Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.
Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).
Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.
Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.
Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekolah di Hari Pertama
Hari ini aku dan Lilian akan pergi ke Sekolah setelah sekian lama kami tinggal disini. Kami mendaftar di sekolah yang sama tapi dengan kelas yang berbeda. Aku satu tingkat diatas Lilian dan ia adalah adik kelasku.
Sekolah ini ternyata tidak seburuk yang aku pikirkan, dan disini aku juga mendapat teman baru yang bernama Melinda atau biasa dipanggil Linda.
Hari-hari yang aku habiskan disekolah ini cukup menyenangkan, sedikit membuatku melupakan tentang kejadian kemarin.
"Del, kita ke Kantin, yuk." ajak Linda. Aku mengiyakan ajakannya dan segera memasukkan segala buku pelajaran ke dalam tas.
"Gimana menurut kamu, gak tertarik nih sama cowok tadi?." tanyanya lagi membuka pembicaraan. Sedang aku menautkan alisku bingung, karena sama sekali tak mengerti apa yang ia bicarakan.
"Cowok apa sih? Aku loh gak ada merhatiin siapapun tadi." sahutku setibanya kami di kantin, kami segera memesan pesanan kami pada penjualnya.
"Hmm, gimana, enak gak?." tanya Linda, ketika kami menyantap makanan yang sudah kami pesan.
"Enak, enak, aku suka." jawabku antusias. Saat tengah makan, tidak sengaja mataku memperhatikan seseorang yang juga memakai pakaian yang sama dengan kami, dan ia juga seketika melihat ke arahku. Tapi justru membuatku terkejut dan tersedak makananku. Linda segera memberikanku minuman yang segera ku teguk habis.
"Kenapa sih, kamu gapapa?." tanyanya kini beralih menatap ke arah yang tengah aku lihat juga.
"Kamu lihatin apa?."
"Hah, oh, gak lihatin apa-apa kok." sahutku menatap Linda, meski sesekali masih mencuri pandang ke arah tadi. Tapi sepertinya seseorang itu telah pergi.
Linda menceritakan jika sekolah ini pun sama seperti sekolah lainnya. Ya, ada pembullyan meski tidak separah sekolah lain. Linda juga mengatakan bahwa ada anak kelas sebelah kami bernama Citra yang terkenal karena suka membully, dan sialnya dia adalah anak orang kaya, jadi sering terbebas dari hukuman apapun yang diberikan.
"Del," panggilnya menepuk pundakku pelan.
"Kita berpapasan sama Citra." ujarnya selirih mungkin hampir tidak terdengar.
"Oh, ya, mana?." tanyaku celingukan mencari ke segala arah, dan memang di depan kami ada sekumpulan anak-anak yang terlihat cukup dominan diantara lainnya.
"Plise, tapi jangan dilihatin yah, Del. Nanti kita bisa kena masalah." ujarnya sembari menunduk dan mengeratkan pegangan tangannya pada tanganku. Tapi tetap saja kulihat, aku cukup penasaran juga pada seseorang yang bernama Citra yang ditakuti oleh anak-anak perempuan disini.
Saat tidak sengaja pandangan kami bertemu, hal itu sedikit membuatku sedikit terkejut karena sepertinya seseorang yang bernama Citra itu memiliki wajah yang sedikit mirip dengan Angela. Linda yang mengetahui hal itu, segera menyentuh kepala bagian belakangku memaksanya menunduk. Hal itu otomatis membuatku segera menoleh padanya. Dan Linda segera mengucapkan maaf walau lirih.
"Kenapa sih?." tanyaku bingung selepas mereka sudah berlalu pergi dari hadapan kami.
"Ini nih, gak dengerin aku ngomong." sahutnya geleng kepala.
"Dengerin, kok. Tapi emang kenapa kalau ngelihatin mereka?." tanyaku.
"Mereka bakal ngejadiin kamu target bullyan mereka selanjutnya." ujarnya. Aku diam saja, tidak merasa itu penting, pun juga tidak ingin berurusan dengan mereka. Setelah Linda mengatakan hal tersebut, tiba-tiba terdengar teriakan anak-anak heboh, Linda segera mengajak aku kesana.
"Tuh, kan, ada anak lagi yang di bully." ujarnya menjelaskan tanpa aku bertanya.
"Emang sering kayak gini yah? Gak takut sama guru?." tanyaku biasa saja. Sebenarnya aku tidak begitu peduli. Lagian itu bukan urusanku.
