NovelToon NovelToon
DEVANNA

DEVANNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Selingkuh / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi / Office Romance
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Evrensya

Laki-laki asing bernama Devan Artyom, yang tak sengaja di temuinya malam itu ternyata adalah seorang anak konglomerat, yang baru saja kembali setelah di asingkan ke luar negeri oleh saudaranya sendiri akibat dari perebutan kekuasaan.
Dan wanita bernama Anna Isadora B itu, siap membersamai Devan untuk membalaskan dendamnya- mengembalikan keadilan pada tempat yang seharusnya.

Cinta yang tertanam sejak awal mula pertemuan mereka, menjadikan setiap moment kebersamaan mereka menjadi begitu menggetarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evrensya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Wanita Tak Berharga

"Sayang, kau kasar sekali, tapi karena itu kau terlihat lebih menarik. Ahh, memang dasarnya kau itu sungguh menggoda. Jadi, apa sekarang kau sedang menantang ku? memangnya kau bisa memuaskan aku?" bisik Revy yang semakin mendekatkan wajahnya ke belakang telinga Devan yang memerah. Hembusan nafasnya yang hangat mencoba merobohkan pertahanan pria itu.

"Sangat di sayangkan nona, aku sama sekali tidak bernafsu padamu," tegas Devan. Lalu melepas cengkraman tangan Revy dari tengkuknya. "Saatnya bekerja," lanjutnya.

"Aku belum selesai bicara!" Revy mengeraskan suaranya.

Devan menarik diri dan melepas tubuh wanita itu dengan sebuah dorongan untuk menjauh darinya. "Sudah cukup, kita sedang di berada kantor, mari bersikap profesional. Sini, berikan padaku hasil kerjamu, kau bilang semalam telah lembur menggambar sketsa, apa kau membawanya?" tanyanya mengalihkan emosi Revy kepada urusan kerja.

Revy buru-buru mengambil keseimbangannya yang hendak terjatuh dan mengambil posisi tegap di hadapan pemilik perusahaan yang sudah duduk santai di kursinya. "Devan!!!" Revy benar-benar murka kali ini.

"Devan! apa kau tau, satu tangisan yang jatuh di pipiku karena ulahmu, kau pasti akan membayarnya. Dan satu saja kata yang terucap di bibirku, untuk mengadukan mu pada Ibumu, maka itu akan berakibat buruk padamu. Sebenci apapun kau padaku, kau itu tidak berdaya untuk menyingkirkan aku. Karna Artyom group bergantung pada posisi Ayahku selamanya." Mata Revy sontak melompat tajam, ribuan anak panah seolah menyerang dari baliknya dan menghujani wajah Devan.

Devan menyeringai, dengan senyuman yang mengolok. Matanya beralih menatap Revy, dengan tatapan elang, tentunya. "Oh, jadi seberapa banyak lagi kau akan menyogok keluargaku, dengan menggunakan nama besar Ayahmu? apa kau menikmatinya- ketika Ayahmu memohon-mohon di ambang pintu rumahku, demi keegoisanmu. Sedangkan kau, apa yang keluarga mu dapatkan? nothing!"

"....."

"Kau pikir Artyom group bergantung pada keluargamu? pada awalnya siapa yang mengemis untuk di lakukannya perjodohan ini? bukankah itu datangnya dari pihak keluarga mu sendiri. Jelas alasannya untuk menaikkan status sosial mu, karena akan menikah dengan seorang anak pengusaha besar di negara ini. Tapi apa kau lupa, sudah terlalu banyak yang kau berikan untuk kami, tapi hingga saat ini, aku bahkan tidak berniat untuk menikahi mu."

Mata Devan masih menancap ke wajah Revy yang mendadak muram, tatapan penuh intimidasi itu menghantam mental Revy hingga lemah tak berdaya.

"Kau pikir aku juga Sudi menikah denganmu yang hanya seorang pewaris gagal dan terbuang?!!" teriak wanita itu garang.

"Lalu, apa kau sedang menargetkan seorang pewaris, yang menduduki singgasananya di atas darah dan air mata?"

"Omong kosong apa yang kau katakan!"

"Jangan berpura-pura bodoh, nona Revy. Aku tau kau sedang bermain dua kaki. Tapi apa kau tidak menyadari, caramu ini justru akan membuatmu kehilangan segala-galanya." Sahut Devan.

