"Aku memacari Echa, hanya karena dia mirip denganmu. Aku gak akan bisa melupakanmu Inayah. Jadi dengarkan aku, pasti... pasti aku akan memutuskan Echa apabila kamu mau kembali padaku!" Terdengar lamat-lamat pertengkaran Catur dengan mantan kekasihnya yang bernama Inayah dihalaman belakang sekolah.
Bagai dihantam ribuan batu, bagai ditusuk ribuan pisau. Sakit, nyeri, ngilu dan segala macam perasaan kecewa melemaskan semua otot tubuhnya. Echa terjatuh, tertunduk dengan berderai air mata.
"Jadi selama hampir setahun ini aku hanya sebagai pelampiasan." monolog gadis itu yang tak lain adalah Echa sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selembar Kertas
Rutinitas dihari Senin telah dimulai, kegiatan yang paling banyak dibenci para murid sekolah. Apalagi kalau bukan upacara bendera, drama berulang sering terjadi. Dari yang lupa bawa topi, malas di barisan depan karena panas, atau yang ijin gak ikut alasan klasik "datang bulan".
Kebetulan hari ini kelas kami yang menjadi petugas upacaranya. Aku sendiri bertugas sebagai pembaca susunan acara. Ratna sebagai paskibra bareng teman kelas yang lain. Sedangkan Nia sebagai dirigen dan Vava sebagai pembaca Do'a.
Setelah upacara bendera usai, kami semua langsung masuk ke kelas masing-masing untuk selanjutnya mengikuti pelajaran sesuai jadwal.
Dua jam telah berlalu, kini waktu istirahat pertama. Kebetulan aku sedang menjalankan ibadah puasa Sunah Senin Kamis. Jadi aku tak perlu pergi ke kantin bareng teman-teman yang lain.
"Kami pergi ke kantin dulu ya Cha" kata Ratna, Nia dan Vava mengikuti.
"Okey, aku tunggu disini aja ya. Malas beranjak." Kataku.
Sepertinya memang sudah direncanakan, ketika aku sendirian tanpa para sahabatku. Kak Inayah dan kedua temannya datang menghampiriku.
"HEI JA**NG MISKIN, SUSAH BANGET YA KAMU DIBILANGIN. JANGAN LAGI DEKETIN CATUR. KARENA SAMPAI KAPANPUN DIA ITU MILIKKU!" Ucap keras kak Inayah sampai membuatku kaget. Bahkan sebagian teman yang masih tertinggal segera menyingkir dari dalam kelas. Aku benar-benar sendiri.
Aku masih diam, menunggu apa lagi yang akan dilakukan kakak seniorku itu.
"BU**G YA?, KENAPA DIAM SAJA WOI." Kak Rini ikut menimpali.
Aku masih diam, sampai selanjutnya aku dibuat makin syock saat tiba-tiba kak Inayah menggebrak meja dengan kuat.
BRAKK
"Astagfirullah." Ujarku sambil mengusap dada.
"Aku sama sekali tidak tau apa yang kalian bicarakan. Dari aku masuk sekolah ini, kak Catur lah yang mengajak aku untuk pacaran. Bukan aku yang merayu nya. Dan sampai saat ini kami belum ada kata putus. Ingat, kak Inayah itu cuma MANTAN." Akhirnya aku buka suara dan aku tekankan nada saat bilang kata mantan. Biar dia sadar diri, posisinya saat ini dimana.
"Omong kosong, Catur masih mencintai aku. Dan kamu itu hanya pelampiasan." Ejek kak Inayah sambil tertawa lebar diikuti kedua temannya.
"Terserah kakak mau bilang apa, tapi jika memang benar aku hanya pelampiasan. Aku tinggal menunggu kata putus dari kak Catur baru hubungan kami akan berakhir. Karena sedari awal, dia yang memulai maka dia juga yang harus mengakhiri." Ucapku tegas, meskipun ada rasa sakit saat aku mengucapkannya.
Tanpa bicara lagi, kak Inayah dan teman-temannya pergi dari kelasku. Bebarengan dengan para sahabatku yang kembali dari kantin.
"Cha, kamu baik-baik saja kan?" Ratna begitu khawatir ketika melihat posisi meja yang berantakan. Dan raut muka ku yang sudah sendu dengan mata yang berkaca-kaca.
"Iya, aku baik meskipun hatiku sakit." Kataku
"Sepertinya putus adalah jalan yang terbaik untuk saat ini Cha." Saran Nia.
"Apapun yang akan terjadi, ingat ini semua bukan salahmu. Jangan pernah menyesal bahkan meratapi nasibmu. Semua sudah digariskan, dan kita sebagai manusia hanya bisa menjalaninya. Kalau kuat dengan ujian ini, kamu pasti dapat hikmahnya." Vava kembali memberi nasehat.
"Insya Alloh aku kuat, asal kalian jangan pernah tinggalkan aku sendirian. Aku masih butuh dukungan dari kalian." Ucapku lagi.
