Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Bukan Bryan namanya kalau tidak menggunakan cara paksa untuk membuat Annelise menuruti perkataannya. Jangankan hanya menuruti perkataannya, Bryan bahkan bisa membuat Annelise bersedia menandatangani kontrak perjanjian yang sangat tidak masuk akal itu.
Kini di dalam apartemen mewah milik Bryan, Annelise tak berkutik di atas pangkuan bos dinginnya itu. Wanita berambut panjang itu sesekali menelan kasar ludahnya, dia merasa tidak nyaman sekaligus takut dengan tatapan Bryan yang seakan ingin menciumnya. Tapi sudah lebih dari 5 menit Annelise duduk di pangkuan Bryan, sampai sekarang Bryan hanya memeluk pinggang Annelise. Adegan itu terlihat sangat kaku, keduanya tidak bergerak sama kali. Karna ini pertama kalinya bagi mereka memangku wanita dan di pangku pria.
Dalam hati, Annelise tidak habis pikir dengan apa yang Bryan lakukan sekarang. Entah apa tujuannya menyuruhnya duduk di pangkuan tanpa melakukan apapun. Bicara saja tidak, sudah mirip seperti patung.
Tanpa sepengetahuan Annelise, Bryan sebenarnya sedang berkutat dengan pikirannya sendiri. Dia sibuk memikirkan apa yang di respon oleh tubuhnya sejak Annelise duduk di atas pangkuannya. Jangan di tanya lagi seperti apa responnya. Kenyataannya Bryan memang pria normal, karna sesuatu mulai bereaksi dan tubuhnya menjadi panas.
Selama ini Bryan hanya kurang berinteraksi dengan lawan jenis dan terlanjur berasumsi buruk bahwa wanita adalah makhluk yang menyusahkan. Itu sebabnya Bryan tidak pernah tertarik ketika melihat wanita-wanita cantik di luar sana karna didoktrin oleh asumsinya sendiri. Padahal kalau sudah melakukan kontak fisik seperti ini, Bryan kelihatan sangat normal. Jakunnya bahkan naik turun karna terlalu dekat dengan wajah Annelise, di tambah sedang memangku Annelise sambil memeluknya. Seandainya Bryan tidak menahan diri, mungkin dia sudah menye sap bibir Annelise sejak tadi.
"Ekhem,,,!" Annelise berdehem untuk mengusir perasaan tidak nyamannya.
Bryan tampak tersadar setelah sibuk berkutat dengan pikirannya. Pria itu buru-buru melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Annelise.
"Turun.!" Titah Bryan tegas.
Annelise berdecak dan langsung turun dari pangkuan Bryan dalam keadaan kesal. Mulut ketus Bryan sangat menyebalkan.
"Aku nggak habis pikir dengan jalan pikiran Pak Bryan, sebenarnya tujuan kontak fisik seperti ini untuk apa.?!" Annelise menyerocos memarahi Bryan. Tadi dia tidak berani karna posisinya di pangkuan Bryan, khawatir tiba-tiba di cium saat sedang marah. Sekarang dia sudah duduk di depan Bryan, terhalang oleh meja, jadi Annelise berani memarahinya.
Bryan melempar tatapan tajam, dia tidak suka dengan pertanyaan Annelise. Lagipula Bryan tidak akan mempermalukan diri sendiri di depan Annelise dengan memberitahu tujuannya.
"Kamu jangan banyak tanya dan protes.! Aku sudah bayar full sesuai kesepakatan, jadi lakukan saja tugasmu dengan baik." Jawab Bryan seraya beranjak dari duduknya.
"Satu lagi, kita akan tidur satu ranjang." Tegas pria jangkung itu. Mata Annelise membuat sempurna, dia langsung membuka mulut untuk protes, tapi Bryan bicara lebih cepat.
"Ingat, jangan protes.!" Seru Bryan cepat. Annelise mendengus kesal ketika melihat Bryan pergi begitu saja.
"Dia punya kelainan atau bagaimana.! Benar-benar jauh dari kata normal.!" Annelise hanya bisa menggerutu. Dia lantas beranjak dari ruang tamu dan mencari dapur untuk mengambil minum.
...*******...
"Mam, sampai sekarang Bryan belum pulang. Dia ada kasih kabar sama Mommy.?" Tanya Flora pada Jihan. Flora kelihatan cemas pada adik laki-lakinya, padahal dia penasaran dengan apa yang dilakukan Bryan di luar sana. Karna Flora sangat yakin kalau adiknya pergi berkencan.
Jihan mengecek ponselnya untuk memastikan, ternyata memang Bryan tidak memberi kabar sama sekali.
