NovelToon NovelToon
ONE NIGHT STAND With MY STEP BROTHER

ONE NIGHT STAND With MY STEP BROTHER

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Berbaikan / Dikelilingi wanita cantik / One Night Stand
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Kikan Selviani Putri

Ketika Regita pindah ke rumah baru, ia tak pernah menyangka akan tertarik pada Aksa, kakak tirinya yang penuh pesona dan memikat dalam caranya sendiri. Namun, Aksa tak hanya sekadar sosok pelindung—dia punya niat tersembunyi yang membuat Regita bertanya-tanya. Di tengah permainan rasa dan batas yang kian kabur, hadir Kevien, teman sekelas yang lembut dan perhatian, menawarkan pelarian dari gejolak hatinya.

Dengan godaan yang tak bisa dihindari dan perasaan yang tak terduga, Regita terjebak dalam pilihan sulit. Ikuti kisah penuh ketegangan ini—saat batas-batas dilewati dan hati dipertaruhkan, mana yang akan ia pilih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan Selviani Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JALANI DULU?

Regita menatap Aksa dengan campuran marah dan bingung. Ia ingin membalas kata-kata Aksa, tapi hatinya justru berkecamuk, membuat pikirannya sulit tenang.

"Kenapa kamu ngelakuin ini, Aksa?" tanyanya lirih, seolah ingin mencari jawaban yang lebih dalam. "Apa kamu senang ngeliat aku bingung kayak gini?"

Aksa menghela napas, lalu mengangkat dagu Regita sedikit agar mereka bertatapan lagi. “Karena lo terus bikin gue gila, Git. Setiap gue lihat lo sama orang lain, gue nggak bisa tahan diri.”

Regita menggigit bibirnya, mencoba menahan gejolak dalam dirinya. “Kamu nggak punya hak buat ngatur hidup aku, Aksa. Apa yang kita lakuin ini salah,” ucapnya dengan nada pelan tapi tegas, meski dalam hatinya sendiri ia juga masih bimbang.

Aksa menarik napas panjang, lalu meletakkan satu tangannya di tembok, mengurung Regita lebih erat. "Kalau emang salah, kenapa lo nggak berhenti memikirkan gue, Git?” tanya Aksa dengan suara rendah, tajam, matanya menatapnya intens.

Regita terdiam, tak bisa menjawab. Aksa benar, ia sendiri tak bisa mengabaikan perasaannya yang makin kuat tiap hari. Namun, ia juga tak bisa menerima begitu saja kenyataan bahwa mereka hanyalah saudara tiri.

“Jadi, apa maumu sekarang?” ucap Regita akhirnya, mencoba mengendalikan dirinya meski hatinya sudah tak karuan.

Aksa mengangkat bahu dan tersenyum kecil. "Gue mau lo sama gue, Git. Sesederhana itu."

Regita menggeleng, merasa bingung dan tersudut dengan kejujuran Aksa yang begitu mendesak. Namun, di balik amarah dan rasa bersalah yang berkecamuk, ada perasaan yang sulit ia sangkal. Dan tatapan Aksa yang tajam, kata-kata yang keluar dengan begitu yakin, semuanya seolah membuat pertahanannya goyah.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Aksa mengusap pipinya pelan. “Lo tahu gimana gue. Gue nggak akan biarkan siapapun merusak apa yang gue mau.”

Dengan suara yang lebih lembut tapi tegas, ia menambahkan, “Dan gue mau lo.”

Regita menelan ludah, napasnya terasa sesak di tenggorokan. "Aksa… kamu nggak bisa begini," bisiknya, mencoba terdengar tegas meski suaranya bergetar.

Aksa mendekatkan wajahnya, sampai napas mereka hampir bersatu. “Kenapa nggak, Git? Lo cuma nggak mau jujur sama perasaan lo sendiri,” balasnya, suaranya rendah, nyaris berbisik di telinga Regita.

Regita menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan hatinya yang makin kacau. “Aku nggak bisa… kita nggak bisa…” katanya dengan suara gemetar.

Aksa menyentuh dagu Regita, memaksa matanya terbuka dan bertemu dengan tatapan tajamnya. “Lo bilang nggak bisa, tapi lo nggak pernah benar-benar menjauh. Tiap kali gue deketin lo, lo nggak pernah nolak sepenuhnya, Git.”

