"Aku menyukainya. Tapi kapan dia akan peka?" ー Asami
"Aku menyukaimu, tapi kurasa orang yang kamu sukai bukanlah aku" ー Mateo
"Aku menyukaimu, kamu menyukai dia, tapi dia menyukai orang lain. Meski begitu, akan aku buat kamu menyukaiku lagi!" ー Zayyan
.
.
.
Story © Dylan_Write
Character © Dylan_Write
Cover © Canva
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dylan_Write, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Yang Terabaikan
Asami duduk di kursi, maniknya tidak lepas pandangan dari entitas di ujung kelas yang sedang dikelilingi perempuan. Entitas tersebut tak lain adalah Zayyan. Alis Asami datar, wajahnya menahan luka yang amat dalam. Namun ia berusaha untuk tegar seolah tidak ada apa-apa.
Ya, ini bukan sekali dua kali saja Asami mendapati meja Zayyan penuh perempuan yang tak lain adalah teman sekelasnya sendiri. Padahal status Asami dan Zayyan sudah lebih dari sekedar teman tapi entah kenapa perlakuannya sama sekali tidak seperti statusnya.
Manik Asami membulat begitu sorot mata dingin itu menatap Asami sekilas sebelum kembali menatap perempuan-perempuan disekelilingnya. Asami merengut, antara kesal dan sedih bercampur jadi satu. Banyak pertanyaan di kepalanya tentang kenapa Zayyan lebih akrab dengan anak perempuan lain di kelasnya daripada pacarnya sendiri yaitu Asami?
Apakah Asami tidak secantik mereka karena ia tomboy? Apa menjadi tomboy adalah sebuah kesalahan? Pertanyaan-pertanyaan itu tidak berhenti berputar dalam pikiran Asami.
Imajinasinya terpecah begitu bahunya ditepuk seseorang. Asami terkesiap lalu menoleh pada pelaku penepukan. Rupanya itu Liena, wajahnya cemas melihat Asami diam saja sedari tadi.
"Kamu kenapa, Sa? Makan, nanti keburu dingin itu mie nya." Ujar Liena. Asami memaksa senyumnya, "maaf ya aku melamun."
"Tumben banget, mikirin apa?" Rara menyahut.
"Masa lalu yang nggak seharusnya kupikirin tapi kepikiran."
"Cerita aja, Sa. Mungkin kita nggak bisa bantu, tapi kita bisa dengerin buat ngurangin beban pikiran kamu." Maya yang kali ini menyahut.
Asami menggeleng pelan, "nggak ah. Itu bukan sesuatu yang menarik untuk dibahas." Tolaknya sopan.
Namum ketiga temannya itu saling bertatapan, seolah mengerti justru semakin disembunyikan, semakin menarik ceritanya.
"Ayolah, cerita aja, Sa. Kita kan teman, ya?" Liena berusaha membujuk Asami. Rara dan Maya juga ikut-ikutan.
Pada akhirnya setelah didesak cukup lama oleh ketiga temannya, Asami menyerah. "Oke oke, aku ceritain deh." Ketiga temannya bersorak ceria, "tapi ini rahasia antar kita aja ya?" Sambung Asami. Ketiganya mengangguk antusias. Lalu Asami pun memulai ceritanya.
"Jadi ceritanya, aku kenal Zayyan itu dari SMP karena kami sekelas. Aku akrab dengannya karena aku sering membantunya mengerjakan tugas sekolah, aku deketin awalnya karena auranya mirip sahabat-sahabatku dan kupikir bisa menjadikannya sahabat. Tapi ... ternyata perasaanku lebih dari itu."
"Asyik, sahabat jadi pacar nih." Liena meledek antusias. Asami hanya menanggapi dengan senyum lalu melanjutkan kalimatnya.
"Singkat cerita, kami pacaran namun itu cuma status karena Zayyan nggak pernah bisa deketin aku di kelas." Keluh Asami.
Maya memiringkan kepala, "kenapa nggak bisa?"
"Karena dia pemalu. Tapi anehnya, dia bisa bicara leluasa dengan anak perempuan lain di kelas. Hanya sama aku aja dia nggak bisa bicara layaknya kita sekarang ini."
Liena bertelak pinggang, "Kok nggak jelas banget?! Dia suka kamu kan? Kalo suka harusnya nggak gitu."
Asami menunduk, "entahlah. Kuharap sih dulu dia menyukaiku juga tapi mungkin hanya aku yang senang sendirian."
