Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghimpun Kekuatan
Naya yang tadi telah di pulihkan kesadaran nya melalui totokan jalan darah yang sebelumnya dilakukan Siaw Jin bangkit duduk sambil memakai kembali pakaiannya yang tergeletak di sisi nya.
Dengan amarah meluap, dia segera menghajar kepala Sim yang hidung dan mulutnya telah berdarah.
Setelah Naya memakai bajunya dengan lengkap, kamar itu pun telah di penuhi puluhan ahli silat yang mendengar teriakan ketua mereka serta kegaduhan yang terjadi.
Siaw Jin belum berani keluar dari tempat persembunyiannya dan di rasanya memang belum perlu membongkar kepura puraannya.
"Serang wanita iblis itu". Teriakan pendeta botak itu segera di susul dengan serangan ke arah Naya yang mulai mengamuk mengira dirinya telah diperkosa.
Sambil menangis Naya berteriak lantang,
"Kalian anjing anjing penjilat, lekas jilat tuan kalian". Sambil menunjuk ke arah kepala Sim, Naya mengerahkan sihirnya.
Dan semua orang yang hampir menyerang Naya, segera berbalik mengejar kepala Sim yang melepaskan pukulan dan tendangan bersama para pendeta ke arah ahli silat yang berada di bawah pengaruh sihir Naya.
Ketika tubuh telanjang kepala Sim mulai dijilat beramai ramai, pendeta kepala segera membawa mantra sambil memejamkan matanya dan
"Berhenti". Seruan nya membuyarkan Sihir Naya.
Mulai lah Naya kerepotan menghadapi pengeroyokan puluhan orang itu. Apalagi pedang pusaka putih di simpannya di dalam buntalan pakaian yang ditinggal di kamar.
Pada saat genting itu, Siaw Jin menemukan ide. Dia merobek pakaian sutra kepala Sim yang ada di dekatnya, dengan menutup sebagian besar wajahnya, Siaw Jin melempar bulir bulir kain yang di pilin nya ke arah lampu teng di sekeliling kamar.
Satu persatu lampu mati dan ruangan yang terang itu, semakin menjadi gelap. Saat itu di gunakan oleh Siaw Jin untuk menarik Naya sambil menotok nya dari belakang lalu memanggul melarikan nya melalui genteng yang di hancurkan dengan sekali lompatan.
Secepatnya Siaw Jin melarikan Naya ke arah utara masuk ke hutan lalu mengitarinya kemudian kembali lagi ke rumah kepala Sim dengan mengendap endap.
Lewat genteng dia masuk dengan Naya yang kini sudah dibebaskan nya dari totokan.
"Kau sembunyi di bawah tempat tidur. Sembunyikan juga kedua pedang ini". Seru Siaw Jin sambil menyerahkan sebuah pedang pusaka putih dan pedang kayu bintang miliknya kepada Naya.
Kini Naya tak pernah membantah lagi perkataan Siaw Jin. Masih terlintas di benaknya bagaimana dia hampir saja dihancurkan masa depannya oleh kepala Sim.
Tak berapa lama, tepat seperti rencana Siaw Jin, pintu kamar nya yang dikunci dari tadi di dobrak oleh para pendeta dan pengawal kepala Sim.
Ketika mereka masuk, mereka menemukan Siaw Jin yang masih terbaring pingsan di atas pembaringan seorang diri.
Setelah memastikan dari dekat pemuda itu masih terlelap, mereka semua keluar kamar untuk melaporkan kepada ketua mereka yaitu kepala Sim.
Hampir bersamaan dengan datang nya puluhan orang yang mengejar manusia berkedok yang melarikan adik Siaw Jin itu setau mereka.
Menerima laporan itu, kepala Sim yang murka dan masih ber napsu akibat obat kuat yang tadi di minumnya, menawarkan kepada gadis gadis centil untuk menemaninya.
Hingga malam sedikit larut, Siaw Jin pura pura terbangun dan keluar kamar sambil memanggil manggil adiknya.
Para pelayan yang di jumpainya hanya berkata tanya tuan Sim, ketika di tanya Siaw Jin apakah melihat adiknya?
Tak lama setelah itu, kepala Sim segera keluar kamar menemui Siaw Jin dan menjawab pertanyaan pemuda yang tampak bodoh itu,
"Adikmu sedang ditemani gadis gadis pendekar ke Tibet untuk mencari orang yang mau kalian jumpai".
"Ooo, kapan katanya dia kembali?" Siaw Jin bertanya sambil menggaruk kepalanya.
"Besok pagi mereka akan tiba disini. Kau makan lah dulu, setelah itu istirahat. Mari kami temani kau makan". Seru kepala Sim masih dengan wajah nya yang ramah dibuat buat.
Siaw Jin pun menuju meja makan dan makan dengan lahap sambil memasukkan beberapa roti daging ke dalam baju nya dengan kecepatan tangannya tanpa diketahui oleh seorang pun yang ada di situ.