"Devan, cukup! kenyataan bahwa keluarga ku memegang rahasia hitam Artyom group selama menjalankan bisnisnya, adalah fakta yang tak terbantahkan. Itulah mengapa, keluarga mu sangat bergantung dengan perjodohan kita. Sebagai bentuk sogokan besar untuk tutup mulut. Bukankah begitu, tuan muda ke dua, Devan Artyom?" Revy kelihatannya tidak ingin mengalah, meski rahasia seperti ini tak seharusnya menjadi perdebatan di antara mereka.

Devan pun bangkit, mulai mendekati Revy. Ia meraih pundak wanita keras kepala itu dan mengucapkan sesuatu dengan suara pelan, namun terasa begitu kelam. Tentu saja sebuah rahasia besar yang tidak boleh di ucapkan secara frontal.

"Citra buruk semacam menyuap hakim demi kepentingan bisnis, maksudmu? itu adalah hal yang biasa terjadi, bukan? tapi itu bukanlah kelemahan besar, karna issue tersebut mudah di sterilkan. Tapi bagaimana dengan nasib sang hakim itu sendiri, jika publik mengetahui adanya kasus korupsi besar dan kasus suap menyuap?"

"....."

"Bukankah itu akan mencoreng dunia peradilan di negeri ini. Karena publik butuh seseorang untuk melampiaskan amarahnya, yang paling dekat lah yang akan tersentuh. Bukankah yang paling dekat dengan rakyat adalah penjabat itu sendiri. Penjabat publik sangat rentan di jadikan sasaran kambing hitam, meskipun otak di belakangnya adalah pemain sesungguhnya. Kau pikir Artyom group dapat tersentuh?"

"....."

"Dan satu hal lagi, jangan lupakan kasus penganiayaan yang di lakukan oleh Ibumu, terhadap seorang wanita, yang ternyata adalah istri dari seorang yang sangat berbahaya di negeri ini. Mereka setuju berdamai dengan syarat, penyerahan seluruh aset beserta posisi Ayahmu di MK. Bahkan kasus hutang judi yang di lakukan oleh Ibu mu itu, membawa keluarga mu dalam krisis yang besar."

"....."

"Di masa-masa itu, siapa yang mengulurkan tangannya untuk membantu keluargamu, dia adalah Artyom group. Hutang keluarga mu begitu banyak, sudah seharusnya kau jadi jembatan sebagai uang muka. Ingat itu baik-baik mulai sekarang." Bisiknya ke telinga Revy kemudian, sambil menepuk bahu yang mulai terkulai lemas, tidak seteguh tadi.

"Bagaimana kau tau hal itu?" desis Revy tertahan.

"Sebagai pewaris Artyom group yang sah, tentu rahasia seperti itu sudah tercatat dalam ruang dokumen rahasia kami yang hanya aku seorang yang pernah di izinkan oleh Ayahku memasukinya. Tapi itu tidak penting, yang penting sekarang adalah, aku ingin melihat hasil kerjamu. Tunjukkan padaku." Kata Devan, ingin mengakhiri perdebatan ini.

Revy menghembuskan nafas berat, ia menggertakkan gigi gerahamnya, wanita yang sedang berusaha meredam emosinya itu hanya bisa menelan ludah kekecewaan yang mendalam. Belum pernah ia merasa seburuk ini berhadapan dengan Devan. Pria ini terlihat semakin berani saja. Bukan hanya itu, Devan lebih terlihat menyeramkan. Revy ingin berteriak sekeras -kerasnya, tapi apa daya ia mulai tak kuasa.

Revy meratap dengan berbagai umpatan dalam hati, tangannya memegang ujung dress nya dan meremas nya kuat-kuat. Dadanya terasa mengering, menerima fakta menyakitkan yang di bongkar Devan tanpa ampun. Angin panas berdesir di kepalanya, terasa mendidih, menyala. Begitu terasa, hingga menjeterakan getaran di tubuhnya, yang tak pernah di rasakan sebelumnya. Meskipun begitu keadaannya, saat ini tidak ada pilihan lain selain menahan diri sebisa mungkin.

"Tentu saja. Perintahkan pada pak Ali untuk membawa sketsa desain yang aku tinggalkan di mobilmu." Bola matanya yang memerah masih fokus, tak melepas pandangannya dari objek yang di lihatnya.

"Oke." Devan mengambil handphone nya yang ada di dalam laci, kemudian mulai mengetik kalimat perintah sesuai yang di inginkan Revy.