Regita mengalihkan pandangan, menatap lantai. “Aku… aku cuma bingung,” akhirnya ia mengakui, suaranya lirih.

Aksa mengangguk, seperti puas mendengar jawabannya. “Kalau gitu, biar gue bantu lo berhenti bingung,” katanya sambil meraih tangannya perlahan, jemarinya yang hangat menyentuh kulitnya dengan lembut.

“Kita nggak harus kasih label atau omongin status. Kita cuma… ngikutin apa yang kita rasain,” lanjutnya lagi, kali ini nadanya lebih lembut, hampir terdengar seperti bujukan.

Regita menatap Aksa, mencoba mencari jawaban dalam tatapannya yang hangat tapi penuh misteri. “Tapi… kalau nanti semuanya jadi lebih rumit?”

Aksa tersenyum tipis. “Git, hidup ini memang rumit. Kadang kita harus ambil risiko buat apa yang kita mau.” Jemarinya menyentuh wajah Regita, ibu jarinya menyapu pelan di pipinya.

“Dan apa yang kamu mau, Aksa?” tanya Regita, suaranya terdengar hampir berbisik.

Aksa menarik napas dalam, seolah menimbang jawabannya dengan hati-hati, sebelum akhirnya berkata, “Gue mau lo, Regita. Cuma lo.”

Regita terdiam, mendengar kata-kata Aksa yang langsung menyentuh hatinya. Dan tanpa sadar, ia perlahan mendekat, membiarkan dirinya tenggelam dalam tatapan Aksa. Memejamkan matanya, merasakan kedekatan yang perlahan membangkitkan perasaan yang selama ini sulit diungkapkan.

Jemari Aksa dengan lembut menyentuh rambutnya, membelai perlahan, menciptakan kehangatan yang membuat hatinya berdebar. Mereka hanya diam dalam keintiman yang begitu tenang, seolah hanya mereka berdua yang ada di dunia.

Setelah sesaat, Regita membuka mata, masih menatap Aksa dengan pipi yang terasa hangat. Napas mereka terdengar lembut, dan meskipun tak ada kata-kata, mereka seolah bisa saling memahami.

“Aku nggak tahu kenapa, tapi kalau di dekat kamu… rasanya beda,” ucap Regita lirih, sedikit malu namun tak mampu mengalihkan tatapannya.

Aksa tersenyum lembut, membalas tatapan itu dengan penuh arti. “Mungkin kita nggak harus ngerti sekarang, Git. Kadang yang paling penting ya cuma ngerasain.”

Regita mengangguk pelan, senyumnya terbit kembali. Momen itu terasa nyaman dan menguatkan, seperti sebuah janji yang tak perlu diucapkan.

•••

Keesokan harinya, di sekolah, Regita merasa hatinya masih diselimuti rasa hangat. Tatapannya sesekali melamun saat duduk di kelas, teringat momen semalam yang begitu penuh arti. Namun, lamunannya terusik ketika Amelia menepuk pundaknya.

"Git, lo kenapa? Dari tadi gue ajak ngobrol, tapi kayaknya pikiran lo entah ke mana," ucap Amelia penasaran.

Regita tersenyum kecil, mencoba mengalihkan rasa gugupnya. "Nggak apa-apa, Mel. Cuma… lagi mikir aja," jawabnya, berharap Amelia tidak bertanya lebih lanjut.

Namun, Amelia bukan orang yang mudah dibohongi. "Lagi mikirin siapa, nih? Jangan bilang masih mikirin Kevien? Atau Kak Aksa!"

Wajah Regita seketika memerah. Ia tahu Amelia hanya bercanda, tapi kata-katanya seolah menyingkap rahasia yang ingin ia simpan rapat-rapat. "Hush, jangan sembarangan ngomong, Mel!"

Amelia terkekeh, merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari biasanya. "Iya, iya, tapi gue beneran serius, Git. Kalau lo ada apa-apa sama Kak Aksa, gue dukung kok. Lagian, kalian terlihat cocok."

