NovelToon NovelToon
Boneka Maut

Boneka Maut

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Rumahhantu / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:684
Nilai: 5
Nama Author: Rika ananda

seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jenazah Arsy dan lita di kyburkan

Yoga menatap dua peti mati yang terletak di belakang mobil ambulan. Ia merasakan seolah-olah jiwanya tercabik-cabik. Ia tak percaya bahwa mama dan papanya telah meninggal dunia. Ia merasakan seolah-olah ia sedang berada di dalam mimpi buruk.

"Mama, Papa," bisik Yoga, dengan suara yang gemetar. "Kenapa kalian meninggalkan aku?"

Yoga menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan hatinya yang hancur. Ia tahu bahwa ia harus kuat untuk menghadapi situasi ini. Ia harus menguatkan diri untuk menghantar mama dan papanya ke peristirahatan terakhir.

"Yoga, kamu harus kuat," gumam Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mama dan Papa pasti ingin melihat kamu kuat."

Yoga kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi keluarga besarnya. Ia memberitahu mereka bahwa mama dan papanya telah meninggal dunia dan jenazahnya sedang dalam perjalanan pulang.

"Assalamualaikum, Om, Tante," sapa Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mama dan Papa sudah meninggal dunia. Jenazahnya sedang dalam perjalanan pulang. Om dan Tante bisa ke rumah sekarang?"

Keluarga besar Yoga terkejut mendengar kabar itu. Mereka segera bersiap-siap untuk datang ke rumah Yoga untuk menghantar jenazah mama dan papanya ke peristirahatan terakhir.

Mobil ambulan akhirnya sampai di rumah Yoga. Yoga turun dari mobil dan menuntun peti mati mama dan papanya masuk ke dalam rumah. Keluarga besar Yoga sudah menunggu di rumah dan segera membantu menurunkan peti mati itu.

Yoga merasakan seolah-olah dunianya hancur berantakan. Ia tak percaya bahwa mama dan papanya telah meninggal dunia. Ia ingin kembali ke masa lalu dan menghentikan semuanya. Namun, ia tahu bahwa waktu tak akan berputar ke belakang.

Yoga menatap peti mati mama dan papanya yang terletak di ruang tamu. Ia merasakan seolah-olah ia sedang berada di dalam mimpi buruk. Ia tak percaya bahwa mama dan papanya telah meninggal dunia. Ia ingin kembali ke masa lalu dan menghentikan semuanya. Namun, ia tahu bahwa waktu tak akan berputar ke belakang.

"Mama, Papa," bisik Yoga, dengan suara yang gemetar. "Kenapa kalian meninggalkan aku?"

Yoga menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan hatinya yang hancur. Ia tahu bahwa ia harus kuat untuk menghadapi situasi ini. Ia harus menguatkan diri untuk menghantar mama dan papanya ke peristirahatan terakhir.

"Yoga, kamu harus kuat," gumam Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mama dan Papa pasti ingin melihat kamu kuat."

Keluarga besar Yoga berdatangan dan menghibur Yoga yang sedang berduka. Mereka mencoba memberikan semangat dan kekuatan pada Yoga.

"Yoga, kamu harus tabah," kata Om Yoga, dengan suara yang lembut. "Mama dan Papa pasti bahagia melihat kamu kuat."

"Ya, Yoga," kata Tante Yoga, dengan suara yang lembut. "Kamu harus terus bersemangat. Mama dan Papa pasti ingin melihat kamu bahagia."

Yoga mencoba menahan tangisnya. Ia mencoba menguatkan hatinya untuk menghadapi situasi ini. Ia tahu bahwa ia harus terus berjuang untuk hidupnya.

Keluarga besar Yoga kemudian membantu memasukkan peti mati mama dan papanya ke dalam rumah. Rumah itu dulunya adalah rumah keluarga Angelica. Angelica telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Sejak itu, rumah itu kosong dan tak pernah dihuni lagi.

Yoga menetapkan keputusan untuk menempatkan jenazah mama dan papanya di rumah itu. Ia merasa bahwa itu adalah tempat yang tepat untuk menghormati mama dan papanya.

Yoga menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan hatinya yang hancur. Ia tahu bahwa ia harus kuat untuk menghadapi situasi ini. Ia harus menguatkan diri untuk menghantar mama dan papanya ke peristirahatan terakhir.

"Yoga, kamu harus kuat," gumam Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mama dan Papa pasti ingin melihat kamu kuat."

Yoga kemudian mendekati Hana, adiknya yang berusia 5 tahun. Hana masih menangis tersedu-sedu. Yoga tahu bahwa Hana adalah orang pertama yang melihat kejadian tragis itu.

Yoga memeluk Hana erat-erat. Ia mencoba menenangkan Hana dengan kata-kata lembut.