Sambil menunggu balasan pesannya, Devan mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di atas meja hingga menimbul bunyi yang menetralkan ketegangan diantara mereka.

Sebuah notif pesan masuk muncul di layar handphone nya, Devan lalu membacakannya untuk Revy.

"Siap tuan, tunggu sebentar saja."

Revy memejamkan matanya menhan kesal. Devan benar-benar sengaja mempermainkan emosinya dengan naik-turun. Mulai dari titik terendah hingga pada puncak tertinggi. Lalu kemudian pria itu bersikap santai saja, seolah tidak ada hal buruk yang terjadi.

Tak lama kemudian, suara pintu di ketuk. "Saya datang!" terdengar suara pak Ali dari balik pintu.

"Masuk!" sahut Devan.

Lalu pintu pun terbuka dengan menampakkan tubuh tegap seorang pria yang sudah berusia lebih dari 40 tahun itu, ia terkejut melihat raut wajah nona Revy yang terlihat masam. Pasti pertikaian telah terjadi disini.

"Serahkan padaku benda yang kau bawa itu!" Titah Devan.

Pak Ali kemudian melangkah maju menuju meja kerja tuannya dan menyerahkan sebuah map berisi sketsa desain milik nona Revy.

Devan menerima benda itu dan langsung memeriksanya satu-satu dengan teliti. Beberapa saat kemudian ia menghempaskan kertas yang berisi gambar model pakaian itu di atas mejanya dengan keras.

"Apa ini! ini sama saja dengan desain yang lalu, hanya ada perbedaan sedikit aja pada kerah dan lengannya. Ini bukan yang aku mau, apa hanya segini saja kemampuan mu Chief Design, Revy Valentina?" komentarnya dengan nada yang tidak enak untuk di dengar oleh Revy tentunya.

"Lalu harus bagaimana? bukankah kemarin kau mengatakan bahwa pabrik sudah memproduksi kain dari desain kita yang lama? karena itu aku mencoba mencocokkan nya dengan desain yang baru ini, tujuannya agar perusahaan tidak merugi. Jadi apa salahnya mengambil sample dari desain yang lalu dengan membuat sedikit perubahan?"

"Apa kau bercanda? ini bukan masalah yang sederhana itu-"

"Lalu apa? kau ingin yang rumit?" potong Revy tidak mau mengalah meskipun ia menyadari kekurangan nya.

Suasana kembali menegang setelah mereda beberapa saat. Pak Ali yang sedang membeku di antara dua sejoli inipun hanya bisa pasrah menerima apapun yang akan terjadi, karna ia tidak mungkin berani beranjak dari tempatnya sebelum tuannya mengizinkan nya.

"Revy! kau harus sadar jika tindakan seperti ini akan merugikan Devaradis."

"Merugikan apanya? aku justru mencoba menyelamatkan nya dari kerugian."

Devan menekan pelipisnya yang terasa pusing mendengar jawaban Revy. Lalu ia mencoba menerangkan maksudnya kepada wanita otak buntu di depannya ini.

"Apa kau tidak bisa menganalisa kalau hal ini bisa menimbulkan masalah yang lebih besar nantinya. Justru kitalah yang akan di anggap sengaja menjiplak, copy paste desain brand lain. Sebab pattern yang sama, bahkan coloring nya juga sama dengan brand Sedora yang menjiplak desain kita yang lalu. Lalu kita akan kehilangan ciri khas kita dan juga kepercayaan publik terhadap kualitas produk kita. Revy, please! kau tidak bisa melakukan pekerjaan dengan logika rendahan seperti itu."

"Apa? logika rendahan?!" Revy semakin merasa terpojokkan.

"Ya! bahkan jika kita menggugat perihal ini ke pengadilan pun tidak ada untungnya, karna brand Sedora memiliki bukti hak paten desain itu terlebih dahulu, itu seratus persen karna kelalaianmu, kan?"

"Lalu apa kau ingin aku menggambar ulang lagi dengan visual yang berbeda? itu bukan hal yang mudah, aku butuh lebih banyak waktu."

Devan mengerutkan dahi seraya mengusap kuat kepalanya yang mendadak sakit oleh wanita. "Revy, tolong lah, jika kau tidak kompeten dalam bekerja, dan menganggap bahwa perusahaan ini adalah arena permainan bagimu, bukankah pintu terbuka lebar untukmu meninggalkan tempat ini?"