Regita terdiam, menahan senyuman kecil yang tak bisa ia sembunyikan sepenuhnya. Setelah momen semalam, pikirannya tentang Aksa memang berubah, tapi ia masih bingung apa yang sebenarnya ia rasakan.

Sementara itu, di sisi lain sekolah, Aksa sedang duduk di ruang OSIS, memandang layar ponselnya. Ia teringat dengan ekspresi Regita tadi malam. Satu sisi hatinya merasa puas karena bisa membuat Regita merasa nyaman di dekatnya, tapi sisi lainnya merasa gamang, seakan-akan ada garis tipis antara mereka yang mulai samar.

Aksa menghela napas dalam-dalam, menggeleng pelan, mencoba menepis pikiran-pikiran yang tiba-tiba memenuhi kepalanya. Saat itulah ponselnya berbunyi, menampilkan notifikasi pesan baru dari Kanaya.

Kanaya: Hai, Aksa. Lagi apa? Ada waktu buat ngobrol?

Aksa menatap layar ponselnya sebentar, lalu membalas singkat.

Aksa: Lagi santai di sekolah. Ada apa, Nay?

Tak lama, pesan balasan dari Kanaya masuk lagi, cepat dan langsung.

Kanaya: Minggu lalu aku bilang ada yang mau aku tanyain, kan? Tapi waktu itu kita gak sempat bahas.

Aksa langsung teringat momen ketika dia membatalkan janjinya menjemput Regita demi bertemu dengan Kanaya. Waktu itu, Kanaya memang terlihat agak serius, tapi akhirnya mereka mengobrol santai tanpa membicarakan hal penting apa pun.

Aksa: Iya, gue ingat. Jadi, apa yang mau lo tanyain sebenarnya?

Kanaya membalas setelah beberapa saat.

Kanaya: Aku pengen nanya… soal kita. Tentang perjodohan Papi aku dengan Ayah kamu. Apa mungkin, kamu nerima itu? Apa kamu serius sama aku, atau cuma sekedar teman biasa? Aku gak mau salah paham, Aksa.

Aksa terdiam. Ini bukan pertama kalinya Kanaya mengisyaratkan ketertarikannya, tapi ia tak pernah benar-benar menanggapinya. Setengah dari dirinya ingin menepis perasaan itu, terutama karena di satu sisi, bayangan Regita seolah muncul di benaknya.

Aksa: Nay, lo tahu gue selalu menghargai lo, kan? Tapi... sekarang, gue belum yakin bisa jawab itu. Mungkin gue perlu waktu buat tahu apa yang sebenarnya gue rasain.

Ada jeda cukup lama sebelum balasan Kanaya datang.

Kanaya: Oke, aku ngerti. Aku gak mau maksa, cuma… aku berharap suatu hari kamu bisa kasih jawaban yang lebih pasti. Aku akan sabar nunggu.

Aksa menggenggam ponselnya lebih erat. Rasanya ada beban yang tak terlihat di bahunya. Namun, dia tahu, satu hal yang belum bisa ia temukan jawabannya—apakah ia benar-benar ingin melanjutkan hubungan dengan Kanaya atau… membuka diri untuk seseorang lain yang perlahan-lahan mengisi pikirannya belakangan ini.

“Jangan bodoh, Aksa! Ingat dendam Lo.”

1
🐱Miko miaw🧚
semangat mama kikan
🐱Miko miaw🧚: kamu tapok dengan cinta dan kasih sayangmu
🏘⃝Aⁿᵘ🍁Kikan✍️⃞⃟𝑹𝑨👀: ku tabok..
total 2 replies
MacchiatoLatte
gw yakin sih si Aksa bakal jatuh cinta sama gita
MacchiatoLatte
sadar Aksaaa, dia adek tiri looooo
MacchiatoLatte
gw bacanya sampe tahan nafas giniiii, tanggung jawabbbb
MacchiatoLatte
wooiiiiiiiiiii 🤣🤣🤣
MacchiatoLatte
sukaa
MacchiatoLatte
jadi Regita sakit, jadi Aksa juga. Semoga yang terbaik buat mereka
Genda Dawangsha
kukira cerita novel, ternyata kisahku/Sob/
Genda Dawangsha
singkat bgt Thor /Cry/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!