Tuan Alaxander Almahendra adalah seorang CEO dan tuan tanah. Selain memiliki wajah yang tampan ia juga pintar dan cerdas dan nyaris sempurna. Namun, siapa sangka di balik kesempurnaan fisik dan kecerdasannya tuan Alex terkadang sangat kejam terkesan tidak berprikemanusiaan. Ia seperti tenggelam dalam lorong hitam yang menggerogoti jiwanya.
Nayla De Rain gadis canti dengan paras sempurna. Setelah mengalami kegagalan dengan Fandy ia memutuskan untuk menikah dengan Zainy lelaki yang tida di cintainya. Namun, sebuah peristiwa membuatnya tertangkap oleh anggota tuan Alex dan di bawa ke menara dengan seribu tangga memutar.
Nasib baik atau buruk yang menimpa gadis bernama Nayla iti malah mempertemukannya dengan tuan Alex. Entah tuan Alex dan anggotanya akan akan menyiksa Nayla seeprti yang lainnya atau malah menjadikannya tahanan abadi. Novel 'REMBULAN YANG TENGGELAM' adalah kisah cinta dan balas dendam. Para tokoh mempunyai karakter unik yang membuat mu jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dongoran Umridá, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan nayla
"Bukan hanya menyakiti ku bu, dia menyakiti ku dan mengkhianati keluarga kita, dia membatalkan pertunangan kami dan memilih temana ku sendiri bu sebagai gantinya bu, Fandy itu jahat! Aku menyesal pernah mencintainya."
Kata Nayla. Kini gadis itu menenggelamkan wajah dalam pelukan ibunya.
"Ibu... aku mau menikah dengan Zaini apa boleh?" Tanya Nayla menarik wajahnya dari pelukan ibunya. Seolah kini ia baik-baik saja, ia merapikan rambutnya sendiri.
"Ibu, boleh aku menikah dengan Zaini?" Nayla mempertegas pertanyaannya lagi.
"Nayla! Meski baru batal pertunanganmu dan kau patah hati, kamu tidak harus menerima orang yang tidak bisa kamu terima, lagi pula apa Zaini mengajakmu menikah setelah kau menolaknya berkali-kali?"
"Ku rasa akhir-akhir ini aku jatuh cinta pada Zaini. Sejak peristiwa di kamar mandi itu aku selalu berdebar jika mendengar namanya."
"Menurut mu apa Zaini masih mengharapkan mu?" Buk Dalifah tidak yakin apakah Zaini kini masih mencintai Nayla.
"Tentu saja bu. Bahkan tiga hari yang lalu dia mengutarakan niatnya mau melamar aku bu." Gumam Nayla dengan yakin.
"Jangan buru-buru dalam memutuskan sesuatu nak sayang." Buk Dalifah terlihat khawatir dengan keputusan Nayla yang tiba-tiba.
"Ia bu, aku sudah sholat istikhoroh. Dan jawabannya aku menerima lamarannya. Sekarang restu ayah dan ibu yang ku minta. Atau apa mungkin ibu lebih suka melihat aku bersama Fandy?"
"Kalau boleh jujur, dari awal ibu dan ayah bahkan Andika lebih menyukai Zaini, dia lebih dekat dengan keluarga kita, dia anak yang baik, tulus dan juga sudah mapan." Nayla tersenyum mendengar penuturan ibunya. Cepat sekali ia terlihat move on dan baik-baik saja.
"Ibu pasti akan merestui mu dan mendukung mu, ayah mu pun begitu." Gumam buk Dalifah mencium kening putri tercintanya.
"Tapi tunggu dulu, Fandy membatalkan pertunangan kalian dan pacaran dengan teman mu?" Seolah buk Dalifah baru sadar betapa kejam dan jahatnya mantan calon menantunya itu.
"Ia bu." Jawab Nayla singkat. Kesedihan di wajahnya belum sepenuhnya menghilang.
"Berani sekali Fandy itu jadi brengsek ya, ia datang membawa keluarganya ke sini untuk menunangmu kini dia membatalkannya sendirian?" Apa keluarganya tidak tau?" Buk Dalifah begitu geram. Geram karna Fandy terlalu enteng pada Nayla dan keluarganya.
"Tentu saja keluarganya tau, ia juga mengirimkan foto-foto ketika ia dan Titin liburan bersama keluarganya, dia sudah lama menjalin hubungan dengan Titin dan kelihatannya keluarganya setuju dengan Titin." Nayla menjawab dengan raut kecewa dan sedih di wajahnya.
"Aku akan menghubungi ibunya dan memaki-makinya." Buk Dalifah begitu geram sampai giginya gemeratuk membuat bunyi menakutkan. Ia tidak bisa menerima perlakuan seperti itu. Buk Dalifah meraih Hpnya namun Nayla mencegahnya.
"Jangan buk, tidak ada gunanya memaki. Lebih baik kita anggap saja mereka semua sudah hilang dari muka bumi. Mereka pecundang brengsek yang tidak pantas di catat sebagai penghuni bumi." Kata Nayla butiran bening jatuh lagi di pipinya. Ya itulah hukuman bagi para pecundang brengsek. Lupakan mereka, hiduplah dengan baik. Anggap saja mereka tidak pernah ada di muka bumi milik tuhan ini.
"Mungkin ibu bisa menahannnya tapi kalau sempat Andika dan ayah mu tau pasti masalahnya akan semakin ribet." Gumam buk Dalifah. Tangannya masih di genggam erat oleh Nayla, perlahan Nayla menarik tangan ibunya agar duduk kembali dengan tenang. Buk Dalifah terharu melihat putrinya cantik, pintar, lembut dan berjiwa besar. Buk Dalifah duduk kembali menuruti keinginan putrinya.Nayla mencium lembut tangan ibunya.
"Makanya ibu jangan beri tabu ayah dan Andika, ibu bilang aja kalo Nayla berubah fikiran." Gumam Nayla kemudian.
"Nayla..."
"Ibu... ku mohon, Nayla tidak mau ada keributan, Nayla mau jalanin semua dengan tenang, Nayla terlalu capek dan sakit bu." Nayla memotong kalimat ibunya. Suaranya terdengar serius namun tidak semangat.
"Nayla... kamu sudah menolak Zaini berkali-kali apa menurut mu dia masih mencintai mu dan mau menikahi mu?" Buk Dalifah sedikit khawatir dan ia tidak yakin kalau Zaini masih mau menikah dengan putrinya.
"Tiga hari yang lalu Zaini mengutarakan niatnya bu, dia masih ingin menikah dengan ku. Aku merasa beruntung di cintai lelaki seperti Zaini bu, bagaimanapun aku berfikir terlalu bodoh jika aku masih menolaknya kali ini." Nayla meyakinkan ibunya.
"Nayla sayang, apa menurut mu memang begitu?" Buk Dalifah memandangi putrinya, mencari keseriusan dalam wajahnya.
"Tentu saja bu, Zaini itu tampan, mapan, setia, dan mencitaiku tanpa batas. Dia juga religius dan sholeh, kurang apa lagi? Selama ini aku memang buta tidak berfungsi akal sehat ku." Nayla tersenyum getir.
"Sayang, jika itu keputusan mu ibu akan setuju dan ibu akan bicara dengan ayah mu." Buk Dalifah tersenyum kemudian memeluk Nayla penuh kasih sayang.