Selesai makan, dia segera pamit kepada kepala Sim untuk tidur karena kepalanya masih terasa pusing.
Sesampainya Siaw Jin ke kamar, dia segera mengeluarkan roti isi daging dari bajunya dan dengan lahap dimakan oleh Naya yang memang merasa sangat lapar.
Hingga hampir pagi mereka bercakap cakap dengan suara ber bisik halus hingga terdengar suara derap kereta kuda mendekat ke rumah gedung besar itu.
Siaw Jin pun hanya mengintip saja dari celah jendela bahwa kereta kereta itu berhenti di ujung kiri rumah mengangkut peti kemas yang diangkat oleh para pekerja di sana.
***~###~***
Seorang pria berusia 38 tahun dengan rambut sedikit ikal hitam dan lebat terlihat menuruni sebuah kapal di pinggir pantai.
Ketika itu, ada beberapa nelayan dengan wajah ketakutan sedang berhadapan dengan belasan preman bawahan Cun wangwe.
"Cepat serahkan jatah hari ini. Hei Akiu, kau dobel. Kemarin kau pura pura sakit biar gak bayar kan?" Seru seorang pria muka hitam berbadan kekar.
Para nelayan yang berjumlah 7 orang itu segera merogoh kantong mereka dan menyerahkan uang kepada si muka hitam.
"Hei, berhenti kau. Apa yang kau bawa itu? Kemari kan semua barang mu".
"Siapa kalian?" Tanya Ongba kepada si muka hitam yang menegurnya barusan.
"Kami adalah anggota Cun wangwe. Kalau kau mau selamat, serahkan semua bawaan mu". Kembali si muka hitam menghardik. Kali ini sambil melangkah mendekat ke arah Twaba atau Ongba.
Para nelayan dan bawahan Cun wangwe lainnya hanya melihat sekilas saja ketika si muka hitam terpelanting sambil memegang lututnya.
"Bawa aku kepada si Cun itu". Bentak Ongba dengan wajah garang.
Belasan para preman itu segera menyerbu Ongba yang mengancam teman mereka.
Baru saja semua nya mendekat, belasan preman itu segera beterbangan terkena hantaman tombak pendek kecil sebesar pedang ditangan Ongba.
Si muka hitam yang kini telah bangun mencabut golok dari pinggangnya. Serangan mematikan kini di arahkan ke kepala Ongba.
Dengan sedikit merendahkan tubuhnya, pria sakti itu mampu mengelakkan serangan tersebut, lalu sebuah tendangan yang di arahkan nya kembali mengenai paha si muka hitam hingga suara berkeretak terdengar nyaring oleh belasan orang itu.
Akhirnya mereka semua digiring oleh Ongba menuju ke arah kota. Sambil terpincang pincang mereka semua berjalan di sekitar pria sakti itu ke arah rumah tuan mereka.
Sesampainya disana, puluhan bawahan Cun wangwe segera mengeluarkan senjata mereka dan mengepung pria asing itu.
"Mana manusia She Cun? Cepat suruh dia keluar". Teriakan Ongba menggema hingga mencapai bagian dalam gedung mewah tersebut.
"Siapa yang berani mati teriak teriak di rumah ku ha?" Seru seorang pria kurus berkumis yang berjalan keluar dengan gaya yang dibuat buat.
"Acun, kau dan semua bawahan mu mulai hari ini harus tunduk dan patuh di bawah perintahku". Ucapan Ongba bagi mereka yang ada di situ dinilai terlalu sombong.
"Hahahaha, kau belum tau berurusan dengan siapa ya? Hajar pengacau itu!" Perintah itu segera dilaksanakan oleh puluhan tukang pukul yang menjadi kebanggaan Cun wangwe.
Namun setelah belasan menit berlalu, muka hartawan itu pucat melihat seluruh anak buahnya berjatuhan terkena pukulan dan tendangan Ongba.
Dengan ringan Ongba melompat ke arah Cun wangwe dan mencengkeram leher baju nya seraya berkata,
"Masih tidak mau mematuhi perintahku?"
"Maaf,,, Ongya (Tuan Raja/tuan besar)!!! Aku maafkan,, a,, aku". Seru Cun wangwe tergagap.
Dua hari Ongba menginap di rumah Cun wangwe. Dia diperlakukan layaknya raja di sana.
Setelah menjadi pemimpin tertinggi yang di panggil Ongya oleh semua anggotanya yang berjumlah 57 orang itu, Ongba melanjutkan perjalanannya mengelilingi seluruh dataran Tiongkok dimana mulai dikenal julukannya di dunia persilatan karena sepak terjangnya yang mengerikan.
Raja setan pencabut nyawa atau raja besar pencabut nyawa (toat beng ongya), begitulah julukan Ongba di dunia persilatan.
Tujuan nya kini hanya mengalahkan golongan kiri atau golongan sesat untuk menjadikannya seorang Ongya bagi seluruh dunia hitam persilatan.
BERSAMBUNG. . .