Anyelir adalah salah satu nama apartemen mewah yang terletak di sudut kota metropolitan. Suatu hari terjadi pembunuhan pada seorang wanita muda yang tinggal di apartemen anyelir 01. Pembunuhnya hanya meninggalkan setangkai bunga anyelir putih di atas tubuh bersimbah darah itu.
Lisa Amelia Sitarus harus pergi kesana untuk menyelidiki tragedi yang terjadi karena sudah terlanjur terikat kontrak dengan wanita misterius yang ia ditemui di alun-alun kota. Tapi, pada kenyataan nya ia harus terjebak dalam permainan kematian yang diciptakan oleh sang dalang. Ia juga berkerjasama dengan pewaris kerajaan bisnis The farrow grup, Rafan syahdan Farrow.
Apa yang terjadi di apartemen tersebut? Dan permainan apakah yang harus mereka selesaikan? Yuk, ikutin kisahnya disini.
*
Cerita ini murni ide dari author mohon jangan melakukan plagiat. Yuk! sama-sama menghargai dalam berkarya.
follow juga ig aku : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Bangunan tempat Lisa tersadar memiliki sepuluh pintu yang berjejer di sepanjang ruangannya. Ada juga tangga menuju lantai dua yang terdapat di ujung ruangan, dekat pintu utama menuju keluar .
Sudah empat pintu yang Lisa buka termasuk pintu ruangan darimana Hugo keluar. Lisa membiarkan Hugo mengikutinya, ia buka pintu kelima, kepalanya mengintip kedalam; ruangan yang ada dibalik pintu itu seperti ruangan makan karena terdapat meja panjang dan kursi yang diletakkan ditengah-tengahnya.
Lisa masuk kedalam dengan hati-hati. Ia perhatikan lagi sekitar ruang makan yang kosong,
"Menurut mu ini rumah siapa?"Tanya Hugo masih terus mengekori Lisa.
"Entahlah,"Lisa menggelengkan kepala,"aku akan memeriksa ruangan lain."
Lisa kembali keluar, ia membuka pintu selanjutnya. Baru saja membuka pintu jejak-jejak darah langsung menyambut nya. Lisa membasahi bibirnya yang kering, jemarinya bertaut cemas.
Ia mengikuti jejak-jejak darah yang mengarah keatas ranjang. Terkejut bukan main lisa mendapati seseorang berbaring diatas ranjang, dia bersimbah darah dengan banyak luka goresan di tubuh telanjangnya. Tangannya menggenggam setangkai Anyelir yang masih segar.
"A-astaga! Ada yang mati!! Tolonggg!!!"Hugo refleks berteriak, tangannya gemetar hebat saat menunjuk keatas ranjang.Wajahnya pucat pasi dan tubuhnya seketika membeku.
"Wel-come-to-Bloody-game," Lisa mengeja tulisan yang ditulis pada dinding di kepala ranjang, di tulis menggunakan darah. Lisa menyentuh lembut lengan Hugo memintanya untuk lebih tenang.
Tap....tap...tap...
Lisa dan Hugo saling bertatapan mendengar suara langkah kaki mendekat. Karena ketakutan dan juga tidak tahu di rumah siapa mereka sekarang berada, keduanya dengan cepat berlari ke kamar mandi dan bersembunyi disana.
"Siapa yang membunuhnya?"Gumam Hugo sambil bersandar pada pintu.
"Orang yang sama dengan orang yang sudah membunuh Aruna dan Naomi,"jawab Lisa, ia menggigit telunjuknya cemas. Siapa yang datang? Bagaimana kalau si pembunuh? Bagaimana kalau orang bertopeng yang ia temui tadi siang?
Tap...tap...
Langkah kaki itu mendekat dan berhenti dibelakang pintu kamar mandi, sesaat kemudian berjalan bolak-balik diluar pintu kamar mandi. Lisa dapat melihat sepasang sepatu pantofel dari celah pintu.
"Kunci pintunya, dan naik kesini!"kata Lisa pelan, orang yang berdiri diluar akan langsung tahu jika menoleh kebawah bahwa ada yang bersembunyi dalam kamar mandi.
Hugo mengangguk. Pelan-pelan ia naik keatas bak mandi seperti yang dilakukan Lisa. Keduanya bernafas sepelan mungkin, jantung mereka berdegup kencang.
Sreeeeetttttt
Terdengar suara benda tajam menggores pintu dari luar, pemilik sepatu pantofel itu mulai bergerak pelan,
Sreeeeetttttt..... sreeeeetttttt
Lisa meneguk saliva nya gugup. Benda yang menggores pintu itu terdengar seperti benda tajam, pisau? Gunting? Tapi, apapun itu pasti digunakan untuk membunuh mereka jika ketahuan.