Tak terasa sudah jam pelajaran terakhir, dan sebentar lagi waktunya pulang. Tapi berhubung sekarang hari Senin, akan ada extra kurikuler Pramuka. Hanya aku dan Ratna yang tinggal, sedang Nia dan Vava langsung pulang ke rumah. Akan ada kak Ghofar juga, jujur saja aku masih merasa canggung. Entah kenapa ada yang berbeda dengannya. Mungkin aku yang terlalu terbawa perasaan.
"Hei Echa, gimana kabar kamu?" Tanya kak Ghofar yang tiba-tiba sudah ada dihadapan ku.
"Alhamdulillah kabar baik, kakak sendiri gimana kabarnya?" Tanyaku balik
"Ya seperti yang kamu lihat, aku baik juga." Jawab kak Ghofar.
"Yuk kita langsung latihan saja, biar gak terlalu sore nanti pulangnya." Tambah kak Ghofar
Kami pun langsung menuju ruang khusus untuk latihan pramuka. Sudah ada banyak peserta yang hadir hari ini.
Setelah beberapa saat kami berlatih, tak terasa sudah waktunya jam pulang. Akan tetapi ada kejadian yang sudah aku duga sebelumnya. Entah kenapa aku merasa dia menjadi sosok pecundang. Untuk memberikan selembar kertas saja harus dengan cara dititipkan. Padahal tadi aku melihat dia ada disekitar sini.
"Echa, ada titipan surat nih buat kamu." kata salah satu teman pramuka yang diamanahkan membawa kan surat untukku.
"Terima kasih ya." Jawabku biasa saja. Tapi jantung ku rasanya sudah berdetak gak karuan.
Setelah semua teman-teman pulang, termasuk juga Ratna dan Kak Ghofar. Tinggallah aku seorang diri di parkiran sepeda. Ku beranikan membuka sepucuk surat itu, tak sabar rasanya untuk membaca meskipun sudah tertebak isinya seperti apa.
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Dear sayangku, maaf kan aku ya. Sepertinya hubungan kita tidak bisa lagi dilanjutkan. Kamu gadis baik, aku harap suatu saat kamu menemukan pria lain yang lebih menyanyangi mu dengan tulus. Saat ini aku gak bisa menjelaskan semuanya. Aku harap kami bisa terima keputusan sepihak ku.
Mulai hari ini, aku mengakhiri hubungan kita. Sekali lagi maaf dan terima kasih.
Dari Catur.
Singkat, padat dan sangat jelas. Dengan berderai air mata, ku remas kertas itu. Ku robek-robek dan ku buang ke tempat sampah. Meski sudah mempersiapkan hati sejak lama, tapi rasanya masih belum bisa aku terima. Aku kecewa pada diriku sendiri, kenapa aku harus selemah ini karena cinta.
Tidak, tidak, aku harus kuat. Aku harus bangkit dan membuktikan pada mereka. Jika putus dari kak Catur bukan akhir dari segalanya. Dia hanya masa lalu yang buruk. Aku tak pantas untuk terus menangisinya. Ku hapus dengan kasar air mataku.
"Bismillah, aku kuat." Sugestiku pada diri sendiri.
Lalu dengan langkah tegap, aku mulai mengayuh sepedaku menuju rumah. Aku gak boleh memperlihatkan masalahku pada keluargaku. Aku gak mau mereka khawatir, terutama Ibu. Cukup sudah beban hidup selama ini ditanggungnya.
Sedangkan disisi lain, pria itu tak kalah sedihnya. Dia pun menangis setelah menulis surat tadi. Padahal ini keputusannya, ini lah keinginannya untuk segera putus dengan Echa dan kembali menjalin kasih dengan Inayah. Ada rasa sesak yang dirasakan Catur, tapi nasi sudah menjadi bubur. Dia tidak lagi bisa berbalik untuk memutar waktu. Terima konsekuensi dari apapun yang akan terjadi nanti.
"Maaf, maafkan aku." Dia merasa sangat bersalah.
Ada yang sedang patah, ada pula yang merasa bersalah. Tapi beda cerita dengan satu orang, justru dia merasa sangat bahagia. Merasa diatas awan karena apa yang diinginkannya terkabul. Tak peduli meskipun menyakiti hati yang lain. Sepertinya dia memiliki sakit mental.
"Hahahaha akhirnya Catur jadi milikku lagi. Hanya aku yang pantas menjadi kekasihnya. Siapapun yang ingin merebutnya, maka dia harus menerima akibatnya." Sambil menari Inayah tertawa lebar.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Alhamdulillah, bisa update disela menunggu antrian di RS. Teman-teman mohon doa nya untuk putri kecil ku ya. Semoga lekas sehat. Amin YRA.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian, like, komen dan share cerita ini. Hari Senin, boleh kan vote nya.
Terima kasih.
By : Erchapram