Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9
Jeno berada di depan kelas, celingukkan mencari keberadaan Nada yang tak kunjung tiba. Ponselnya pun mati membuat Jeno semakin khawatir.
"Lo di mana sih, Nada?" tanya Jeno sambil menatap jam yang melingkar di tangannya, waktu masuk pun sudah tiba.
"Woy masuk, Bu Tika udah jalan ke kelas kita," ucap Tia ketua kelas.
Semua siswa yang berada di kelas pun masuk ke dalam dan duduk dengan sangat rapi. Bu Tika pun tiba tak lupa mengucapkan salam.
Pelajaran pertama dimulai, Jeno masih terlihat sangat cemas saat Nada benar-benar tidak masuk sekolah.
Sedangkan di rumah, Nada kedinginan hingga menggigil. Suaranya serak karena terus saja memanggil orang tuanya.
"Salah Nada sama Naomi apa? Kenapa Naomi tega lakuin ini sama Nada? Apa Nada pernah nyakitin Naomi?" Nada berpikir keras mengenai apa yang salah dalam dirinya, mengapa saudaranya begitu membenci Nada.
**
"Mah, Naomi pengen makan," ucap Naomi dengan suara manja.
"Boleh Sayang, bentar Mama ambilkan ya," jawab Nadia sambil melangkah menuju meja di mana makanan tersebut tersimpan.
"Oh ya Mah, Naomi boleh cerita enggak sama Mama?"
Nadia tersenyum. "Tentu saja, memang kamu mau cerita apa sih, hmm?"
"Naomi lagi suka sama seseorang di sekolah, dia anak ketua osis terus pemilik sekolah juga."
"Wah, anak Mama ternyata lagi puber ya. Terus gimana anaknya? Baik, ganteng?"
Naomi mengangguk dengan penuh antusias. "Iya Mah, dia bener-bener ganteng banget. Tapi.... "
Nadia mengerutkan keningnya. "Tapi kenapa?"
"Ternyata Nada juga kayanya suka sama dia Mah."
"Loh kok bisa kaya gitu? Nada rebut cowok itu dari kamu, iya?" suara Nadia sedikit meninggi kala mendengar nama Nada di sana.
Naomi menggelengkan kepala. "Naomi enggak tahu, Naomi enggak mau berpikiran jelek sama Nada. Mungkin Nada yang pantes dapetin cowok yang Naomi suka."
"Mama akan bantu supaya kamu dekat dengan cowok yang kamu suka. Kamu ingat Papa kamu itu client nya di mana-mana, dia bisa saja mendekati keluarganya dan mencoba mendekati anaknya dengan kamu, ya Sayang."
Naomi mengangguk sambil tersenyum lebar. "Mama makasih banyak, Naomi Sayang Mama."
Pelukan hangat diberikan Nadia pada Naomi, pelukan yang seharusnya Nada juga bisa mendapatkannya.
"Siapa nama anak itu?"
"Namanya Kenzo Argantara, Mah."
"Apa dia dari keluarga Argantara, pemilik realestet? Soalnya Papa kamu juga sedang bekerja sama dengan perusahaan itu."
"Ah iya bener Mah, dia dari keluarga Argantara."
Nadia menganggukkan kepalanya. "Oke nanti Mama beritahu Papa, kamu sekarang fokus sama kesembuhan kamu ya. Mama juga udah bilang sama pihak sekolah buat undur acaranya sampai kamu sembuh."
"Makasih banyak Mama. Naomi benar-benar sayang banget sama Mama, Mama Nadia terbaik."
Nadia mengusap kening Naomi. "Mama juga sayang sama kamu."
Setelah perbincangan itu, Naomi makan dengan lahap dan penuh energi. Apa yang dia inginkan selalu Nadia atau Abimanyu turuti dengan sangat mudah. Semakin pula Naomi bisa mengambil seluruh perhatian dan kasih sayang orang tua Nada.
Jam pun sudah menunjukan 18:00, adzan berkumandang dan semua orang sedang beristirahat sambil melaksanakan sholat magrib.
Tidak dengan Abimanyu yang langsung pulang ke rumah, dengan kemeja yang sudah berantakan. Halaman rumah terlihat sangat gelap, dia menyadari bahwa Nadia sang istri sedang berada di rumah sakit.
Abimanyu mendengar rintihan seseorang dan dia benar-benar melupakan Nada. Abimanyu mengingat kejadian pagi ini dan langsung menghampiri kamar mandi.
Saat pintu kamar mandi dibuka, terlihat Nada terkapar lemas di lantai. Bukannya merasa iba, abimanyu malah mengguyur wajah Nada dengan air. Nada pun bangun dan duduk melihat Abimanyu berdiri di depan pintu.
"Nada pusing Pah."
"Ck, menyusahkan sekali kamu jadi anak. Ayo cepat bangun!"