"Kau jahat! Kau tidak menghargai kerja kerasku sama sekali!" Revy berteriak keras.

"Lalu, berikan aku solusi yang lain untuk mengatasi masalah ini. Apakah ada jalan keluarnya?" sudah jelas sejak awal Devan sengaja menguji Revy. Padahal sebelumnya, ia sudah menyelesaikan masalah ini melalui saran yang di berikan oleh Anna. Yah, setidaknya ini untuk melihat bentuk tanggungjawab Revy dalam pekerjaannya.

"Untuk apa aku memikirkan sebuah solusi yang tidak akan pernah mau kau terima. Memang dasarnya kau membenciku secara pribadi, sehingga apapun yang aku lakukan selalu salah di matamu." Revy mengeluarkan jurus playing viktimnya.

"Sudahlah, pergi saja ke ruang kerjamu, kita bahas soal ini lagi nanti. Aku berharap kau mau introspeksi diri. Sebentar lagi CEO Sedora akan datang bertamu untuk membahas masalah terkait penjiplakan tersebut. Kami akan mencoba menyelesaikan masalah ini lewat jalur perdamaian." Devan memberi isyarat dengan tangannya agar wanita yang wajahnya mulai merah padam itu mau meninggalkan ruangannya. Percuma berdebat kusir dengan wanita ini, hasilnya zonk!

"Pak Ali! panggilkan pegawai cleaning service yang bernama Anna itu kemari, cepat!" kali ini Revy berteriak kepada pak Ali yang masih berdiri membeku di tempatnya.

"Ada urusan apa kau memanggil wanita itu," sungut Devan.

"Aku mau wanita itu di pecat. Jika aku disini di minta untuk introspeksi diri bahkan mengundurkan diri karena di anggap kurang kompeten, lalu mengapa wanita rendahan yang melanggar etika itu justru terkesan di pertahankan?"

"Revy, fokus! problematika yang sedang kita hadapi saat ini cukup besar, dan jangan lagi memperbesar masalah yang tidak berguna. Anna sudah melakukan tugasnya dengan baik, lagipula yang mengizinkan dia menggunakan lift itu adalah aku. Bukankah kau juga sudah menumpahkan kekesalan mu padanya dengan sengaja membuatnya terjatuh di depan pintu lift?"

"Wow! bibirmu lancar sekali menyebut namanya. Apa kau secara diam-diam tertarik padanya?"

"Revy! Jangan memancing perdebatan yang tidak penting. Pergi dan bawa sketsa sampah ini bersamamu!" Devan menggeser kertas sketsa itu ke pinggir mejanya.

"Sialan!" umpatnya tak tertahankan. Perasaan terhina yang sudah Revy tahan sebaik mungkin kini keluar meluap-luap hingga membuat ubun-ubun nya terasa mendidih. Ia melampiaskan seluruh amarah itu dengan mengobrak-abrik seluruh benda yang ada di meja kerja Devan. Bahkan merobek sketsa desain miliknya dan menerbangkannya ke atas kepala Devan.

"Nyonya Revy, tolong tenanglah." Pak Ali berusaha menenangkan wanita yang sedang di kuasai amarah itu.

Sedangkan Devan yang sedang duduk melihat itu hanya diam membiarkan Revy menghancurkan semuanya.

Setelah merasa puas, Revy menggebrak meja sambil melotot tajam kepada pria yang tengah berdiri tegang di antara mereka. "Pak Ali! aku bilang bawakan aku wanita bernama Anna itu kemari. Kau dengar tidak? atau aku akan meminta Nyoya besar Artyom untuk memecat mu!" Maksud Revy disini adalah, nyonya Nora—calon mertuanya yang selalu ada di pihaknya.

Mendengar itu, mau tidak mau pak Ali harus menuruti perkataan Revy. Bukan karna tunduk dan takut di pecat, tapi karna ia tidak ingin perkelahian ini semakin panjang, dan urusan kantor menjadi terbengkalai. Pak Ali pun bergegas keluar melaksanakan perintah nona Revy walaupun Devan terlihat memberikan isyarat larangan padanya. Tapi ia terpaksa harus melakukan ini demi mengakhiri kekacauan ini.

