NovelToon NovelToon
Seketaris Sang Pemuas

Seketaris Sang Pemuas

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: rafi M M

Dalam perjalanan cinta yang penuh hasrat, kebingungan, dan tantangan ini, Adara harus menentukan apakah dia akan terus bertahan sebagai "sekretaris sang pemuas" atau memperjuangkan harga dirinya dan hubungan yang bermakna. Di sisi lain, Arga harus menghadapi masa lalunya dan memutuskan apakah ia siap untuk membuka hatinya sepenuhnya sebelum semuanya terlambat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafi M M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Malam Tanpa Batas

Suara rintik hujan jatuh lembut di luar jendela hotel, menggema di lorong-lorong sunyi malam itu. Adara duduk di sofa kamarnya, menatap kosong pada ponselnya. Setelah hari yang panjang di konferensi bisnis bersama Arga, pikirannya masih dipenuhi oleh pria itu. Tatapan dingin dan tenang Arga selalu membuatnya bingung, terlebih lagi ketika tatapan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih hangat, sesuatu yang... lebih intim. Ia merasakan detak jantungnya meningkat setiap kali melihat Arga. Namun, batas antara profesionalitas dan emosi mulai menjadi kabur.

Malam itu, tanpa disengaja, ia menerima pesan dari Arga. Singkat dan langsung, "Adara, ada yang perlu kita bicarakan. Temui aku di lobi dalam sepuluh menit." Ada nada serius dalam pesan itu, yang membuat Adara merasa sedikit gelisah. Apa yang hendak dibicarakan Arga? Mereka sudah berdiskusi banyak di ruang rapat hari itu. Adara bangkit, merapikan rambutnya sejenak, dan mengenakan jaket ringan sebelum melangkah keluar kamarnya.

Di lobi, Arga sudah menunggu. Dengan jas hitam yang masih rapi meskipun sudah seharian digunakan, ia terlihat tak lelah sedikit pun. Tatapannya tetap sama—tenang namun tajam. Ketika melihat Adara datang, ia tersenyum tipis.

"Kita butuh udara segar," kata Arga, mengisyaratkan Adara untuk mengikutinya keluar. Mereka berjalan ke arah taman hotel, tempat lampu-lampu jalan menyala redup, memberikan suasana yang tenang dan hangat di tengah malam yang sejuk itu.

Adara berjalan di samping Arga dalam keheningan, sesekali melirik ke arahnya, namun Arga hanya fokus pada jalan di depannya. Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya mereka berhenti di bangku taman yang menghadap danau kecil. Arga duduk, dan Adara mengikutinya.

"Sebenarnya, apa yang ingin dibicarakan, Pak Arga?" tanya Adara pelan, berusaha tetap menjaga formalitas.

Arga tersenyum samar. "Kau tidak perlu memanggilku 'Pak' di luar kantor, Adara. Cukup Arga saja."

Ada keheningan singkat. Adara merasa ada yang berbeda malam itu. Arga tampak lebih rileks, lebih terbuka, namun tetap dengan karisma dingin yang membuatnya semakin menarik. Malam yang semakin larut, ditambah suasana intim di sekitar mereka, membuat Adara merasa sedikit gelisah. Ia merasa ada sesuatu yang tidak biasa.

"Baiklah, Arga," ucap Adara akhirnya, mencoba mengikuti permintaannya meski merasa canggung.

Arga menatapnya lekat, seolah berusaha membaca setiap pikirannya. "Kau tahu, Adara, kau bukan sekadar sekretaris bagiku."

Kalimat itu mengejutkan Adara. Jantungnya berdegup kencang, tak yakin harus menjawab apa. Di satu sisi, ia merasa tersanjung, namun di sisi lain, ia juga takut berharap terlalu banyak. Hubungan mereka sangatlah rumit; batasan-batasan yang ada terlalu jelas untuk diabaikan.

"Aku... aku hanya menjalankan tugasku, Arga," jawab Adara akhirnya, suaranya terdengar ragu. "Jika ada yang kurang dari pekerjaanku, aku minta maaf."

Arga menggeleng. "Tidak, bukan itu maksudku." Ia terdiam sejenak, menatap ke arah danau dengan tatapan yang kosong, seolah sedang mencari kata-kata yang tepat untuk diungkapkan. "Kau telah melakukan banyak hal yang lebih dari sekadar pekerjaan. Kehadiranmu membawa warna dalam hidupku. Sesuatu yang... aku sendiri sulit menjelaskannya."

Adara terdiam, berusaha menahan napas. Malam yang tenang terasa seolah menggantungkan kata-kata Arga di udara, mempertegas keseriusannya. Jantung Adara berdegup semakin cepat, namun ia berusaha tetap tenang.

