluluhin hatinya si bulan cantik."
Bima menaikan satu alisnya mendengar gumaman Cakra yang terdengar ngelantur, tapi itu sudah biasa. Tidak seharipun bisa Cakra lewatkan tanpa membahas nama bulan.Tangan Cakra membuka kotak perkakas yang dibawakan Bima lalu mengambil kunci sok 10mm, yang panjang.
Cakra melirik Bima yang masih berdiri di sampingnya dengan senyum pasta gigi.
"Apa?" tanya bima yang tahu arti senyum brondong itu.
"Tolong siapin kabel jumper dong Bang Bim, aki-nya soak," jawabnya dengan tatapan penuh pinta.
Bima tidak menjawab tapi langsung pergi mengambil apa yang Cakra perlukan.
"Cepet selesain, masih ada mobil Mbak Vero yang ngantri sentuhan kamu," ucap Bima sambil meletakan kabel yang ia bawa.
"Tuh mobil kenapa dah, perasan nggak pernah ada yang serius tapi tiap minggu selalu dibawa ke sini," celetuk Cakra dengan tangan yang sibuk mengutak atik mesin.
"Itu namanya Caper sama kamu, gitu aja nggak tau."
"Lha emang Cakra nggak tahu," sahut cakra acuh.
Bima hanya bisa menggeleng lalu kembali ke pasien yang ia tangani, sebuah lambroghini warna biru electrum sudah menantinya.
Tak jauh dari mereka, Hail sang pemilik bengkel, berdiri dengan tangan menyilang di dada, memantau semua aktivitas. Pria tampan berjambang tipis berusia hampir tiga puluhan itu punya aura kharismatik yang mempunyai daya tarik sangat kuat bagi para kaum hawa. Hail tak ubahnya seperti penglaris bengkelnya sendiri, banyak pelanggan bengkelnya adalah perempuan.
Namun di samping kharismanya yang memabukan kaum hawa, Hail juga dikenal sebagai legenda otomotif yang lebih pilih-pilih soal karyawan daripada pelanggan. Pria yang memakai kaus hitam bertuliskan Flashline Founder, celana jeans gelap, dan sepatu kulit mengkilap berjalan mendekati Cakra.
"Mobil itu harus beres sore. Klien VIP, kamu tau kan gaya dia suka heboh kalau telat,” ujar Om Hail, suaranya berat tapi tenang. Sambil melirik mobil BMW Z4 tak jauh darinya.
Cakra hanya mengangguk tanpa menoleh, karena dia sudah paham pasti mobil warna putih milik tante-tante genit alias si mbak veronica itu yang Om-nya maksud.
“Tenang aja Om, bentar juga kelar. Tinggal kasih sentuhan cinta, cring-cring, beres," ujar Cakra sambil mengangguk dua kali saat mengatakan kata cring.
"Bisa saja kamu, tapi memang mobil itu cuma mau tangan kamu," ucap Hail sambil terkekeh pendek, lalu berjalan menuju meja kontrol tempat data kendaraan ditampilkan lewat layar sentuh. Di bengkel ini, teknologi canggih bertemu keahlian manual—perpaduan yang menjadikan Flashline bukan bengkel biasa, melainkan markas elit para pencinta mesin mahal.
Dua mobil berhasil Cakra selesaikan, tidak termasuk mobil si tante karena mobil itu tidak ada kerusakan sama sekali. Entah kenapa si Mbak Veronica ini selalu membawa mobilnya ke Flashline setiap minggu. Cakra menutup cap mobil toyota Crown warna hitam mengkilap, sudut bibirnya terangkat naik saat mendengar deru motor yang sangat ia kenal berhenti di depan bengkel.
Seorang laki-laki yang berusia satu tahun di bawahnya turun dari motor bergaya klasik. Dengan santai ia berjalan masuk ke bengkel setelah menyapa Hail.
"Oi, gimana jadi?" tanya pemuda itu dengan tangan yang terlambai pada Cakra.
"Jadilah, tapi gue mandi dulu bentar. Lo langsung ke belakang aja," jawab Cakra sambil melepaskan sarung tangannya.
Pemuda itu mengangguk lalu melangkah ke rah belakang yang Cakra maksudnya. Pemuda itu melepaskan tas ranselnya lalu meletakkan di meja yang terbuat dari velg mobil bekas. Tanpa menunggu Cakra, pemuda itu mengambil bola basket lalu mendribelnya penuh semangat.
"Dih udah mulai aja lo," ucap Cakra yang datang setelah membersihkan diri dari oli dan teman-temannya.
"kelamaan nunggu lo mandi," sahut si pemuda sambil mengusap keningnya yang bercucur keringat dengan ujung kaos basketnya.
Bola berwarna coklat itu ia lempar sembarangan, ia lalu berjalan menghampiri Cakra yang duduk di sofa dari ban bekas.
"Si Eric sama Rey belum dateng?" tanya pemuda itu sambil membuka tutup botol minuman isotonik yang Cakra bawa.
"Belumlah, sekarang aja baru setengah lima. Kita tuh janjian main jam lima, lo aja yang ke rajinan dateng."
Pemuda itu hanya mengangkat bahunya acuh lalu meminum minumannya.
"Gue tahu lo pasti udah kangen banget sama gue," celetuk Cakra sambil menyugar rambut penuh percaya diri.
"Uhuk!"
Pemuda itu tersedak, hampir saja menyemburkan isi mulutnya tapi ia tahan.
"Sialan lo najis banget gue kangen sama modelan tutup oli," sahut pemuda itu dengan tatapan sinis pada Cakra.
"Heleh, gengsi banget ngomong kangen doang. Padahal nggak apa-apa. kalau lo kangen sama gue, gue ikhlas lahir batin," goda Cakra sambil menaik turunkan alisnya.
"Amit-amit jabang kodong, Ka. Sing eling lo, eling!" serunya yang sudah muak, Cakra pun tertawa melihat ekspresi kesal temannya itu.
Suara langkah terdengah dari arah bengkel membuat pemuda itu menoleh sekaligus merasa lega. Tapi pemuda itu berdiri dengan wajah terkejut melihat sosok yang menghentikan langkahnya diambang pintu.
"Kak Willi?"
"Luga?"
"Kak willi ngapain ke sini?"
"Lo ngapain di sini?"
keduanya bertanya bersamaan dengan wajah yang sama-sama bingung.
"Lha lo berdua udah saling kenal? Dunia sempit banget ya?" celetuk cakra tak kalah bingung.
onaaaaaa km dateng nya gak tepat bgt deh
km udh gk suci lg.. udh tergoda gra2 500rebu haha mna belinya motif pikachu knp gk cherry aja