Runa seorang gadis cantik yang sudah lelah menjalin hubungan dengan kekasihnya yang posesif memilih mengakhiri sepihak. namun apakah Abi akan membiarkan gadis yang sudah di claim sebagai miliknya lolos dari genggamannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wattped Love, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jajan sore
Motor Ducati Abi berjalan pelan di jalan raya. Jalanan pun hari ini tidak terlalu ramai jadi ia bisa bersantai. Sengaja juga agar ia lebih berlama-lama bersama kekasihnya. Lain dengan Abi, runa justru di buat dongkol. Jarak yang seharusnya di tempuh hanya dalam waktu lima belas menit jadi sangat lama. mungkin Maghrib baru sampai.
Runa duduk di jok belakang dengan melipat kedua tangannya di dada. Ia sama sekali tidak takut jatuh wong jalannya aja kaya siput. Di perempatan jalan sebelum sampai di rumahnya runa melihat pedagang kaki lima yang berjejeran cukup panjang. Aneka jajanan khas pinggir jalan tersedia.
Runa menepuk pundak Abi cepat. Menyuruhnya agar berhenti di depan gerobak sate.
" Stop!" pinta runa.
Abi mengerim mendadak untungnya lajunya pelan jadi tidak membuat ban depan meleset di aspal. Ia membuka kaca helmnya memutar kepalanya menatap runa.
" Kenapa Hem?" tanya Abi.
" Mau jajan." balas runa langsung turun dari motor. Tangannya berpegangan pada pundak Abi agar tidak jatuh. Tidak lupa melepaskan helmnya. Kakinya melangkah mendekati penjual sate yang tengah membakar daging yang di tusuk. Entah kenapa tiba-tiba runa ingin makan sate. Membayangkan kentalnya sambel kacang membuat perut lapar.
" Pak mau satenya 30 ribu." ucap runa pada abang-abang penjual sate.
" Siap neng, di tunggu ya." balas tukang sate itu menunjuk kursi plastik untuk duduk para pelanggan yang membeli. Penjual sate itu kembali membakar satenya yang sudah setengah matang di atas bara api menggunakan kipas anyaman khasnya.
Mau tidak mau Abi ikut turun menyusul kekasihnya. Setelah memarkirkan motornya di pinggir jalan tidak jauh dari runa berdiri. Abi melepas helm dari kepalanya, tidak lupa menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jari tangan sebelum turun.
Abi berdiri di samping runa yang duduk di kursi menunggu sate yang masih di bakar. Tidak lama pesenan runa sudah jadi.
" Ini neng." ucap penjual itu mengulurkan plastik kresek putih yang berisi banyak tusuk sate.
" Makasih bang." runa tersenyum menerima pesanannya dengan senang hati.
Belum sempat runa membayar, Abi sudah lebih dulu menyerahkan uang pecahan lima puluh ribuan kepada pedang sate itu.
" Pake uang aku aja." ucap Abi sebelum runa protes.
Runa mengurungkan niatnya mengambil dompetnya. Percuma juga mau menolak pasti Abi akan tetap memaksa membayar. Toh uangnya juga jadi aman tidak berkurang. Kaya-kaya begini tapi yang namanya gratisan kenapa di tolak.
" Udah itu aja?" tanya Abi menatap kekasihnya.
Sebelum menjawab runa melihat-lihat jajanan yang mungkin menarik matanya. Kali ini runa tidak akan menatap tukang bakso karena sudah dari kemarin ia makan makanan berkuah itu. Meskipun ia sangat menyukai tapi selalu ada batasan untuk memakannya. Runa melihat penjual martabak di sebelah kiri tukang sate yang tidak mengantri. Hmm sepertinya martabak tidak terlalu buruk.
" Aku mau martabak." ucap runa menunjuk gerobak bertulisan martabak Bandung.
Dengan patuh Abi mengikuti runa yang membawanya ke penjual itu. Runa membaca menu-menu yang tertempel di kaca samping gerobak martabak. Banyak sekali varian yang tersedia. Ada martabak rasa coklat, kacang, durian, ketan, mix, dan masih banyak lagi dengan ragam harga yang berbeda. Tapi berhubung runa tidak suka toping yang manis ia lebih memilih martabak telor spesial.
" Mau ini tiga bungkus." ucap runa jari telunjuknya menunjukkan menu martabak telor spesial pada Abi.
" Ya udah pesan gih." balas Abi menganggukan kepalanya.
Runa pun mengatakan pesenannya pada penjual martabak yang langsung di buatkan. Runa request kulitnya garing, juga daun bawangnya jangan terlalu banyak ia tidak suka. Juga isiannya jangan terlalu penuh agar teksturnya tetap krispi.
