Mengisahkan Tentang Perselingkuhan antara mertua dan menantu. Semoga cerita ini menghibur pembaca setiaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gita Arumy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab3. Awal Kedekatan
Bab 3: Awal Kedekatan
Suasana pagi itu terasa cerah. Burung-burung berkicau riang di luar jendela, mengiringi aktivitas kecil di dapur. Maya sedang memotong sayuran ketika Arman masuk dengan langkah ringan. Dia baru selesai berlari pagi dan masih mengenakan pakaian olahraga, dengan keringat tipis yang menempel di dahinya.
"Selamat pagi, Maya," sapa Arman sambil mengambil gelas untuk mengisi air minum.
Maya menoleh, tersenyum. "Pagi, Arman. Kau rajin sekali berolahraga. Nisa pasti bangga."
Arman terkekeh, mengusap tengkuknya. "Saya cuma ingin tetap sehat, Maya. Lagipula, olahraga juga membantu menghilangkan stres."
Maya mengangguk sambil kembali memotong sayur. "Kau benar. Mungkin aku juga harus mulai melakukannya. Usia seperti ini, tubuh mudah sekali lelah."
Arman menggeleng cepat. "Ah, jangan bercanda, Maya. Anda masih terlihat sangat bugar."
Pujian itu membuat Maya terdiam sejenak. Ada kehangatan yang muncul di hatinya, meski ia tahu ucapan itu murni sopan santun. "Terima kasih, Arman," jawabnya dengan senyum kecil, berusaha menjaga formalitas.
Beberapa hari berikutnya, interaksi kecil seperti ini semakin sering terjadi. Maya dan Arman mulai berbincang lebih akrab saat Nisa sibuk dengan pekerjaannya. Mereka berbicara tentang banyak hal: makanan favorit, hobi, hingga kisah masa lalu.
"Jadi, Maya, apa yang biasanya Anda lakukan di waktu luang?" tanya Arman suatu sore ketika mereka sedang menyiram tanaman bersama di halaman belakang.
Maya berpikir sejenak, lalu tertawa kecil. "Sejujurnya, tidak banyak. Aku biasanya membaca atau menonton serial lama. Kadang-kadang, aku hanya duduk di sini, menikmati angin."
"Itu kedengarannya menyenangkan," ujar Arman, sambil menyiram bunga mawar. "Tapi mungkin Anda bisa mencoba hal baru. Mungkin melukis atau berkebun lebih serius?"
Maya tersenyum, memandangi bunga-bunga di sekitarnya. "Mungkin. Kau benar, aku harus mencari sesuatu untuk membuat hariku lebih berarti."
Di saat-saat seperti itu, Maya merasa ada seseorang yang benar-benar mendengarkan. Kehadiran Arman yang tulus memberinya rasa nyaman yang lama tak ia rasakan. Di sisi lain, Arman mulai melihat sisi lain Maya. Di balik wibawanya, ada kehangatan dan kelembutan yang membuatnya merasa betah.
Namun, mereka tetap menjaga batas. Setiap percakapan terasa biasa saja, tanpa intensi yang salah. Tetapi perlahan, tanpa mereka sadari, hubungan ini mulai melangkah di luar batas murni antara mertua dan menantu.
Satu malam, ketika Nisa bekerja lembur, Arman dan Maya duduk di ruang tamu, menonton acara televisi bersama. Sebuah adegan komedi di layar membuat mereka tertawa lepas.
"Kau tahu, aku tidak pernah mengira punya menantu yang punya selera humor sepertimu," kata Maya sambil tersenyum lebar.
Arman ikut tertawa. "Dan saya tidak pernah mengira mertua bisa jadi teman bicara yang menyenangkan."
Maya terdiam sesaat, tatapannya tertuju pada Arman yang masih tersenyum. Hatinya mulai berbisik sesuatu yang ia takuti. Perasaan hangat itu, seharusnya tidak ada. Ia segera mengalihkan pandangan, berusaha menahan diri.
"Sudah malam. Aku rasa aku harus tidur," ucap Maya tiba-tiba, mencoba mengakhiri momen itu sebelum pikirannya melangkah lebih jauh.
Arman mengangguk, sedikit bingung dengan perubahan sikap Maya. "Baik, Maya. Selamat malam."
"Selamat malam, Arman," jawab Maya sambil beranjak ke kamarnya.
Maya menutup pintu kamar dengan jantung yang berdegup kencang. Ia tahu apa yang ia rasakan adalah sesuatu yang salah. Tapi, kenapa begitu sulit untuk mengabaikannya?
Sementara itu, di ruang tamu, Arman termenung. Ia merasa nyaman dengan Maya, bahkan lebih nyaman daripada dengan orang lain di rumah itu. Tapi, perasaan itu membuatnya merasa bersalah, seolah-olah ia melangkah terlalu dekat ke batas yang seharusnya tidak ia sentuh.
Awal kedekatan ini, meskipun terlihat sederhana, perlahan-lahan menanam benih yang kelak akan tumbuh menjadi badai besar dalam hidup mereka.