Nada ditarik paksa keluar dari kamar mandi oleh Abimanyu, dengan tenaga yang masih tersisa beberapa persen, Nada berdiri sekuat tenaga.
"Sana masuk kamar, ganti pakaian kamu."
Nada mengangguk lemah, dia berjalan perlahan menaiki anak gangga. Abimanyu hanya mendengus dan berjalan masuk ke dalam rumah.
Selama menaiki tangga, Nada menangis dalam diam. Air matanya turun mengenai pipi dan bibirnya terkatup rapat supaya Abimanyu tidak mendengar dirinya menangis.
Sesampainya di dalam kamar, Nada langsung mengganti pakaiannya. Dia sudah tidak tahan lagi dengan dinginnya kamar mandi.
Selesai berganti pakaian, Nada melihat sebuah bingkai foto yang dia simpan di dekat meja belajar, di mana foto keluarganya sedang tersenyum lebar. Nada membayangkan kembali kenangan di mana mereka masih memberikan kehangatan pada Nada, foto itu diambil di saat mereka sedang berada di pasar malam, memakan permen kapas dan menaiki bianglala membuat Nada bahagia.
Tapi kali ini hanya ada air mata dan sakit hati yang Nada rasakan. Keluarga mereka bukan keluarga cemara lagi, saat Naomi berada di keluarga Jhonson. Namun, Nada tidak pernah menyesali keberadaan Naomi di rumahnya.
Nada mengusap air mata sambil menyimpan kembali foto yang dia genggam. Dia berjalan ke tempat tidur dan memejamkan mata, tenaganya sudah habis, rasa lapar pun tidak Nada rasakan saat ini.
**
"Assalamualaikum, Nada oh Nada!" teriak Jeno di depan rumah Nada.
Tak lama Abimanyu berjalan membuka pintu rumahnya, terlihat Jeno tersenyum lebar ada Jeno.
"Kamu ngapain ke sini Jeno?" tanya Abimanyu.
"Nadanya ada Om?"
"Nada ada di kamar, mau apa kamu cari Nada?"
Jeno menggaruk tengkuknya. "Jeno mau tahu kabar Nada, Om. Kemarin Nada enggak sekolah, makanya Jeno khawatir."
"Dia ada di kamar, kalau kamu mau liat ya sana."
"Emangnya boleh Om? "
"Terserah kamu, lagian dia anak yang enggak berguna jadi kamu bebas bertemu dengan dia."
"Om kok ngomongnya gitu sih."
Jeno tidak suka mendengar ucapan Abimanyu yang sarkas mengenai Nada. Abimanyu mengabaikan Jeno dan langsung masuk ke dalam mobil menuju rumah sakit.
Jeno geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Abimanyu yang seakan dia adalah orang tua tiri Nada.
"Nada, Nada!" Jeno berteriak di atas tangga, dan membuka pintu kamar Nada dengan perlahan.
Jeno terkejut saat melihat Nada tertidur dengan wajah pucat.
"Astaga Nada, Lo kenapa?" Jeno memegangi kening Nada yang terasa sangat panas.
Nada tersenyum pada Jeno. "Gue baik-baik aja Jen."
"Baik gimana, muka Lo pucet kek mayat gini juga. Bentar gue telpon dokter dulu."
Nada tidak bisa berdebat dengan Jeno, kepalanya terasa pusing dan badannya benar-benar panas.
"Lo udah makan belum?"
Nada menggelengkan kepala. "Belum."
"Sebenarnya gue pengen tanya banyak sama Lo, tapi berhubung Lo sakit. Oke gue tunda dulu ke kepoan gue ini."
Nada memejamkan mata, namun telinganya dapat mendengar ucapan Jeno.
"Gue beliin Lo bubur dulu, tunggu di sini jangan ke mana-mana."
Hanya anggukan kecil yang bisa Nada lakukan saat ini. Jeno berlari turun dari kamar Nada mencari tukan bubur yang ada di perumahan tersebut.
Untung saja ada tukang bubur yang mangkal di rumah tetangga Nada. Jeno memesan bubur dan dia bawa kembali ke kamar Nada.
"Ayo makan dulu, beberapa suap aja."
Nada mencoba bangun dan menyenderkan kepalanya di belakang tempat tidur.
"Pusing Jeno."
"Iya tahu kok, pasti pusing. Ayo makan dulu biar ada tenaga buat ngadepin dunia yang kejam ini."
Jeno menyuapi Nada sedikit demi sedikit, sampai sang dokter langganan Jeno tiba di rumah Nada.
Dokter pun segera memeriksakan keadaan Nada. Mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada Nada saat ini.
"Kenapa dia Dok?" tanya Jeno.
"Dia demam, karena kekurangan cairan. Dia baik-baik saja. Saya berikan resep obat dan setelah itu dia akan baik seperti semula."
Jeno bernapas lega mendengar kabar baik dari sang dokter. Jeno menerima resep obat untuk dia tebus di apotik terdekat.