Memilik cinta yang begitu besar tak menjamin akan bertakdir. Itulah yang terjadi pada Rayyan Rajendra. Mencintai Alanna Aizza dengan begitu dalam, tapi kenyataan pahit yang harus dia telan. Di mana bukan nama Alanna yang dia sebut di dalam ijab kabul, melainkan adiknya, Anthea Amabel menggantikan kakaknya yang pergi di malam sebelum akad nikah.
Rayyan ingin menolak dan membatalkan pernikahan itu, tapi sang baba menginginkan pernikahan itu tetap dilangsungkan karena dia ingin melihat sang cucu menikah sebelum dia menutup mata.
Akankah Rayyan menerima takdir Tuhan ini? Atau dia akan terus menyalahkan takdir karena sudah tidak adil?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Kejutan Di Ulang Tahun Perusahaan
Mami Sasa menyambut kedatangan sang menantu dengan sangat bahagia. Sang putri mahkota pun ternyata ikut menyambut sang Tante tercinta.
"Anteu!"
Achel berlari ke arah Anthea dan segera memeluknya. Lengkungan senyum terukir di wajah Anthea sembari memeluk tubuh gempal sang keponakan.
"Amang gak dipeluk?"
"No!"
Rayyan berdecak kesal. Dia menghampiri Anthea dan Achel yang masih berpelukan. Tak Anthea duga Rayyan malah memeluknya dari belakang. Seketika tubuh Anthea menegang.
"Anteu punya Amang! Bukan punya Achel!"
"PUNYA ACHEL!"
Meskipun berniat untuk bercanda, mampu membuat jantung Anthea tak aman. Berdegup dengan ritme yang lebih cepat dari sebelumnya.
"Punya Amang, Wle."
"MAMI!!"
"Mas," panggil Anthea dengan begitu lembut.
"Biarkan seperti ini dulu, Anthea," bisik Rayyan dengan sangat lembut.
Sikap Rayyan kepada Anthea tak luput dari pandangan papi Restu. Senyum terukir dari wajah pria yang masih sangat gagah.
.
Rayyan dan Reyn kini berada di kursi halaman samping. Reyn menatap Rayyan dengan begitu dalam. Sudah dua Minggu adiknya itu menikah.
"Lu kapan hubungi Abang?"
Rayyan tersenyum. Ternyata bukan hanya sang baba yang mengkhawatirkan hubungannya dirinya dan sang Abang. Reyn pun merasakan hal yang sama.
"Secepatnya."
"Lu udah tahu semuanya kan?" Reyn mulai mencecar pertanyaan. Rayyan mengangguk.
"Maaf, gua salah," sesalnya pada sang kakak.
"Gua tahu lu sayang sama Al--"
"Jangan sebut namanya, Mpok. Dia udah seperti ba bi di hidup gua. Haram."
Reyn tertawa mendengar jawaban dari Rayyan. Adiknya yang konyol kini telah kembali. Reyn pun tak membahas tentang Alanna lagi.
"Gimana dengan Abel?"
Rayyan segera mengalihkan atensinya. Dahinya mengkerut mendengar pertanyaannya Reyn.
"Gimana apanya?" Malah Rayyan bertanya balik.
"Udah mulai jatuh cintakah? Soalnya sorot mata lu beda setiap kali Mandang Abel."
Rayyan bisa berbohong kepada siapapun. Namun, tidak kepada Reyn. Hidup dalam satu ari-ari selama sembilan bulan di dalam perut, membuat ikatan batin mereka sangat lengket.
"Dia seperti obat."
Reyn masih menatap Rayyan. Menunggu kelanjutannya.
"Ketika gua tahu kenyataan tentang si jalank. Gua hanya marah pada saat itu aja. Tidak ada namanya marah berlarut-larut. Padahal, gua sangat hancur. Itu hanya karena gua melihat wajah dia."
Reyn tersenyum. Dia mengusap lembut pundak sang adik.
"Itulah alasan kenapa Mami sangat menyayanginya. Dan anak gua begitu lengket sama Abel."
"Dua perempuan itu memiliki insting yang begitu tajam melebihi belati. Mereka tahu mana yang baik dan tidak. Tanpa harus melihat fakta terlebih dahulu."
"Lu benar," balas Rayyan.
"Jaga Abel ya, Ray. Jangan goreskan luka apapun. Bahkan sedikit pun. Dia sudah terlalu banyak menyimpan goresan luka selama ini."
Reyn berdiri dan meninggalkan Rayyan dengan segala tanya di kepala.
"Apa maksudnya?"