Pak Ali mencari keberadaan Anna atas informasi dari pak Dani yang mengatakan kalau Anna sedang bertugas membersihkan atap. Tak butuh waktu lama untuk pak Ali membawa Anna ke hadapan nyonya Revy yang sudah menunggu di dalam ruangan bersama CEO.

"Iya nyonya, ada yang perlu saya lakukan untuk anda?" tanya Anna dengan santun, begitu tiba di depan sang tunangan Bossnya.

Walaupun tadi ia tahu jika wanita dengan lipstik merah menyala di depannya inilah yang telah dengan sengaja membuatnya terjatuh. Sikap santunnya ini bukan bentuk kebaikan hati Anna, ini hanyalah sekedar formalitas belaka dari seorang bawahan kepada atasannya.

"Iya ada, mendekat lah!" Revy menambahkan isyarat perintahnya melalui lambaian tangan.

Anna pun bergegas mendatangi wanita yang memiliki posisi penting di Devaradis sebagai Chief Designer Officer itu, dan menghentikan langkahnya pada jarak yang cukup dekat, beberapa jengkal saja.

Revy langsung mengangkat tangannya dan mendaratkan sebuah pukulan keras di atas pipi Anna.

Plak!

Dari suaranya yang terdengar begitu nyaring, sudah pasti pukulan yang di layangkan dengan sekuat tenaga itu sangat menyakitkan. Sehingga membuat semua yang ada di ruangan ini terkejut, termasuk Anna sendiri. Ia tidak menyangka akan mendapatkan tamparan setelah hatinya begitu lapang untuk melupakan perlakuan buruk wanita ini yang telah membuat kakinya terkilir, masih menyisakan rasa nyeri hingga detik ini. Bahkan dadanya pun masih terasa sesak seolah terhimpit.

"Revy! apa yang kau lakukan?!!" Devan menyalak.

"Diam!" Revy menjawab tunangan nya itu dengan bentakan sambil tangan kirinya menunjuk wajah Devan. Lalu Ia beralih mengucapkan sesuatu pada Anna yang terlihat tak bergeming, walau hanya sedikit ringisan kesakitan pun tak ada, ekspresi wanita itu biasa saja, membuat Revy kecewa.

"Ingatlah untuk tidak mengulang kelancangan mu, meskipun Boss berbaik hati padamu. Jadilah manusia yang tahu diri!" tunjuk Revy sambil menegaskan pada Anna dimana posisinya. Ia melampiaskan seluruh amarah kekecewaannya yang terpendam pada wanita cleaning service ini.

"Saya akan mengingatnya, nyonya." Begitu Anna membuka mulutnya, darah segar langsung mengalir keluar dari ujung bibirnya. Terlihat sebuah luka robekan disana dan mungkin juga di pipinya bagian dalam, sebab saat ini sebagian wajahnya memar merah, terasa perih dan panas.

"Bagus!" Revy melirik telapak tangannya yang juga memerah, perhiasan yang melingkari jemarinya pun berubah memutar. Revy tahu pukulan nya tadi sangat keras, tapi ia tidak menyesalinya, melainkan berpikir bahwa wanita jelek ini memang pantas menerimanya.

Anna menggigit bibirnya yang terluka, menatap dingin ke arah Revy, lalu berkata, "tapi nyonya juga harus ingat, bahwa anda tidak boleh meletakkan tangan anda sembarangan pada tubuh orang lain, apalagi untuk melakukan tindak kekerasan."

"Apa kau bilang? rupanya kau belum sadar diri juga, mau aku tampar lebih keras lagi?" Revy semakin naik pitam, ia kembali mengangkat tangannya hendak menampar Anna sekali lagi.

"Jika nyonya memukul saya lagi, maka saya tidak akan ragu-ragu untuk membalasnya." Ucap Anna dengan nada serius.