"Aku tidak tahu harus berkata apa," ucap Adara akhirnya, suaranya pelan dan terdengar gemetar.

Arga menghela napas panjang. "Aku tahu ini sulit. Aku sendiri tidak terbiasa dengan perasaan seperti ini. Aku terbiasa dengan kesendirian, fokus pada pekerjaan, dan tidak ada ruang untuk hal lain. Tapi... sejak kau ada, semua mulai berubah. Aku mulai menginginkan sesuatu yang lebih."

Adara menatap Arga dalam, mencoba menangkap kebenaran di balik tatapannya. Kata-kata yang terucap dari bibir Arga seperti mantra yang membuat hatinya tak mampu berpaling. Ia ingin sekali percaya, namun bagian dari dirinya tahu bahwa ada banyak risiko di balik hubungan seperti ini.

"Mungkin ini terdengar egois," lanjut Arga, "tapi aku ingin kau ada di sisiku, lebih dari sekadar sekretaris. Aku tidak tahu apa kau merasakan hal yang sama, tapi aku butuh kejujuranmu, Adara."

Keheningan kembali menguasai mereka. Adara terdiam, merasakan berbagai emosi yang bercampur aduk. Di satu sisi, ia tahu perasaan yang sebenarnya ada di hatinya. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri—Arga bukan sekadar atasan baginya. Namun, segala resiko dan dampak dari perasaan itu membuatnya ragu untuk jujur.

"Sulit untuk menjelaskan ini, Arga," ucap Adara akhirnya, suaranya bergetar. "Aku... aku juga merasa ada yang berubah, tapi aku tidak ingin berharap terlalu jauh. Aku tahu ada banyak batasan."

Arga tersenyum kecil. "Batasan hanya ada jika kita membiarkannya. Tapi, aku mengerti kekhawatiranmu." Tatapannya kembali menjadi lebih serius, seolah memberi kepastian pada Adara. "Aku akan melakukan apa pun untuk memastikan kau tidak merasa terbebani atau tersakiti oleh perasaanku ini. Kau bisa mengatakan jika kau ingin aku berhenti."

Adara menggeleng pelan. "Bukan begitu, Arga. Aku hanya tidak tahu apa ini keputusan yang benar."

Arga mendekat sedikit, membuat jarak di antara mereka semakin kecil. Tangannya perlahan terangkat, menyentuh pipi Adara dengan lembut. Adara terkejut, namun ia tidak menolak. Sentuhan itu terasa hangat, membuat perasaannya semakin sulit dikendalikan. Arga menatapnya dengan intens, seolah ingin menyampaikan semua perasaan yang tak terucap melalui tatapan itu.

"Malam ini, aku hanya ingin kau tahu bagaimana perasaanku. Tanpa ada harapan atau permintaan. Jika kau merasakan hal yang sama, maka malam ini bisa menjadi milik kita. Jika tidak, aku akan menghormati keputusanmu."

Kata-kata Arga menggantung di udara, meninggalkan ruang bagi Adara untuk menentukan langkahnya. Dalam keheningan malam, di bawah langit yang kelam, Adara merasa jiwanya melayang dalam ambiguitas antara akal dan hati. Ia tahu bahwa malam ini bisa mengubah segalanya. Dan, tanpa ia sadari, tubuhnya bergerak maju, menghapus jarak yang tersisa di antara mereka.

Hembusan napas mereka bertemu dalam keheningan yang penuh arti. Tanpa ada kata, tanpa ada tuntutan, keduanya saling menyadari bahwa malam ini adalah momen yang mereka tunggu. Satu-satunya batasan yang tersisa hanyalah rasa takut dalam diri mereka.

Di bawah langit malam yang penuh bintang, keduanya larut dalam kehangatan yang mereka bagi. Hujan yang turun tak lagi terasa dingin, namun seolah menjadi saksi dari perasaan yang terpendam lama. Malam itu benar-benar menjadi malam tanpa batas bagi mereka, malam di mana segala keraguan terhapus, dan perasaan tulus tak lagi bisa dipungkiri.

Kedua insan yang terluka dalam kesepian kini telah menemukan rumah mereka dalam satu sama lain.

1
zizi 😉
Luar biasa
Rafi M Muflih: makasih 😁
total 1 replies
Rajemiati S.Pd.I
lanjutannya.mana
Rafi M Muflih: kemungkinan besok ka, sekarang lagi buat dulu bab nya
total 1 replies
Scorpio Hidden
Semangat terus ka ❤️ jangan lupa mampir yah 🤭
Rafi M Muflih: baik ka
total 1 replies
Rina haryani
update lagi dong
Rina haryani
awalan yang bagus
Rina haryani
sangat menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!