Balas dendam seorang perempuan muda bernama Andini kepada mantan suaminya yang pergi karena selingkuh dengan janda muda kaya raya.
Tapi balas dendam itu tidak hanya kepada mantan suaminya, melainkan ke semua lelaki yang hanya memanfaatkan kecantikannya.
Dendam itu pun akhirnya terbalaskan setelah Andini membunuh dan memutilasi semua pria yang coba memanfaatkannya termasuk mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Singkat cerita malam pun tiba, warung makan mau tutup soalnya sudah jam 20:00.
sebelum pulang, ada pelanggan terakhir seorang pria berusia 30 tahun berbadan besar dan sedikit seram, bicaranya pun agak ngelantur dan aroma mulutnya berbau alkohol.
Dia membeli makanan untuk dibungkus, Andini juga sudah mau pulang Sebenarnya, tetapi dia rela melayani pelanggan terakhir tersebut walaupun sedikit ketakutan juga karena melihat tampangnya.
Setelah itu Andini pun langsung pulang, tetapi tanpa di sangka pria barusan malah berjalan mengikutinya secara sembunyi-sembunyi.
Andini sebenarnya tahu bila di belakang ada yang mengikutinya, tetapi dia berjalan makin cepat dan ingin segera masuk kedalam rumah, ketika sesampainya di gerbang rumah, Tiba-tiba pria tersebut memanggil Andini.
"Mbak tunggu mbak."
Pria itu kini berada di samping Andini dengan nafas sedikit terseok karena selama perjalanan Andini berjalan cepat.
"Hmmm. Ada apa ya mas? mengapa ikutin saya terus?"
"Em, Saya boleh kenalan Mbak?"
Sambil memberikan tangan untuk berkenalan.
"Buat apa Mas?" Andini malah memasukkan tangannya ke dalam saku jaket.
"Ingin kenal saja Mbak. Ayolah kenalan saja ko."
Tangan itu semakin dekat ke arah Andini.
"Hmm. Yaudah Nama saya Andini, saya langsung masuk ya Mas udah malem soalnya."
Andini membalas jabatan tangan itu secara cepat dan langsung melepaskannya, kemudian dia masuk ke dalam sambil menutup pintu gerbang
"Tapi besok kita bisa bertemu lagi kan Mbak cantik?"
"Iya bagaimana besok saja ya saya mau masuk dulu sekarang."
Andini pun masuk buru-buru ke dalam rumah dan langsung mengunci pintu dengan mukanya yang sangat ketakutan.
Sekitar 10 menitan, ketika Andini sudah mengganti baju dan siap-siap untuk tidur, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dari arah luar rumah.
Andini coba mengintip dari balik gorden jendela, dan Ternyata yang mengetuk pintu adalah pria yang tadi menggodanya, Andini sempat bingung, tetapi pria itu terus mengetuk pintu dan membuat Andini sangat tidak nyaman.
Dengan memberanikan diri, Andini pun membuka pintunya, niatnya sih mau bicara baik-baik agar dia pulang dan tidak mengikutinya terus seperti ini.
"Mau apalagi Mas?"
Andini sambil memegang gagang pintu.
"Saya boleh mampir nggak Mbak?"
"Udah malem Mas, nggak enak dilihat orang, besok saja ya!"
Tiba-tiba pria tersebut menutup mulut Andini dan langsung menyeretnya ke dalam rumah, kemudian pria itu mengunci pintu rumah dari dalam, dia juga memaksa dan menyeret Andini untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Diem kamu! saya minta baik-baik malah diusir."
Pria itu terus menyeret Andini dari arah belakang tubuhnya. Mulut Andini masih di tutup hingga susah untuk berteriak.
"Jangan Mas jangan, saya mau diapain? Jangan macam-macam mas, tolong!" Andini terus menggerakkan tubuhnya dan melawan, tetapi pria itu lebih kuat dari dirinya.
"Sudah diam saja tak usah banyak omong, percuma kamu nggak akan bisa teriak, lagian rumah ini jauh dari tetangga, udah pasrah saja kamu!" Pria yang sudah gelap mata, dia juga sedang mabuk berat, matanya merah dan mulutnya bau sekali dengan alkohol.
