Wang Lu adalah juara satu perekrutan Paviliun Longtian, mengalami kerusakan pondasi internal dan berakhir sebagai murid tak berguna.
Tak ada yang mau jadi gurunya kecuali… Wang Wu.
Cantik!
Tapi tak bisa diandalkan.
“Bagaimanapun muridku lumayan tampan, sungguh disayangkan kalau sampai jatuh ke tangan gadis lain!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙒𝙪
“Pak Tua! Tolonglah! Aku tak mau jadi muridnya!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙇𝙪
“Tak mau jadi muridnya, lalu siapa yang mau jadi gurumu?”~
Murid tak berguna, guru tak kompeten… mungkinkah hanya akan berakhir sebagai lelucon sekte?
Ikuti kisahnya hanya di: 𝗡𝗼𝘃𝗲𝗹𝘁𝗼𝗼𝗻/𝗠𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁𝗼𝗼𝗻
______________________________________________
CAUTION: KARYA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN PRIBADI AUTHOR. BUKAN HASIL TERJEMAHAN, APALAGI HASIL PLAGIAT. HARAP BIJAK DALAM BERKOMENTAR!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20
Seorang pemuda seusia Wang Lu, melayang turun dari atap salah satu bangunan, kemudian mendarat di tengah-tengah arena, dan seketika para murid senior langsung membungkuk ke arah pemuda itu.
“Penatua Kesembilan!”
“Penatua Kesembilan?” pekik Wang Lu terperanjat.
Pemuda yang tiba-tiba muncul itu adalah Duanmu Jin.
Para siluman penunggu Gunung Dalam ini suka sekali membuat kejutan, gerutu Wang Lu dalam hatinya.
“Masih tidak memberi hormat?” geram Duanmu Jin sembari memelototinya, gerakan mulutnya tidak kentara.
“Pe—pe—pe—Penatua Kesembilan!” Wang Lu buru-buru membungkuk.
Diam-diam Duanmu Jin tersenyum geli sembari benggeleng-geleng.
“Perintah lisan dari Ketua!” Duanmu Jin mengumumkan sambil mengangkat Plakat Otoritas Ketua.
Semua orang serentak berlutut.
Wang Lu dan Jing Fan mengikutinya.
“Selama masa persiapan ujian tahunan, murid—terutama murid internal dan murid pewaris—dilarang mengadakan pertarungan hidup dan mati! Dilarang saling menyerang sesama saudara seperguruan!” Duanmu Jin mendeklarasikan.
“Shi!” Para murid menjawab dengan kompak.
“Selama empat bulan ke depan, setiap murid diwajibkan fokus pada latihan dan perkembangan diri, meningkatkan kemampuan, mengikuti misi dan pelatihan ketat!”
“Shi!”
“Demikian perintah lisan dari Ketua! Siapa pun yang melanggarnya akan diasingkan di Menara Ratapan!”
Menara Ratapan adalah pusat intropeksi, sejenis penjara bawah tanah di gunung belakang, jauh terpencil dari perguruan.
“Kami menerima perintah!” seru semua murid sambil bersujud.
Duanmu Jin menurunkan plakat otoritas sebagai tanda pengumuman telah selesai, kemudian melirik Wang Lu, diam-diam mengedipkan sebelah matanya sambil berbalik memunggungi semua orang. Sejurus kemudian, pemuda itu sudah melesat dan menghilang.
Cih! Wang Lu mendengus dalam hatinya. Dasar siluman licik!
Beberapa saat kemudian, Balai Umum dipadati para murid yang mengantre untuk mengambil misi.
“Apa yang terjadi?” Penatua Keempat kelabakan.
“Izin menjawab, Penatua Keempat!” Seorang murid senior menyela sambil membungkuk. “Penatua Kesembilan baru saja menyampaikan perintah lisan dari Ketua. Semua murid diwajibkan mengikuti misi!”
“Lalu bagaimana?” erang Penatua Keempat. “Ini terlalu mendadak!” Ia menatap antrean murid itu dengan raut wajah frustrasi. “Tolong panggilkan Paman Guru Mu!” instruksinya pada murid senior tadi.
“Shi!” Murid senior itu membungkuk lagi, kemudian bergegas meninggalkan Balai Umum.
Murid-murid menunggu sambil menggumam gelisah.
Wang Lu juga ikut mengantre dengan terpaksa, berdampingan dengan Yu Fengmu yang tetap tenang dan tidak banyak bicara.
Wang Yu dan gerombolannya melirik mereka dengan tatapan permusuhan. Begitu juga dengan Jing Fan dan kawanannya.
Menyadari mereka menjadi pusat perhatian, Wang Lu dan Yu Fengmu bertukar pandang.
Beberapa saat kemudian, murid senior yang tadi kembali lagi bersama seorang tutor muda berusia tiga puluh tahun dan satu orang murid senior berpenampilan memukau.
Kulit putih cemerlang seperti batu giok putih, rambut hitam mengkilat selurus penggaris tergerai hingga ke pinggang, dengan tinggi badan sekitar seratus delapan puluh, ramping dan tegap.
Pemuda itu mengenakan seragamnya yang berkilau dengan penuh kebanggaan, memperlihatkan dengan jelas bahwa yang dipakainya bukan seragam gratis yang dibagikan perguruan.
Pemuda itu bahkan membawakan diri sebagai seorang bangsawan kelas satu---tubuh tegak, dada membusung, bahu lurus, dan dagu terangkat. Kepercayaan diri yang dimilikinya saat ia berjalan dengan gerakan berwibawa dan penuh kewaspadaan, seolah menegaskan bahwa ia bukanlah orang yang bisa disinggung.