Rayyan hendak membuka mulut, tapi sang kembaran sudah tidak ada dari pandangan. Dia hanya berdecak kesal.
Meraih cangkir kopi yang ada di meja. Menyesapnya dengan penuh pertanyaan perihal ucapan Reyn. Suara seseorang mampu Rayyan dengar.
"Mas!"
Rayyan segera menoleh ke belakang. Anthea sudah menghampirinya dengan mata sayu.
"Belum tidur?"
"Aku gak berani masuk ke kamar orang lain."
Rayyan tertawa. Istrinya ini benar-benar menggemaskan.
"Kamar gua, kamar lu juga, Anthea."
"Tapi, tetap gak berani masuk."
Rayyan pun hendak berdiri. Namun, dilarang lelah Anthea.
"Habiskan aja dulu kopi kamunya. Aku enggak apa-apa di sini dulu."
Anthea duduk di samping Rayyan. Masih ada jarak satu jengkal di antara mereka. Rayyan mulai membuka jaket yang dia gunakan. Lalu menyampirkannya di tubuh Anthea. Manik mata indah itupun menatap Rayyan.
"Di sini dingin. Lu baru aja sembuh."
Lima menit berada di kesunyian, Rayyan memberanikan diri untuk menggeser tubuhnya. Tangan Anthea pun dia raih. Berhasil mengalihkan atensi Anthea. Tanpa berkata, Rayyan menarik tangan Anthea ke dalam pelukannya.
"Semoga pelukan gua ini bisa memberikan kehangatan untuk dinginnya hidup lu."
Kalimat itu membuat mata Anthea berembun. Kedua tangannya perlahan melingkar di pinggang Rayyan.
"Cukup jadikan gua satu-satunya orang yang membuat lu nyaman. Sekarang dan selamanya."
Pelukan Anthea semakin erat dan mereka berpelukan dengan begitu nyaman dalam waktu yang cukup lama. Sampai Anthea tertidur di pelukan Rayyan saking nyamannya.
.
"Papi harap kalian semua hadir di acara ulang tahun perusahaan."
Anthea terdiam dan menatap sang suami yang terlihat santai dengan sarapannya. Juga dengan yang lainnya.
"Anteu juga halus datang, ya."
Suara Achel membuat Anthea tersenyum. Dia memandang Rayyan yang juga tengah memandangnya. Anthea harus legowo jika Rayyan tidak mengajaknya. Dia juga sadar statusnya saat ini itu seperti apa.
Rayyan segera mengantar Anthea ke tempat kerja. Tak ada pembicaraan sama sekali di antara mereka berdua. Sampai malam tiba pun Rayyan tak membahas perihal acara ulang tahun perusahaan.
"Jangan pernah berharap pada manusia, Thea. Itu hanya akan menyakitimu."
Anthea tersenyum begitu tipis dan kembali mendengarkan lagu happy dari band negeri gingseng, day6.
Pagi sudah datang, tapi Rayyan tak kunjung ke meja makan. Baru saja hendak beranjak dan menuju kamar Rayyan, suara langkah kaki terdengar. Ya, dia sudah rapi dengan kemejanya. Masih tak ada pembicaraan apapun perihal ulang tahun perusahaan. Padahal, acaranya malam ini.
"Gua berangkat."
"Lu kan cuma istri pengganti, Anthea. Di undangan aja nama Alanna kan yang terpampang."
Hembusan napas kasar keluar dari bibirnya. Dia kembali ke kamar dengan langkah gontai. Pandangannya kini tertuju pada jari manis. Tak ada cincin yang melingkar di sana.
"Pemiliknya bukan lu, Anthea."
.
Di jam makan siang, di mana Anthea tengah menikmati cokelat untuk mengembalikan mood-nya, seorang lelaki masuk ke tempat biasa karyawan bergantian istirahat. Anthea terkejut ketika masker yang menutupi sebagian wajah dibuka.
"Rayyan!"
"Ikut gua!"
"Ta-pi---"
Rayyan sudah menarik tangan Anthea. Dan masker pun sudah Rayyan pakai kembali. Di depan pintu tempat beristirahat manager kafe sudah berdiri.
"Ikutlah dengan Tuan ini, Abel."
Anthea menatap Rayyan yang menatap sang manager. Tangan Anthea mulai dia genggam dengan erat meninggalkan kafe. Para karyawan kafe pun tercengang melihat betapa eratnya tangan Anthea digenggam oleh lelaki misterius itu.
"Mau ke mana?" tanya Anthea.
"Nanti juga lu tahu."