"Anak itu tumben sekali pergi nggak pamit sama Mommy dan Daddy." Gumam Jihan seraya mencari kontak putranya untuk di telfon.
"Kayaknya bener deh dugaan Flo, Bryan pasti sedang kencan sama pacarannya." Cerocos Flora.
Dahi Shaka tampak berkerut mendengar perkataan putrinya. "Kenapa Flo bisa berfikir seperti itu.?" Tanya Shaka.
"Dad, tadi style Bryan sangat rapi, belum lagi wangi parfumnya sampai tercium dari jarak jauh. Kalau sekedar kumpul dengan teman pria, kenapa harus sewangi dan serapi itu.? Mana wajahnya juga mencurigakan pas Flo memergoki dia turun pakai lift." Flora bicara panjang lebar. Shaka tampak menyimak dengan baik, Jihan juga ikut menyimak karna penasaran.
"Sttt,, Mommy mau telfon Bryan dulu." Jihan menyuruh semua orang untuk diam, lalu menghubungi nomor putranya.
Panggilan pertama tidak di angkat, Jihan kemudian menelfon lagi dan langsung di angkat.
"Bryan, kamu masih di luar ya.? Sekarang hampir larut malam." Tanya Jihan to the point.
"Hemm. Aku nggak pulang malam ini. Ada pekerjaan yang harus di selesaikan dengan Felix." Jawab Bryan.
"Kamu tidur dimana.? Di apartemen Felix.?"
"Ya, aku di apartemen Felix. Sudah dulu, aku tutup telfonnya." Ujar Bryan.
Semua orang langsung menatap ke arah Jihan, Shaka, Flora dan Daniel jadi berfikir negatif setelah nama Felix di sebut-sebut. Jangan-jangan Bryan memang tidak suka perempuan karna ada hubungan spesial dengan Felix.
"Ya sudah. Mommy hanya khawatir karna kamu belum pulang." Ucap Jihan kemudian memutuskan sambungan telfonnya.
"Daddy, apa sebaiknya Bryan di jodohkan saja.? Lama-lama aku takut Bryan jadian sama Felix." Seloroh Flora.
Ruang keluarga mendadak ramai, Shaka dan Jihan tidak percaya kalau putra mereka menyimpang. Mereka sangat yakin kalau putranya menyukai lawan jenis.
...******...
Sementara itu, Bryan kembali naik ke ranjang setelah menerima telfon di balkon kamar. Dia sengaja keluar dari kamar karna takut membangunkan Annelise yang sudah terlelap di atas ranjang besarnya.
Bryan berbaring di samping Annelise dengan hati-hati, lalu masuk ke dalam selimut yang sama. Bryan butuh tenaga ekstra untuk memaksa Annelise tidur di kamarnya. Mulai dari emosi, menarik tarik tangan, dan terakhir dengan ancaman. Annelise akhirnya tidak berani menolak Bryan. Tapi Annelise juga mengancam akan mengadukan Bryan pada Shaka jika berani menidurinya.
Dengan hati-hati, Bryan mengulurkan tangan untuk memeluk Annelise. Pria berusia 25 tahun itu sadar bahwa apa yang dia lakukan saat ini adalah salah besar. Tidur satu ranjang dengan wanita tanpa status pernikahan, meski tidak melakukan hubungan terlarang, tetap saja itu salah.
Pagi harinya Bryan bangun lebih awal dan buru-buru keluar dari kamar. Rasanya tidak perlu mendalami peran sampai harus menunggu Annelise bangun, sebab Bryan sudah yakin kalau dia pria normal. Terlalu lama berada di sebelah Annelise justru akan berbahaya.
Sambil menikmati secangkir kopi, Bryan duduk di sofa ruang keluarga. Jemarinya sibuk mengotak atik ponsel untuk membuka satu persatu pesan yang masuk sejak semalam.
Bryan mengabaikan beberapa pesan yang menurutnya tidak penting. Namun pesan dari pihak hotel Batam membuat Bryan segera membalasnya karna memberikan informasi mengenai kejadian penyerangan di kamar hotel Annelise beberapa hari yang lalu.
Orang misterius itu sudah di tangkap dan sekarang di tahan pihak berwajib. Dalam pesan tersebut, pihak hotel juga memberikan keterangan motif penyerangan dan siapa orang di balik penyerangan itu. Bryan tidak terkejut sama sekali ketika nama Bella menjadi pelaku utama yang berniat mencelakai Annelise.
Bryan tidak tinggal diam, meski mungkin Bella akan terbebas dari hukuman, tapi Bryan bisa menjatuhkan perusahaan orang tua Bella.
Kayak ngegantung sih