"Hana, jangan menangis," bisik Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mama dan Papa sudah bahagia di surga."

Hana terus menangis tersedu-sedu. Ia merasa sangat kehilangan mama dan papanya.

"Mama, Papa," tangis Hana. "Hana ingin bertemu mama dan papa."

Yoga mencoba menghibur Hana dengan menceritakan tentang mama dan papanya. Ia menceritakan tentang kebaikan mama dan papanya. Ia menceritakan tentang kebahagiaan yang pernah ia rasakan bersama mama dan papanya.

"Mama dan Papa sangat mencintai Hana," bisik Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mereka selalu menjagamu dari surga."

Hana sedikit tenang mendengar cerita Yoga. Ia merasakan seolah-olah mama dan papanya masih bersamanya.

"Hana ingin bertemu mama dan papa," bisik Hana, dengan suara yang gemetar.

Yoga menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan hatinya yang hancur. Ia tahu bahwa ia harus kuat untuk menghadapi situasi ini. Ia harus menguatkan diri untuk menghantar mama dan papanya ke peristirahatan terakhir.

"Hana, jangan menangis," bisik Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mama dan Papa sudah bahagia di surga."

Suasana duka menyelimuti rumah Yoga. Keluarga besar Yoga bersama tetangga dan sahabat berkumpul untuk mengantar jenazah mama dan papanya ke peristirahatan terakhir.

Jenazah mama dan papanya telah dimandikannya dan dikafaninya. Mereka terbaring tenang di peti mati, menunggu untuk dimakamkan.

"Mama, Papa," bisik Yoga, dengan suara yang gemetar. "Aku sangat mencintai kalian."

Yoga menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan hatinya yang hancur. Ia tahu bahwa ia harus kuat untuk menghadapi situasi ini. Ia harus menguatkan diri untuk menghantar mama dan papanya ke peristirahatan terakhir.

"Yoga, kamu harus kuat," gumam Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mama dan Papa pasti ingin melihat kamu kuat."

Keluarga besar Yoga mencoba menghibur Yoga yang sedang berduka. Mereka mencoba memberikan semangat dan kekuatan pada Yoga.

"Yoga, kamu harus tabah," kata Om Yoga, dengan suara yang lembut. "Mama dan Papa pasti bahagia melihat kamu kuat."

"Ya, Yoga," kata Tante Yoga, dengan suara yang lembut. "Kamu harus terus bersemangat. Mama kalian sudah tenang di surga sana.

"Terima kasi Tante" ujar Yoga

Yoga memeluk tantenya.

Usai pemakaman, keluarga besar Yoga berkumpul di rumah Yoga. Suasana duka masih menyelimuti rumah itu. Yoga terduduk di sofa, menatap foto mama dan papanya yang terpajang di meja kaca. Ia merasakan seolah-olah ia sedang berada di dalam mimpi buruk. Ia tak percaya bahwa mama dan papanya telah meninggal dunia.

"Mama, Papa," bisik Yoga, dengan suara yang gemetar. "Kenapa kalian meninggalkan aku?"

Yoga menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan hatinya yang hancur. Ia tahu bahwa ia harus kuat untuk menghadapi situasi ini. Ia harus menguatkan diri untuk menghantar mama dan papanya ke peristirahatan terakhir.

"Yoga, kamu harus kuat," gumam Yoga, dengan suara yang gemetar. "Mama dan Papa pasti ingin melihat kamu kuat."

Tante dan Om Yoga mendekati Yoga dan memeluknya erat. Mereka mencoba menghibur Yoga yang sedang berduka.

"Yoga, kamu harus tabah," kata Om Yoga, dengan suara yang lembut. "Mama dan Papa pasti bahagia melihat kamu kuat."

"Ya, Yoga," kata Tante Yoga, dengan suara yang lembut. "Kamu harus terus bersemangat. Mama dan Papa pasti ingin melihat kamu bahagia."

Yoga mencoba menahan tangisnya. Ia mencoba menguatkan hatinya untuk menghadapi situasi ini. Ia tahu bahwa ia harus terus berjuang untuk hidupnya.

"Terima kasih, Om, Tante," kata Yoga, dengan suara yang gemetar. "Aku akan mencoba kuat."

Tante dan Om Yoga kemudian berpamitan pulang. Mereka menghibur Yoga dan mengucapkan selamat tinggal.

"Yoga, kamu harus terus bersemangat," kata Tante Yoga, dengan suara yang lembut. "Kami selalu mendukungmu."

"Ya, Yoga," kata Om Yoga, dengan suara yang lembut. "Kami selalu menyayangimu."

Yoga mengangguk setuju. Ia merasakan seolah-olah ia tak sendiri dalam menghadapi kesedihan ini. Ia merasakan seolah-olah ia masih memiliki keluarga yang menyayanginya.

1
Anjar Sidik
keren kk 😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!