Mobil berhenti di sebuah butik ternama. Rayyan kembali menggenggam tangan Abel mengajaknya masuk ke dalam. Sambutan hangat mereka dapatkan.
"Temanya hitam putih. Pilihlah mana yang lu suka."
Gaun cantik, elegan dan mewah berjejer di hadapan Anthea. Dia kembali menatap Rayyan.
"Untuk apa?"
"Ulang tahun perusahaan. Apa lu lupa?"
Anthea terdiam. Rayyan mendekat dan dia tersenyum tipis ke arah sang istri.
"Jangan overthinking."
"Apaan sih? Enggak, ya!"
Wajah merah karena malu terlihat jelas. Benar kata Rayyan, dia sudah overthinking dan negatif thinking. Rayyan melarang Anthea untuk kembali ke kafe. Dia sudah menghubungi pemilik kafe langsung.
Sedangkan di kafe ada seseorang yang masih menunggu Anthea. Selepas Anthea pergi dengan Rayyan, dia datang dan ingin bertemu dengan Anthea.
.
Mata Rayyan tak berkedip ketika melihat Anthea selesai di make up dengan menggunakan dress putih yang sederhana, tapi begitu ellegant.
"Istrimu cantik sekali, Rayyan."
Wajah Anthea bersemu, sedangkan Rayyan malah tersenyum melihat pipi sang istri berwarna pink. Dia mendekat ke arah sang istri yang ribuan kali lebih cantik dari biasanya. Rayyan mengulurkan tangan dengan senyum yang terus mengembang. Anthea pun menerimanya dengan senang.
Suasana hotel di mana ulang tahun perusahaan diadakan sudah sangat ramai. Suasana semakin riuh ketika Rayyan tiba dan menggandeng tangan istrinya. Mereka tak bisa berkata ketika melihat Anthea.
"Ray, aku malu," bisiknya ketika hendak masuk ke lift.
"Tidak usah lihatin mereka. Cukup liatin gua dan teruslah berada di samping gua."
Mereka berkumpul dengan keluarga. Rayyan pun meninggalkan Anthea untuk menyapa para kolega bersama sang ayah. Sesekali Anthea mencari keberadaan sang suami. Sejujurnya dia masih canggung dengan keluarga Rayyan yang lain.
Rengkuhan di pinggang membuat Anthea sedikit terkejut. Ternyata sang suami sudah berada di sampingnya.
"Sayang, ikut Mas, yuk."
"Ke mana?"
Rayyan menarik tangan Anthea menjauhi orang banyak. Di pojokan kini mereka berada. Rayyan mengeluarkan sesuatu di sakunya.
"Teruslah pakai cincin ini. Jangan pernah dilepas."
Anthea terkejut bukan main. Sekarang Rayyan sudah memasangkannya pada jari manis Anthea. Dia membawa Anthea kembali ke acara. Banyak kolega Rayyan yang memuji kecantikan Anthea. Bahkan mereka mengatakan jika Rayyan adalah lelaki yang sangat beruntung bisa bersanding dengan wanita spek bidadari. Tangan Rayyan semakin erat merengkuh pinggang sang istri.
Sungguh Anthea tak menduga bahwa dia akan dikenalkan kepada semua kolega Rayyan. Anthea pun asyik berbincang dengan para istri pengusaha muda rekan Rayyan. Namanya ada yang memanggil. Dia pun menoleh. Dia maju beberapa langkah menuju orang itu.
"Kata karyawan lain lu bawa bini. Kenalinlah! Gua penasaran."
"Yakin?" tanya Rayyan serius. Dia pun mengangguk.
Rayyan membalikkan tubuh. Tak segan dia merengkuh pinggang salah seorang wanita yang ada tak jauh dari lelaki itu. Di pandangan lelaki itu Rayyan dan istrinya seperti orang yang saling membalas cium pipi.
"Begini nih kalau cuma jadi toping bumi."
Ketika dua manusia itu menoleh, tubuh lelaki yang menjadi asisten pribadi Rayyan menegang hebat.
"A-abel--"
"Tanpa gua kenalin, lu pasti udah kenal," ujar Rayyan dengan begitu santai. Tangannya menggenggam erat istrinya.
"Gebetan lu itu adalah istri gua, Anthea Amabel."
Alvaro pun begitu syok mendengarnya.
...*** BERSAMBUNG ***...
Masih mau marah-marah sama Rayyan? Coba atuh banyakin komennya.
mau hidup enak , tapi hasil jerih payah org lain
sehat selalu kak n semangat, aku sellau nggu up nya
biar tau rasa..
ksih plajaran aja ibu yg jahat itu Rayyan....
lanjut trus Thor
semangat