"Siapa dia?" Seorang murid wanita bertanya pada temannya.
Setelah tanpa sadar terpana, Wang Lu akhirnya mengerjap dan mengerling ke arah barisan murid wanita itu melalui sudut matanya.
"Ya, ampun. Kau tidak tahu? Dia adalah keindahan pertama dan satu-satunya di Kota Kekaisaran Tianyuan."
Terdengar cekikikan.
"Dia Pangeran Ketujuh Tianyuan," kata wanita yang satunya lagi. "Jian Yuan."
Pangeran Ketujuh? Perhatian Wang Lu kembali tersita.
Ketika rombongan itu bergerak di tengah-tegah melewati dua deret antrean para murid di kiri-kanan, semua orang di tempat itu seolah ingin mengenalnya. Para pria membungkuk memberikan salam soja dengan penuh antusias, sementara para wanita, di sana-sini terkesiap tanpa dapat menutupi perasaan kagumnya.
Bagus sekali kau, Jian Yuan! gerutu Wang Lu dalam hatinya. Berani sekali pamer ketampanan di depanku!
Tak lama rombongan itu berhenti di ujung antrean di dekat meja pendaftaran, membungkuk ke arah Penatua Keempat, kemudian berbalik menghadap semua orang.
“Ni hao!” Si tutor muda mengangkat kedua tangannya, memberikan salam soja dan memperkenalkan diri, “Aku Mu Ronghao, murid angkatan ketiga ratus. Kalian bisa memanggilku… Paman Guru Mu!”
“Murid memberi salam pada Paman Guru Mu!” Murid-murid membungkuk dengan kompak.
“Ini kakak senior kalian!” Paman Guru Mu menunjuk kedua pemuda di sampingnya, “Jian Yuan dan Han Zuo!”
“Ni hao, Kakak Senior Jian!” Para murid wanita kembali membuat kehebohan.
Jian Yuan hanya mengangguk samar.
“Untuk kalian yang ingin mengambil misi kelas satu, silahkan mendaftar ke Penatua Keempat!” Paman Guru Mu menginstruksikan. “Misi kelas dua, mendaftar padaku, misi umum mendaftar pada kedua kakak senior kalian!”
Seketika antrean itu memburai dengan sebagian besar murid menghambur ke arah Jian Yuan dan Han Zuo.
Paman Guru Mu dan Penatua Keempat tergagap bersamaan.
Wang Lu dan Yu Fengmu membeku di tempatnya bersama Wang Yu, Jing Fan dan beberapa murid pria berwajah ketus.
Para murid pria berwajah ketus itu kemudian mendengus dan menyisi ke arah Paman Guru Mu dan diarahkan ke meja pendaftaran sebelah kiri, sementara Jian Yuan dan Han Zuo menyisi ke meja pendaftaran sebelah kanan.
Tak ada yang mendaftar di meja Penatua Keempat.
Wang Lu mendesah dan bergegas ke meja pendaftaran pertama itu disambut tatapan curiga Penatua Keempat.
“Kau mau apa?” tanya pria itu tidak sabaran.
“Mengambil misi!” jawab Wang Lu tanpa beban.
Semua orang serentak menoleh ke meja Penatua Keempat.
“Jangan bercanda!” hardik Penatua Keempat sambil menggebrak meja.
“Pak Tua Keempat!” Wang Lu melipat kedua tangannya di depan dada dan mendesah. “Anda sudah dengar, kan? Ketua mewajibkan semua murid mengambil misi,” katanya acuh tak acuh. “Sekarang Anda lihat! Misi umum sudah diserbu banyak orang. Misi kelas dua juga sudah ada yang mengantre. Hanya di sini yang masih kosong!”
Penatua Keempat mendesah pendek dan memutar bola matanya dengan sikap muak.
Wang Lu menatap Penatua itu dengan sorot memohon. Yu Fengmu bergabung di belakangnya tak lama kemudian, disusul Wang Yu dengan segala macam ide provokasi dalam benaknya, menunggu peluang untuk menyudutkan Wang Lu.
Wang Yu sama sekali tidak tertarik mengambil misi kelas satu, ia hanya gatal ingin mencela. “Yo!” katanya setengah berteriak, dengan sengaja bicara keras-keras. “Juara pertama angkatan ini ingin mengambil misi kelas satu!”
Semua mata dalam ruangan serentak bergulir ke arah Wang Lu. Beberapa dari mereka mendengus atau terkekeh dengan sikap mencela.
“Weh! Anak Baru! Tempatmu bukan di sana! Tapi di sini!” teriak seseorang dari antrean misi umum sambil melambai-lambaikan tangannya dengan gaya kocak. “Kau lupa aturannya? Ketua melarang keras semua murid cari mati sampai ujian tahunan!”
Murid-murid lainnya meledak tertawa.
“Sampah kultivasi saja ingin berlagak!” Seseorang mencebik.
“Shi-ya! Para kakak senior saja tidak berani gegabah mengambil misi kelas satu!” timpal yang lainnya.
“Wang Lu…” Penatua Keempat mencoba memperingatkan dalam bujukan tegas yang tidak enak didengar karena belum apa-apa sudah terasa meremehkan. “Kau tahu apa artinya misi kelas satu?”
“Memangnya ada aturan yang melarang murid baru mengambil misi kelas satu?” sanggah Wang Lu masa bodoh.
Jangan lupa dukungan dari kang Authornya, hingga Wang Lu "susah" sekali untuk sial...
/Determined//Determined//Determined/
😅😅😅
Ingin menggaruk demua rahasia Long Tian ( Wang Lu )...