Pria itu ingin sekali menikmati tubuhnya Andini yang sekarang memakai piyama yang lumayan tipis, pria itu terus berusaha dan menyeret Andini ke dalam kamarnya.
Andini terus dipaksa dengan cengkraman yang begitu kuat. Pria ini terus saja mencoba mendorong Andini sampai Andini jatuh ke kasur dan menindih tubuhnya.
"Jangan Mas jangan! Kalau kau mau menikmati tubuhku silakan saja, asal jangan kasar seperti ini aku nggak mau."
Pria tersebut langsung bengong setelah mendengarkan penawaran Andini yang tiba-tiba. Dan perlahan mengendurkan cengkraman tangannya.
"Hmm baiklah, tetapi kau harus berjanji jangan sampai teriak meminta tolong."
"Iya janji, cepat lepaskan! Silakan saja sepuas mu menikmati tubuhku."
Pria itu pun melepaskan Andini dari tindihan tubuhnya. Andini kini telentang sambil menangis. Dia merasa tidak pernah dihargai oleh semua pria di dunia ini.
Pria itu kembali menindih Andini secara perlahan sampai-sampai menciumi dan meraba beberapa bagian sensitif dari tubuh Andini. Bahkan kini bajunya sudah setengah terbuka.
Tanpa disangka, Andini sebenarnya hanya berpura-pura menyerahkan seluruh tubuhnya. Dibalik bantal Andini, ternyata ada sebilah pisau yang sangat tajam yang sengaja ditaruh Andini untuk berjaga-jaga.
Dahulu, Andini ini sempat berniat untuk membunuh suaminya, karena dia sering di siksa hingga dijadikan budak seks oleh suaminya.
Apalagi semenjak perselingkuhan suaminya, Andini makin tak terkendali untuk membunuhnya. Tetapi itu semua belum sempat terjadi, karena masih ada rasa cinta Andini kepada suaminya.
Maka semenjak itu dia selalu menyimpan pisau tajam di bawah bantal tidurnya untuk melindungi diri.
Disaat pria itu menjilati bagian dada Andini,
"Hmmm. Mulus sekali tubuh mu ini, nikmat sekali sayang emmmmm."
Sambil menangis dan penuh amarah, Andini pun langsung menancapkan pisau tajam nya tersebut tepat di kepala belakang pria bejat itu.
Pria itu langsung terjatuh tak berdaya, Andini langsung mendorong nya ke arah lantai, kemudian Andini langsung mencabik-cabik pria itu dengan pisau sampai wajahnya tak berbentuk karena berlumuran darah.
"Ternyata kau lebih kejam dariku Andini." Pria itu sekarat tetapi dia masih bisa tersenyum sambil berkata terbata-bata.
"Kau yang kejam setan, manusia sepertimu harus musnah dari dunia ini anjing cuih" Andini berkata sambil meludahi muka pria tersebut.
Andini makin menjadi jadi, dia langsung menggorok pria tersebut sampai urat lehernya terputus. Dan akhirnya pria itu tewas seketika dengan sangat mengenaskan.
Tetapi di sini Andini menjadi panik dengan apa yang sudah dia lakukan tubuhnya seperti sudah kemasukan setan. Dia kebingungan harus bagaimana. Kabur pun tidak mungkin dan pasti akan ketahuan juga nantinya.
Akhirnya Andini menyeret mayat pria tersebut ke dalam kamar mandi.
Kemudian, Andini mengambil golok yang berada di dapur. Di kamar mandi, dengan sangat kejamnya Andini memotong semua bagian tubuh pria itu dan memasukannya kedalam plastik sampah berwarna hitam.
Tetapi setelah itu, Andini sempat bingung harus membuangnya ke mana. Dia belum hafal juga daerah sini.
Akhirnya mau tidak mau dia harus menggali tanah di belakang rumah kontrakannya. Lubang nya tidak terlalu dalam hanya satu meter, asal cukup untuk mengubur jasad tersebut yang sudah berantakan bagian tubuhnya.
Setelah selesai mengubur, Kuburan itu pun dia tutupi dengan dedaunan kering supaya tidak dicurigai.
Semuanya selesai sampai jam 12 malam, sampai kuburan terlihat rata seperti tanah sediakala.
