Mengkisahkan seorang wanita yang menikah dengan seorang laki-laki buta karena perjodohan, ia harus menjalani hidup berumah tangga dengan laki-laki buta yang tempramen dan menyebalkan bagi nya.
penilaian laki-laki itu tentang diri nya yang di anggap hanya menginginkan harta nya, membuat ia berkomitmen membuktikan kalau ia gadis baik-baik.
Akan kah ia bisa menaklukan hati laki-laki itu?. Yuk Simak cerita nya. semoga suka ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shanti san, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 6
Keesokan harinya.
Bagas keluar dari kamar setelah ia bangun, dan mencium aroma makanan yang begitu menggoyang perutnya yang tiba-tiba terasa lapar.
"Mas Bagas sudah bangun, saya sudah siapkan sarapan untuk kita." Ucap Naira memberitahu.
Bagas pun duduk di kursi tanpa mengatakan apa pun dan menikmati makanan yang di masak Naira untuk nya, tanpa ekspresi yang berarti.
"Mas, saya ingin bicara sesuatu." Kata Naira.
"Kata kan saja!." Balas Bagas.
"Apa aku masih boleh bekerja di luar, aku memiliki sebuah toko mainan." Tanya Naira ragu-ragu.
"Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan, aku tidak akan melarang mu, status kita suami istri, tapi kenyataan nya tidak begitu." Ucap Bagas.
Naira mendengar hanya diam, ia tak mengerti kenapa Bagus menganggap kalau pernikahan mereka hanya status KTP saja tidak lebih. padahal meski ia tidak mencintai Bagas, ia tidak pernah menganggap pernikahan yang sakral ini ada permainan.
•••
Ting Tong
Bel rumah berbunyi saat mereka masih di meja makan, Naira pun segera beranjak berdiri untuk membuka kan pintu dan melihat siapa yang datang sepagi ini.
"Selamat pagi Nona, Saya Ken sekertaris Tuan Bagas." Kata Ken memperkenalkan diri nya.
" Oh, silakan masuk." Balas naira.
Ken lalu masuk menghampiri Bagas.
"Pagi Tuan." Sapa Ken, Bagas mengangguk pelan.
"Meeting hari ini sudah kau urus semua?." Tanya Bagas.
"Sudah Tuan." Balas Ken.
"Bagus, aku mengandalkan mu Ken." Ucap Bagas lagi. Ken mengangguk.
"Sekalian carikan pembantu untuk ku Ken." Kata Bagas lagi.
"Baik Tuan, saya akan segera mencarikan nya." Balas Ken sang sekertaris, tanpa banyak bertanya, karena Ken sudah tahu seperti apa Bagas itu. Naira hanya melihat dan mendengar percakapan mereka sembari menikmati makan pagi nya.
Sebelum berangkat ke kantor, Bagas memberikan sebuah kunci cadangan rumah. Naira pun mengambil nya, Naira mengantar Bagas sampai di teras rumah, mengikuti langkah laki-laki itu dari belakang, ia masuk kembali ke rumah saat Bagas sudah pergi.
Ini adalah hari pertama nya menjadi Nyonya Bagas Purnomo, namun di hari pernikahan pertama nya, Bagas malah pergi ke kantor.
...•••...
Di Cafe.
Karena bosan di rumah, Naira pun pergi ke sebuah cafe janjian bertemu dengan sahabat nya.
"Hah?, Seriusan Nai, kalian gak satu kamar?." Tanya Erika. Naira mengangguk.
"Belagu banget ya, padahal buta loh, tapi jual mahal banget." Kata Erika lagi.
"Yah, mungkin dia ada trauma sesuatu, atau mungkin dia belum bisa terima aku." Masih mencoba berfikir positif.
Di tengah obrolan mereka.
Pandangan mereka teralihkan saat tampak Vika dan Elang juga datang ke cafe itu. Naira yang melihat pun membuang nafas kesal, merasa tidak nyaman kalau melihat kedua nya datang yang pasti akan menganggu nya.
"Naira." Ucap Elang. Namun Naira membuang wajah nya.
"Eh, ada kak Naira. kok Kak Naira disini, Bukan nya sama suami kakak?, Ini kan baru hari pertama pernikahan kakak." Ucap Vika.
"Iya." jawab Naira singkat.
"Kita boleh gabung gak?." Tanya Vika.
"Em Vika, seperti nya disana masih banyak meja kosong dech." Kata Nana. Vika yang tahu kalau itu penolakan secara halus untuk nya.
"Naira, aku mau bicara sama kamu." Ucap Elang.
"Rik, Na, Kita pergi aja yuk, tiba-tiba hawa nya gak enak, pengap." Kata Naira. Erika dan Nana pun mengangguk setuju.
Tanpa Berkata apa pun lagi Naira dan kedua sahabat nya meninggalkan cafe itu, melewati kedua nya yang masih berdiri di samping meja.
Vika pun memasang wajah sedih nya. "Kak Naira memang gak pernah bisa terima aku, karena aku hanya adik tiri." Kata Vika memelas.
"Sudah lah, jangan di pikirkan, dia pasti marah pada ku, ayo kita duduk." Kata Elang. Vika tersenyum manja dan mengangguk,