"Sering. Gak, guru pura-pura gak lihat. Karena orangtuanya berdu*t." kami pun tiba ditempat anak-anak sudah berkumpul. Linda menarik tanganku menyibak kerumunan agar dapat melihat apa yang sedang terjadi disana.
Hal pertama yang aku lihat adalah seorang anak perempuan yang tengah berlulut dengan baju yang penuh dengan lumpur. Mungkin ia disiram dengan lumpur kotor itu, dan tunggu, sebagian rambutnya kurasa habis di gunting. Benar, rambut anak itu digunting terbukti dari salah satu dari mereka memegang gunting, Linda mengatakan jika yang memegang gunting itu adalah Salsa.
Sungguh, pemandangan yang miris, dan anak-anak lainnya hanya diam saja menyaksikan tanpa berani melawan maupun membantu perempuan itu. Walau aku melihat sebagian ada yang merasa iba sebagian lagi tidak peduli, mungkin karena mereka sama seperti perempuan pembuli tadi.
"Kalian lihat, siapa yang berani melawan gue, bakal berakhir seperti ini." ujar Citra kemudian meludah ke arah anak itu, beberapa saat ia melihat ke arahku. Namun, bukannya gentar, aku justru membalas tatapan matanya. Saling melihat beberapa saat, kemudian Citra mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
"Del, dia habis lihatin aku gak sih?!." tanya Linda sedikit bergetar.
"Kenapa sih, kamu takut? Emang pekerjaan orangtua dia apa?." tanyaku sedikit penasaran, karena kurasa perempuan bernama Citra itu seolah sangat di takuti.
"Orang tua dia tuh dokter, dan dia anak tunggal. Kamu tahu, kan, mereka punya uang yang cukup banyak." ujarnya.
"Orangtua kamu?." tanyaku kemudian.
"Orangtuaku,. .," ucapnya terjeda kemudian melihat ke arahku.
"Eh, anak satpam. Punya temen baru Lo." ujar perempuan bernama Salsa itu kemudian merangkul Linda dan ia hanya menunduk. Oh, astaga, sepertinya sekolahku tidak jadi menyenangkan. Karena hari pertamaku bersekolah aku sudah di sajikan pemandangan seperti ini. Linda memberi kode agar aku menjauh dan tidak berurusan dengan hal itu.
Saat akan putar balik ke kelas, tidak sengaja aku melihat jika perempuan yang tengah berlutut dan sudah dipenuhi lumpur itu adalah Lilian. Sial, aku tidak memperhatikannya sedari tadi. Saat tatapan mata kami bertemu, Lilian menggelengkan kepalanya meminta aku segera menjauh agar tidak jadi sasaran mereka selanjutnya.
Namun, bukannya menurut. Aku malah segera menghampiri Lilian dan membantunya berdiri. Walau awalnya tidak suka dengan Lilian, tapi melihatnya seperti ini, juga bukan hal yang kuharapkan. Bagaimana pun dia adalah adikku juga.
"Lilian," ujarku bergetar. Bagaimana tidak, aku melihatnya sangat menyedihkan. Rambut panjangnya yang biasa ia gerai, sudah acak-acakan karena sengaja digunting rusak. Dan bajunya sudah dipenuhi lumpur, ia nampak sangat kotor.
"Kak Adelia, maaf!." ujarnya menatapku kemudian kembali menunduk. Sial, Lilian memang bodoh seperti pertama kali kami bertemu, dan aku benci hal ini.
"Siapa yang udah lakuin hal ini, ke adek gue!?." ujarku geram namun berusaha menahan diri. Salsa segera menghampiriku dan hendak melayangkan tangannya ke kepalaku namun sebelum ia berhasil meraihnya, aku lebih dulu memberinya satu bogeman mentah yang berhasil mendarat mulus ke wajahnya. Ia nampak shok.
Beralih menatap ke arah Citra kemudian menghampirinya, dengan tidak melepaskan tangan Lilian dariku.
"Jadi, kamu yang namanya Citra. Sok jagoan banget sih, tapi sayangnya kamu berurusan sama orang yang salah." ujarku kemudian.
"Harusnya kamu cari tahu dulu siapa lawanmu." bisikku di telinganya kemudian menyeringai.
"Kalian yang sudah ganggu adek gue. Siap-siap berurusan sama gue." ujarku melihat ke arah Citra dan teman-temannya. Citra diam saja, sedikit aneh menurutku. Ia masih melihatku dan tidak melepaskan pandangannya sama sekali. Salsa bangkit dan hendak membalas pukulanku tadi, tapi Citra segera menahannya kemudian berlalu pergi dari hadapan kami dan meminta semua orang pergi.