1
anggita
dua iklan☝☝ dan like👍 sebagai dukungan. semoga novelnya lancar 👏thor.
Evrensha: Wajah, makasih banyak beb, atas supportnya. terharuuu😭🥰
total 1 replies
anggita
Anna..👍. btw chapter ini agak panjang juga yah🤔.
Delita bae: mangat✌🙏
Evrensha: Iyà beb, Disini aku sengaja menceritakan semua masalah hidup si tokoh utama secara kompleks. sebab di chapter2 berikutnya, yg tersiksa hanya perjuangan pengembalian hak2 mereka, balas dendam, dan juga kisah cinta.
Chapter2 kedepan di jamin seru. Karna 4 episode awal ini hanya masalalu.
total 2 replies
anggita
visualisasi gambar tokoh dan suasananya oke lah👌.
Evrensha: Semoga chapter awal tidak bikin boring, sebab, kalau di skip, nggak bakal faham sama konflik di bab2 berikutnya.
total 1 replies
Tutupet
keren thor ada gambarnya tiap cerita
Evrensha: Haha,, iya, makasih beb... Makasih bgt udah mau baca2.
total 1 replies
ナディア 🎀
Dayyemmm critanya bkn cenat cenut tapi seruuu/Sob//Rose/
Evrensha: oh my God, dear. thanks you so much udah baca novel aku..... Tengkiyuuu, love you. aku fikir cerita aku gak bagus, tp ada yg Muji lohhh..
total 1 replies
miilieaa
pukul yuk ana /Silent/
Evrensha: betul, lgsg hajar smpe jera. haha
total 1 replies
Delita bae
mangat, Egi udh up . mau up lagi👍🙏
RYN
dah di sini dulu... mampir bentar karena gak ada kerjaan.
Evrensha: makasih dah mampir cuma buat liat tulisan yg bgini adanya. wkwk
total 1 replies
RYN
Pengen komen banyaak banget... tapi sedikit kesalahan sih, terlalu banyak narasi dan gak seimbang. Err, bagusnya pake sudut orang pertama kali gini.
Evrensha: nah iya sih kamu bener. emang terlalu banyak narasi disini. apalagi di bab 1 ini.
tapi, kalo aku kasi beberapa alasan mngkin agak masuk akal.

sebab, kalo di baca lebih ke bab2 depan, percakapan makin banyak sih. trus karna ini hanya scene masa lalu dgn hanya waktu pertemuan berapa jam saja, like a dream, jadi aku bikin banyak narasi untuk membuat pembaca mengenal karakter dan konflik cerita ini ke depannya. biar faham lah apa yg akan terjadi selanjutnya pada 5 THN mendatang—di bab 4.
total 1 replies
RYN
ONOMATOPE ini gak sesuai...
Evrensha: onomatope yg benar yg kek mana ih, kasi tauuu, biar gue lgsg revisi. kalo hujan turun deras emang gak cocok dgn bunyi byur kek nyiram air se ember. hahaha 😂
total 1 replies
RYN
Jirr, kalau bener ada cewe begini pas gw di tinggal nikah, gw bakal dengan senang hati lakuin bersama./Sweat/
RYN
Seimbang kan lagi narasi dan dialog nya. Bukan menggurui dan merendahkan, tapi dialog terlalu banyak begini kurang menarik perhatian pembaca.
Evrensha: jirr tulisan gue acak Adul bgt🤦🤦🤦🤭 makasi suhu masukannya.
total 1 replies
RYN
Kalo ini pake ‘—,’ aja, tapi gak apalah. Variasi setiap orang berbeda.
RYN
Nah, yang ini baik nya tambah tanda kutip. Terakhir, pembaca tidak ingin mengetahui seberapa detail jarak mereka, revisi seperti ini "Jarak mereka cukup dekat," atau tambahkan variasi seperti "beberapa langkah," "Selangkah lagi, "beberapa meter," dsb.
Evrensha: ohh gitu.. oke2👍👍👍
total 1 replies
RYN
Err, ada beberapa kesalahan yang ku temukan, "Melampiaskan nya," jangan di pisah, revisi "Melampiaskannya." Lalu keputus-asaan jangan tambahin ‘-.’ Terakhir, narasi terlalu bertele-tele dan panjang.
Evrensha: oke, masukan siap di kantongi semua. btw gue jg lagi bingung ini menempatkan kata 'nya. di satukan apa di pisah. coz banyak penulis hebat yg di pisah. kalo emang di satukan yg bener, ilmu sih ini.
total 1 replies
Jihan Hwang
kata² yang puitis...bagus bgt...
mampir di novelku ya/Smile//Pray/
Jihan Hwang: sama²/Smile/
Evrensha: Makasi kak....
total 2 replies
Delita bae
mangat up nya😇👍🙏
Delita bae: sip. udah minta up lagi.😇👍
Evrensha: ok siap 🙏👍
total 2 replies
Delita bae
💪💪💪👍💪💪🙏
Evrensha
udah up kak bab selanjutnya.
Delita bae
up ya mangat👍🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!