Rara menepuk-nepuk punggung Asami, mencoba menghiburnya, "hei, itu kan sudah berlalu."
Asami menatap Rara, "memang sudah, tapi sakitnya masih ada sampai sekarang."
Ketiganya terdiam, merasa kasihan dengan apa yang dialami Asami. Namun Asami tidak memberhentikan ceritanya sampai disitu.
"Lalu karena suatu konflik, aku akhirnya memutuskannya. Itu jalan terbaik yang bisa kuambil pada waktu itu."
"Aww... Padahal kupikir kalian lucu lho." Liena menyahut dengan sedih.
"Lalu?" Rara bertanya, penasaran dengan kelanjutannya.
"Ya terus kami putus. Tapi ternyata aku masih merindukannya, kelas dua semester satu, aku ngajak dia balikan."
Ketiganya melotot kaget. "Terus diterima?" Liena bertanya antusias.
Asami mengangguk, "iya. Kita pacaran lagi tapi cuma beberapa bulan aja soalnya kukira dia udah berubah, nyatanya dia masih sama seperti dulu. Mengabaikan ku dan lebih memilih bicara dengan anak perempuan lain."
"Zayyan nih apaan banget dah? Dia nggak konsisten banget jadi orang!" Maya akhirnya mengeluarkan unek-uneknya yang ia tahan sedari tadi.
"Tau ya, kalo dia emang suka sama Asami, harusnya tunjukkin. Bukannya malah bikin Asami cemburu terus!" Timpal Liena kesal.
"Terus putus lagi nggak?" Rara bertanya dengan santai.
Asami mengangguk, "iyalah. Ngapain mertahanin hubungan sama orang nggak konsisten kayak dia."
Liena mengacungkan jempol semangat, "hebat, Asa! Memang harusnya begitu!"
"Tapi, dia deketin kamu lagi kan akhir-akhir ini? Juga kamu menerima eksistensi dia, kenapa?" Tanya Maya. Asami menopang dagu dengan sebelah tangannya sembari berpikir.
"Entahlah. Kupikir dia ada gunanya juga." Ujar Asami, diam-diam menyeringai senang.
"Hentikan. Kau terlihat seperti penjahat." Tukas Liena terus terang.
Asami mengerucutkan bibir, "kau jahat sekali."
"Menurutku kalau kamu memang suka Mateo, kejar saja Mateo. Tapi jangan kasih Zayyan harapan. Nanti kasihan dia sudah berharap malah dapat harapan palsu darimu." Ucap Maya menasehati.
Asami mengangguk-angguk, "itu memang benar. Tapi aku punya alasan kenapa mempertahankan keduanya."
"Apa alasannya?" Kini Rara yang bertanya.
"Hanya aku yang boleh tahu alasannya hehehe."
Ketiga temannya memutar mata malas. Liena merangkul Asami akrab seraya sedikit menarik pipi Asami yang sedikit berisi itu.
"Kami bertiga mendukungmu selalu. Entah mau sama Mateo atau Zayyan, kami akan tetap mendukung selama itu baik untukmu." ucap Liena semangat.
"Terima kasih ya, padahal aku tidak melakukan apapun untuk kalian."
"Memangnya berteman harus melakukan sesuatu dulu?" Tanya Maya.
"Tau nih, Asa." Rara menimpali.
Siang itu percakapan ditutup oleh keempat berkawan yang asyik bercanda tawa di taman. Membiarkan hembusan angin menyapa kepala mereka seraya membawa tawa mereka ke seluruh sekolah.
Jika disuruh memilih, Asami tidak ingin bertemu dengan Zayyan lagi. Apalah daya takdir yang mempertemukan keduanya kembali dan membuat keduanya akrab lagi seperti dulu.
Asami hanya berharap yang kali ini tidak berakhir suram seperti yang dulu.
...******...
Semangat ya🙂
pasti dia ngerasain hal itu tapi tetep berusaha buat nahan rasa sakitnya tanpa harus di luapkan.
Tak bisa berbicara juga tak ingin merasa sakit/Scowl/
semangat Zayyan kamu pasti bisa membuat Asami jatuh hati sama kamu. . .
masih jauh...saling support yaa
Ini karya pertamaku di sini. Hope this book can make all of you enjoy reading!
Masih banyak kekurangan dalam buku ini, tapi aku selalu berusaha memperbaikinya hari demi hari.
Mohon dukungannya~!
smgt thor💪