Setelah itu, Andini membereskan kubangan darah yang ada dikamar nya sampai kamar mandi, Andini pun mencuci sprei dan juga baju yang dikenakannya karena terkena percikan darah yang sangat banyak.
Kemudian Andini menyemprotkan minyak wanginya sampai habis di seluruh ruangan. Karena untuk menghilangkan bau amis darah yang begitu menyengat dan sangat susah hilang. Sampai akhirnya Andini ketiduran di ruang tengah karena saking capeknya.
***
Keesokan harinya, Andini terlambat masuk kerja. Dia terbangun jam 08:30. Dia sudah terlambat setengah jam.
Andini pun langsung bergegas mandi dan siap-siap untuk berangkat kerja. Tak lupa dia juga mengunci rapat-rapat pintu dan gerbang rumahnya.
Sesampainya di warung makan, Andini di tegur oleh Bude Rini.
"Aduh Andini, baru saja sehari kamu sudah telat." Bude berbicara sambil melayani salah satu pelanggannya.
"Maaf Bude aku kesiangan." Andini langsung masuk dan membantu Bude.
"Hmm kamu kenapa kok pucat begitu, kamu sakit bukan?" Sambil menatap wajah Andini yang memang terlihat lemas dan pucat.
"Iya maaf Bude, semalem saya nggak bisa tidur karena nggak enak badan, mungkin karena efek obat jadi saya tertidur pulas. Tapi sekarang sudah sedikit enakan kok, maaf yah Bude."
"Kalau sakit jangan dipaksain Din, kamu istirahat saja nggak papa ko. Maaf saya nggak tahu sebelumnya."
"Enggak ko, aku nggak papa aku kuat."
"Hmmm yowis deh tapi kalau nggak kuat bilang ya jangan dipaksa."
"Hmmm iya Bude siap."
Disaat Andini sedang melayani beberapa pelanggan yang sedang sarapan, tiba-tiba ada seorang pria bertato dan berambut keriting menanyakan ke semua orang.
"Oi, ada yang melihat Badrun nggak semalem?" Tanya pria itu sambil meletakkan salah satu tangannya di atas etalase makanan.
"Badrun siapa ya mas?" Andini pun menjawab.
"Ini mbak dia tuh temenku, semalem habis beli makan dari sini terus dia nggak balik-balik lagi sampe sekarang."
"Em. Semalem sih memang ada yang beli di sini sebelum warung tutup, tetapi saya gak lihat lagi Mas habis itu." Andini sedikit gelisah tapi mencoba untuk tenang dan menjawab pertanyaan pria tersebut.
"Orangnya kaya gimana mbak?" Pria itu mulai bertanya serius.
"Badannya sih besar dan pakai jaket jeans, tapi ngomongnya agak ngelantur begitu sih, mulutnya juga bau alkohol."
"Nah itu iya mbak. Mbak bener nggak lihat dia lagi?"
"Bener Mas, soalnya saya juga langsung pulang sih jadi nggak tahu dia ke mana."
"Hmmm. Ke mana ya itu orang, aneh banget."
Andini pun disitu merasa panik sekali. Dan setelah mendengar dari orang-orang diwarung, ternyata Badrun ini bisa dibilang seorang preman di daerah sini, dia sehari-hari suka markir kendaraan dengan temannya yang barusan di minimarket samping warung makannya Bude Rini.
"Hmm pantes saja kelakuannya bejat begitu" Dalam hati Andini.
Andini hanya pura-pura tersenyum seolah-olah dia nggak tahu apa yang terjadi sebenarnya.
***
Jam makan siang pun tiba. Warung Bude Rini ramai dipenuhi orang yang makan siang. Indra juga datang dan ikut makan siang di warung itu. Dia menyempatkan ngobrol juga dengan Andini sambil makan.
"Din, tadi pagi aku nggak lihat kamu? Pintu juga masih terkunci dan lampu luar masih menyala"
"Em, aku kesiangan Dra, semalam aku nggak bisa tidur karena nggak enak badan, jadinya kesiangan tadi juga sempet ditegur sama Bude."
"Ohh pantas saja. Tapi sekarang udah baikan?"
"Sudah ko, habis banyak gerak malah jadi enakan badannya."