Hanya dengan sekali perkataan Citra, anak-anak yang tadi berkumpul buru-buru bergegas pergi dengan cepat. Setakut itukah mereka pada citra? Linda menghampiriku dengan terkejut, kemudian mengatakan ini baru pertama kali terjadi, dimana Citra diam saja dan membiarkan orang lain mempermalukannya dihadapan anak-anak lain.
"Wah, gila. Langsung pergi tuh, Citra." sahutnya antara takjub dan bingung. Kemudian ia pun beralih ke Lilian.
"Ya ampun, Del. Ini adek Lo, sorry, aku tadi gak bilang-bilang ke dia soal Citra."
"Gapapa, bukan salah Lo." sahutku sekenanya. Aku masih geram dengan apa yang baru saja terjadi, terutama pada Lilian. Aku segera memintanya untuk membersihkan diri terlebih dahulu di toilet.
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Lilian menghampiri kami. Aku mengatakan pada Lilian bahwa sulit untuk membohongi mama dan papa soal ini.
"Tapi, kak." ujar Lilian, mungkin ia ingin meminta aku membantunya agar merahasiakan hal ini.
"Dengar, Lilian. Aku sebenarnya tidak ingin terlibat urusanmu. Tapi kamu sangat merepotkan." ujarku berlalu lebih dulu.
Lilian mengejarku dan memintaku untuk merahasiakannya.
"Dengar, Lilian, kamu meminta aku merahasiakan hal ini. Tapi bagaimana jika besok kamu dibunuh, apa mama dan papaku tidak akan di repotkan dengan hal itu!." sahutku menjelaskan. Aku mengatakan pada Lilian agar mengatakan yang sebenarnya saja pada mereka.
"Lagian, siapa yang bisa kamu bodohi, dengan penampilanmu sekarang!." Lilian tertunduk kemudian kami dikejutkan dengan klakson sebuah Mobil, yang ternyata itu adalah Erick. Ia segera turun dari Mobilnya kemudian menghampiri kami.
"Lilian, kamu kenapa? Apakah Adelia,. " ujarnya terpotong karena kami tidak sengaja bertemu tatap.
"Tidak, Kak." ujar Lilian buru-buru memegang tangan Erick. Entahlah, mungkin ada sesuatu diantara keduanya.
"Del, dia siapa?." tanya Linda yang baru kusadari ternyata ada disini sedari tadi, namun aku mengacuhkannya.
"Bukan siapa-siapa." sahutku sambil menatap Erick yang juga tengah menatapku. Linda kemudian pamit lebih dulu, aku mengiyakannya kemudian segera masuk ke dalam Mobil Erick.
Ternyata Lilian sudah masuk lebih dulu, dan ia duduk di depan. Sedang aku duduk dibelakang sendirian.
"Lilian, kamu gak apa-apa?." ujar Erick menyentuh rambut Lilian. Benar, kan, mereka memang ada apa-apa.
"Lilian gak apa-apa, Kak." sahutnya kemudian.
"Apa disini gak ada orang!." sahutku malas. Erick kemudian segera melajukan mobilnya kemudian mengatakan agar aku lebih memperhatikan Liliana lagi. Sedang Lilian mengatakan jika itu bukan salahku.
"Apa aku pengasuhnya! Kenapa aku harus menjaganya bahkan saat sekolah?." ujarku sangat malas berdrama. Benar, Lilian memang suka berdrama.
"Benar, kak Erick. Ini bukan salah kak Adelia." ujarnya. Melihatnya di kaca sepertinya Lilian tersenyum. Kenapa dia tersenyum?
Kami sampai di rumah, buru-buru keluar dari Mobil. Sebelum aku masuk ke rumah, hp ku berdering tanda seseorang menelponku. Kulihat Erick dan Lilian masuk lebih dulu.
"Ada yang mau aku omongin." ujar Citra. Tunggu, kenapa suaranya sepertinya tidak jauh dari sini? Benar, seseorang tiba-tiba menyentuh bahuku. Ya, itu citra. Apa ia mengikuti aku kemari. Ia segera mengajakku masuk ke dalam mobilnya dan berbicara disana. Aku menurutinya dan di dalam sana ada Salsa juga.
"Apa yang mau kamu bicarakan?." tanyaku pada intinya tanpa berbasa-basi.