Ding....Ding....dong...Ding...dong....ding... ding
Sayup-sayup Lisa mendengar suara drum. Ia tidak bisa memastikan entah suara drum atau bukan, tapi yang jelas suara itu berasal dari alat musik yang dipukul.
"Hugo, kamu dengar suara itu?"
"Ya, terdengar jauh, siapa yang memainkannya menjelang malam begini?"Tanya Hugo keheranan.
Lisa menggeleng," Kita tidak tahu ada dimana. Dan siapapun yang ada diluar pintu itu bukanlah orang baik,"
"Hei, lihat! Dia sudah pergi."kata Hugo menunjuk ke celah pintu.
Lisa ikut melihat kesana. Benar. Orang itu sudah tidak ada .
Lisa mendekati pintu dan membukanya sangat pelan, mengintip keluar dan setelah memastikan tidak ada orang barulah ia membuka lebar pintu tersebut.
Ia mendekati ranjang, sungguh penasaran dengan sosok yang terbaring disana. Clarissa? Benar, ternyata itu Clarissa yang beberapa hari ini hilang. Bagaimana mungkin dia bisa berakhir disini.
Punggung Lisa menjadi dingin, wajahnya memucat, apakah setiap orang yang ada di rumah ini akan berakhir sama seperti Clarissa. Tidak. Lisa menggeleng kuat, tidak, ia tidak bisa mati disini. Ia harus mencari Vanya dan membawanya pulang, adiknya itu harus segera di operasi.
Dengan tangan nya yang gemetar Lisa merogoh saku celana dan sweater yang ia pakai, mencari ponselnya. Dahinya mengernyit, ponselnya tidak ada padahal seingatnya tadi ia membawa ponsel, kamera dan notebook, juga tas.
"Sial,"Lisa baru ingat kalau semua benda itu ada dalam tas yang diletakkan dalam mobil Rafan.
"Clarissa! Dia Clarissa,"kata Hugo yang berdiri disebelah Lisa. Pria itu sejak tadi terus mengikuti Lisa ,tapi memang lebih baik begitu dari pada berkeliaran sendirian di rumah aneh ini.
"Ya,"Lisa menghela nafas panjang, "Hugo, firasatku mengatakan bahwa kita semua akan berakhir disini."
"Apa maksudmu? Tidak, Lisa, ini hanya kebetulan saja kita bertemu disini."kata Hugo menyangkal.
Benarkah hanya sebuah kebetulan? Kebetulan yang membawa mereka pada jasad tidak bernyawa Clarissa. Bagaimana pun juga semuanya terasa aneh dan lebih aneh lagi.
Mata Lisa menyipit saat melihat tangan Clarissa yang menggenggam setangkai anyelir, bukan bunga itu yang menarik perhatian nya tapi secarik kertas yang terselip diantara jemarinya.
Dengan hati-hati Lisa mengambil kertas tersebut. Kertas dalam bentuk bulatan asal itu dibuka oleh Lisa dengan hati-hati.
Bukan mendapatkan sebuah jawaban atas kebingungan nya Lisa malah bertambah bingung.
Any-hanya itu yang tertera dikertas sobekan itu, dimana Clarissa mendapatkannya? Apakah yang dimaksud adalah Anyelir? Lisa mengangguk samar, mungkin memang anyelir yang dimaksud oleh Clarissa.
Jika anyelir, lalu setelahnya apa? Ada apa dengan anyelir?
"Any?"Hugo nampak berpikir sejenak," bukankah itu kosakata bahasa inggris, artinya setiap kan?"
"Eum...bisa jadi. Tapi, apa maksudnya? Setiap apa?"
Hugo menggeleng, ia juga tidak tahu apa maksud kata tersebut.
"Bagaimana kalau itu bukanlah sebuah kata,"ujar Lisa
"Terus apa?"
"Nama sebuah tempat misalnya,"
"Seingatku tidak ada tempat bernama Any,"Hugo yakin sekali tidak pernah mendengar nama tempat itu.
"Bisa saja maksudnya Anyelir kan, lagipula sebagian kertasnya di robek,"kata Lisa mengangkat bahunya, ia juga tidak terlalu yakin, hanya menebak saja.
"Sebaiknya kita mencari jalan keluar dan pergi dari sini."kata Hugo. Ia bergidik ngeri melihat mayat Clarissa, terlalu lama ada disini bisa saja ia yang akan menjadi korban selanjutnya.
"Kamu bisa mencari jalan keluar sendirian? Aku harus mencari Rafan,"Lisa tidak mungkin meninggalkan Rafan begitu saja. Pria itu sudah berbaik hati menolong nya mencari adiknya.
"Tidak,"Hugo menggeleng cepat,"kita cari sama-sama."
"Baiklah."
Memang lebih baik pergi bersama agar bisa saling melindungi. Keduanya dengan cepat meninggalkan ruangan tersebut.
...***...
jangan lupa vote, komen dan subscribe yaa