"Hmm. Syukur deh kalau begitu."
Setelah makan, Indra pun pamitan kepada Andini. Dan mengingatkan kembali.
"Din, jangan lupa ya kalau ada apa-apa kabarin aku saja."
"Iya Indra makasih, tapi aku masih bisa sendiri ko sekarang. nggak papa kan?"
"Hmmm ya nggak papa Din. Tapi kapan-kapan aku ajak kamu main keluar boleh?"
"Hmmm nanti aku kabarin lagi deh ya." Andini sedikit heran apa Indra ini ada maunya.
"Em, siap deh aku tunggu ya."
Sebenarnya Andini masih sangat takut kepada laki-laki, tapi Andini merasa kayanya Indra orangnya tulus, dia juga kan seorang guru masa kelakuannya nggak bener.
Malam pun tiba. Andini pulang seperti biasa, Saat Andini sedang membuka kunci gerbang, tiba-tiba ada orang mengagetkannya dari belakang.
Plak.
Tepukan tangan bersandar tepat di pundak Andini.
"Hei"
"Aaaaa" Andini sedikit panik matanya merem seperti ketakutan dan sedikit menjerit.
"Kamu kenapa Din? ini aku Indra."
"Ya ampun Indra, kirain aku siapa." Andini membuka matanya dan melihat ke arah Indra
"Maafin aku ya Din, udah udah kamu tenang ya!" Indra memegang kedua pundak Andini.
Andini pun reflek langsung memeluk Indra, sepertinya dia trauma dengan kejadian semalam.
"Kamu jangan ngagetin aku lagi kaya begitu!" Andini berbicara di pelukan Indra dengan nada bergetar.
"Iya iya aku minta maaf ya!"
Setelah sedikit tenang dan melepaskan pelukannya, Andini mengajak Indra masuk dan menunggu di teras luar. Andini juga keluar lagi sambil membawakan minum untuk Indra. Kemudian mereka mengobrol.
"Din, kamu kenapa sih ko bisa sampai panik seperti itu?" Tanya Indra sambil meminum minuman yang di suguhkan oleh Andini.
"Nggak tahu, mungkin aku trauma."
"Trauma?" tanya Indra yang menjadi heran sambil meletakkan gelas di atas meja kecil di antara mereka.
"Em enggak ko enggak." Andini menjadi salah tingkah.
"Ko enggak sih, jadi aneh kamu ini."
"Udah ah, kamu mau kemana Indra malem-malem gini?" Andini mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aku jalan-jalan aja, sekalian kali aja ketemu kamu."
"Hmmm. Aku boleh ngomong nggak?"
"Ngomong saja Din kan kita memang lagi ngobrol ini."
"Aku ini kan Janda, memang kamu mau deketin aku yang seorang janda ini?"
"Emangnya mengapa kalau kamu janda?"
"Ya nggak kenapa-kenapa sih, tapi kan janda itu suka dipandang sebelah mata, aku saja suka di godain sama cowok-cowok nggak jelas Kalau di warung."
"Emangnya aku juga keliatan cowok nggak jelas ya hmm?"
"Ya Mudah-mudahan sih enggak."
"Hmm pantes saja tadi aku kagetin kamu sampe segitu paniknya. Kamu pasti takut banget ya?"
"Ya begitu lah. Yaudah kamu pulang gih udah malem, nggak enak nanti kalau ada orang lihat."
"Hmmm iya deh, tapi kalau ada apa-apa tetep ya kabarin aku."
"Ih bawel ya kamu ini. Iya nanti aku kabarin Indra."
"Hmmm. Yaudah aku pamit deh." Indra pun berdiri kemudian beranjak ke luar rumah.
"Assalamu'alaikum." Salam Indra sambil tersenyum manis ke arah Andini.
"Iya Waalaikumsalam." Andini pun membalas senyuman itu.
Setelah Indra pergi, Andini langsung masuk. Dia sedikit senang sih sebenarnya, sepertinya Indra memang beda dengan pria lain, Andini juga merasa sedikit degdegan dengan hatinya saat ini.
sebelum tidur, Andini menyempatkan untuk mengecek kuburan nya Badrun dan selalu menambahkan tumpukan daun di atasnya agar tanahnya seperti biasa lagi.