"Kamu tidak perlu tahu bagaimana luka ku, rasa ku tetap milik mu, dan mencintai tanpa pernah bisa memiliki, itu benar adanya🥀"_Raina Alexandra.
Raina yatim piatu, mencintai seorang dengan teramat hebat. Namun, takdir selalu membawanya dalam kemalangan. Sehingga, nyaris tak pernah merasa bisa menikmati hidupnya.
Impian sederhananya memiliki keluarga kecil yang bahagia, juga dengan mudah patah, saat dirinya harus terpaksa menikah dengan orang yang tak pernah di kenal olehnya.
Dan kenyataan yang lebih menyakitkan, ternyata dia menikahi kakak dari kekasihnya, sehingga membuatnya di benci dengan hebat. padahal, dia tidak pernah bisa berhenti untuk mencintai kekasihnya, Brian Dominick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawar jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perihal lalat dan lebah
"segala hal memang memiliki masanya masing-masing, tetapi aku hampir tidak pernah tahu kapan hal baik, datang kepada ku.🥀"
"kamu kenapa senyum-senyum begitu?" tanya seseorang yang tiba-tiba sudah berada di hadapan Bara saat ini.
"aku?"
"tidak, siapa bilang aku senyum-senyum." jawab Bara dengan gelagapan. Bisa-bisanya dia tidak mendengar kedatangan Andre, dokter pribadinya.
"aku yakin, ada yang spesial di sini." ujar Andre, dengan tersenyum menggodanya.
"hentikan, itu tidak benar." jawab Bara dengan mengalihkan pandangannya.
'sial! kenapa aku merasa wajah ku panas.' batin Bara dengan mendengus kesal.
"okey, baiklah. Jadi, katakan siapa yang harus ku periksa sekarang?" tanya dokter Andre dengan segera melempar tubuhnya ke sofa, beberapa peralatan miliknya di letakan di atas meja begitu saja.
"ah iya, ayo ikut bersama ku." jawab Bara dengan menarik lengan dokter Andre, secara cepat. Dokter Andre bahkan terkejut.
"astaga, santai bro!" ujar dokter Andre dengan kesal. Karena Bara bukan hanya menariknya, malah hampir menyeretnya. Dokter Andre yang belum siap, seakan melayang jatuh saat itu.
Tak lama kemudian, keduanya sampai ke kamar di mana Raina sedang beristirahat. Melamun lebih tepatnya, karena Raina bahkan tidak sadar dengan kedatangan mereka berdua, Padahal, Bara sudah memanggilnya dengan pelan, hingga akhirnya, Bara menghampirinya yang masih bersandar pada sofa panjang di bawah jendela.
Tadinya, sofa itu tidak berada di bawah jendela. Malah berada di dekat pintu kamar. Sejak kedatangannya, dia menarik sofa panjang itu menjadi berada di bawah jendela. Singkatnya, Raina suka melihat alam melalui jendela kamarnya, dan di sana dia biasa memuaskan hayalan kisahnya, yang hingga detik ini, hampir tidak pernah tergapai.
"kamu masih belum juga memakan sarapan mu?" tanya Bara dengan kesal, ketika melihat meja yang berisi sepiring makanan, dan juga air minum, masih utuh, hanya air minum saja yang sudah habis.
"maaf, aku sudah memaksa tadi. Tapi, aku merasa mual, jadi aku menghentikannya." jawab Raina dengan menunduk.
"bawa dia berbaring di ranjang saja, aku akan memeriksanya." ujar dokter Andre, membuat Raina seketika mendongak mencari sumber suara. Tak menunggu lama, Bara segera membawanya keranjang, hingga beberapa detik kemudian, tangan kiri Raina sudah terpasang selang infus.
"kamu belum memeriksanya, anjir!" ujar Bara dengan kaget, karena tiba-tiba dokter Andre memasang infus pada tangan Raina.
"kamu yang minta kan, tadi." jawab dokter Andre dengan memasang wajah menyebalkan menurut Bara.
"iya, tapi aku hanya bilang mungkin perlu, bukan langsung di pasang tanpa di periksa dong." protesnya lagi.
"iya paduka yang mulia, terus kapan aku memeriksa pasien, kalau anda berisik seperti ini." balas dokter Andre dengan mendengus kesal.
Raina yang tidak mengerti hanya terdiam saja, dia juga merasa aneh sekaligus khawatir, sebenarnya yang sedang di bawa Bara ke rumah ini, dokter sungguhan atau dokter palsu.
"kalau mau uji coba, bawa sekalian nyawa saya juga gak papa dokter, saya ikhlas kok." ujar Raina dengan tiba-tiba, sehingga membuat dokter Andre dan Bara menoleh secara bersamaan.
"apa!" ujar keduanya dengan serentak.
Lagi-lagi Raina terheran, keduanya bahkan bisa kompak secara bersamaan. "kamu ngapain anak orang Weh, sampai dia rela mati begini." ujar dokter Andre dengan menggeleng pelan, di sertai dengan renyah tawanya selama beberapa saat.
"sembarangan!" ujar Bara dengan kesal.
"kamu juga, kalau mau mati jangan di sini, bikin susah aja." ujar Bara dengan melemparkan tatapan seramnya pada Raina, seketika Raina ciut nyalinya.
Merasa kesal, Bara menunggu di luar, dia meninggalkan dokter Andre dan Raina di dalam. Sedangkan dokter Andre sibuk memeriksa Raina, juga memberi Raina beberapa pertanyaan yang memudahkan dirinya melakukan pemeriksaannya.
"kamu hebat kok, sudah sejauh ini. semangat ya, saya yakin kamu bisa membuat sahabat saya kembali ke habitat asalnya." ujar dokter Andre dengan pelan, sementara Raina merasa bingung, keduanya memang sempat bercerita beberapa waktu lalu, bahkan hingga akhirnya, kenapa Raina bisa berada di apartemen Bara.
"dan satu lagi, buang saja pikiran buruk mu. Sampah memang terbiasa di cari lalat, jadi tidak perlu bersedih, saat Bunga indah tidak di hinggapi lalat, karena untuknya lebah yang menghasilkan madu asli, yang lebih berkualitas." sambungnya lagi dengan tersenyum.
"sayangnya, aku bukan bunga yang seberuntung itu dokter, " sambung Raina lagi dengan pelan, entah mengapa jawaban Raina mampu membuat dada dokter Andre berdesir perih.