" Sini duduk." ajak abi menyuruh runa agar tidak lelah berdiri.
Tanpa berkomentar runa ikut duduk di kursi kayu samping Abi. Ia menikmati suasana sore hari yang masih cerah. Mungkin karena sekarang musim kemarau jadi matahari lebih lama terbenamnya. Jalanan memang tidak rame kendaraan roda empat. Tapi banyak roda dua seperti motor dan sepeda yang berlalu lalang. Tidak sedikit juga para pejalan kaki yang sekedar menikmati sore atau pun jajan seperti dirinya.
" Mau es dawet juga." ucap runa melihat pedagang es dawet di sebrang jalan. Abi mengikuti arah pandang runa.
" Kamu tunggu di sini aja, aku yang beli." Abi beranjak dari duduknya. Berlari kecil menyebrang jalan menuju penjual es dawet. Runa tetap menunggu martabak yang sedang di buat. Karena memesan tidak jadi butuh waktu lebih lama.
Di tempat duduknya mata runa tidak teralihkan dari Abi yang tengah berdiri menyamping samping di atas trotoar.
Inilah sifat Abi yang terkadang membuat runa jadi gamon. Abi sangat royal kepadanya. Apapun yang runa inginkan pasti akan abi turuti. Ya minusnya saja irit bicara dan datar.
Sesekali Abi mengusap rambutnya kebelakang membuat aura ketampanannya semakin terlihat nyata. Runa akui secara fisik Abi lah pacarnya yang paling sempurna. Tinggi, putih, berat badannya ideal, gaya pakaiannya okeh. Pokoknya idaman cewek-cewek geng Z banget.
Sibuk dengan pikirannya sampai tidak sadar penjual martabaknya berdiri di samping runa yang melamun.
" Mbak....mbak." penjual itu memanggil runa beberapa kali. Namun tidak ada sautan. Mau menyentuh pundaknya tapi takut tidak sopan.
Suaranya yang cukup keras membuat Abi yang di seberang jalan menengok ke arah runa. Keningnya mengerut saat melihat abang-abang penjual martabak berdiri di samping runa dengan membawa pesanannya. Tapi justru malah kekasihnya itu tidak berhenti-henti menatap ke arahnya. Seperti tidak menyadari dirinya di panggil.
Abi membalas tatapan runa sembari menunjuk ke arah samping runa dengan dagunya. Anehnya runa mengikuti apa yang Abi isyaratkan. Runa terkejut saat abang-abang penjual martabak sudah berdiri di sampingnya. Ia merutuki kebodohannya yang malah mengagumi ciptaan tuhan itu.
" Ini mba, mba ngga papa?" tanya penjual martabak itu. Takut pembelinya kerasukan atau apa gitu sore-sore melamun.
" Ehh iya makasih ya mas." balas runa tersenyum malu. Untung sepi jadi tidak ada yang memperhatikannya.
" Bayarnya tunggu pacar saya dulu ya mas." ucap runa menunjuk Abi yang tengah menyebrang jalan membawa cup es dawet yang di bungkus plastik.
Setelah membayar martabak Abi dan runa kembali ke motor. Abi mengambil makanan di tangan runa. Menaruhnya di gantungan motor agar runa tidak kesusahan membawanya. Ada tiga kantung berisi sate, martabak dan es dawet.
" Kenapa?" tanya Abi yang tengah memasangkan helem di kepala runa.
" Apanya?"
" Tadi kenapa melamun?" tanya Abi sembari mengangkat tubuh runa yang terasa ringan baginya ke atas motor.
" Ngga papa." balas runa cuek. Ya kali dirinya jujur jika sedang memikirkan Abi. Bisa besar kepala 0pacarnya itu.
" Bener?" Abi masih belum percaya.
" Ngga percaya ya udah." andalan setiap perempuan jika sedang berbohong.
Abi menatap runa dalam membuat runa buru-buru memalingkan wajahnya. Ia tahu kekasihnya itu tidak jujur. Tapi Abi juga tidak mau memaksa runa yang malas bisa membuat mood kekasihnya jadi rusak. Apalagi mereka baru balikan. Tidak ingin memperpanjang, Abi menyalakan motornya mengantarkan runa pulang.
Runa bersyukur Abi tidak bertanya macam-macam. Biasanya Abi akan meminta penjelasan saat dia merasakan ada yang tidak beres. Meskipun irit kosa kata, tapi abi adalah manusia paling peka yang runa temui di dunia ini. Ada saja sedikit perbedaan dari dirinya Abi akan langsung tahu.