Dealova, gadis cantik dengan segala kesedihannya. Dipaksa menjadi orang sempurna membuat Lova tumbuh menjadi gadis yang kuat. Dia tetap berdiri saat masalah datang bertubi-tubi menghantamnya. Namun, sayangnya penyakit mematikan yang menyerang tubuhnya membuat Lova nyaris menyerah detik itu juga. Fakta itulah yang sulit Lova terima karena selama ini dia sudah menyusun masa depannya, tapi hancur dalam hitungan detik.
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Akhirnya udah 20 bab juga🥺 makasih banyak buat kalian yang udah baca sampai bab ini☺️💗
...****...
Meskipun sudah terlepas dari Vincent dan Gea, Lova tetap berambisi untuk dapat nilai terbaik. Ambisi itu sudah tertanam dalam dirinya meski awalnya dalam bentuk paksaan, tapi Lova sudah terbiasa.
Karena besok ada 2 ulangan harian sekaligus, malam ini Lova lembur untuk belajar dan menghafal. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun matanya masih tetap terbuka lebar. Untungnya ada Aksa yang menemani Lova. Sebenarnya malam ini mereka sama-sama lembur, karena Aksa juga sedang sibuk di depan laptop.
"Kopi kamu dingin," celetuk Aksara. Mereka memang membuat kopi agar semakin terjaga.
"Iya bentar," jawab Lova masih terus menatap buku di hadapannya. Sesekali dia memejamkan mata untuk menghafal kembali yang telah dia baca.
Aksa menutup laptopnya dirasa semua pekerjaannya sudah selesai. Sebenarnya dia bukan hanya menjadi guru BK saja, Aksa juga menjabat sebagai CEO di perusahaan miliknya. Tapi Lova belum tau karena Aksa tidak cerita.
"Mau makan sesuatu?" tawar Aksa. Dia tidak akan menyuruh Lova berhenti karena dia tau kalau itu adalah kebiasaan Lova.
Lova mengangguk singkat, "Pengen NuGet yang ada di kulkas," jawabnya.
Aksa mengangguk sebagai jawaban. Tanpa berkata, dia pun segera menuju dapur untuk menggoreng NuGet yang Lova maksud.
Sebenarnya Lova tak enak jika Aksa selalu keluar masuk dapur, padahal itu kan tugas seorang perempuan. Tapi mau bagaimana lagi, pria itu sendiri yang menginginkannya, Lova tidak diberi kesempatan untuk memegang peralatan dapur meski sebentar.
"Semangat, Lova! Tinggal 1 lembar!" bisiknya menyemangati diri sendiri. Dia meminum kopinya sampai habis sebelum lanjut menghafal dan mempelajari tulisan 1 lembar itu.
Selang beberapa menit, Aksara kembali membawa sepiring NuGet yang masih hangat, tak lupa dengan segelas air putih untuk sang istri.
"Sudah selesai?" tanya Aksa pada Lova yang kini sedang asik bermain hp sambil rebahan di sofa panjang.
Lova langsung duduk saat melihat kedatangan Aksa.
"Udah. Wihh... Wangi banget!" Lova menepuk-nepuk sofa di tempatnya duduk, menyuruh Aksa agar duduk di sebelahnya. Tanpa menolak, Aksa pun segera duduk di sana.
"Saya suapi," ujar Aksa.
Lova mengangguk patuh. Dia membuka mulutnya lebar-lebar, siap menerima suapan dari suaminya.
Perlakuan Aksa yang seperti inilah yang membuat Lova betah dan tidak takut lagi. Aksa selalu meratukannya dimanapun. Semakin hari, Aksa membuat Lova jatuh hati tanpa sengaja.
****
Masih pagi sekali, bahkan bel masuk kelas masih berbunyi 30 menit lagi, tapi keributan sudah melanda sekolah itu.
Lova dan Riya, dua orang gadis ini saling adu mulut di lapangan sekolah. Orang-orang bukannya melerai malah menyoraki.
"Gue gak tau motif lo nyari masalah sama gue apa, atau lo mau caper ke semua orang kalau lo bisa lawan gue?" sinis Lova.
"Gue gak pernah caper kayak lo! Gara-gara elo, cowok gue mutusin gue!" balas Riya.
"Kok gue? Harusnya lo sadar diri dong, mungkin cowok lo yang gak betah pacaran sama lo!" Lova mengibaskan rambutnya.
"Lagian, kenapa lo nuduh gue? Gue gak serendah itu buat jadi pelakor!" lanjutnya.
"Gak puas lo bikin keluarga gue hancur? Hah?! Dan sekarang lo ambil cowok gue!" pekik Riya.
Wajah Lova berubah tak senang. "Udah gue bilang, gue gak rebut cowok lo!"
"Basi tau gak! Lo selalu bilang gitu, padahal aslinya lo itu busuk banget, Lova. Lo adalah masalah utama kisah percintaan orang-orang yang ada di sini!" desis Riya.
"Setuju! Gue barusan ambil hp cowok gue, dan galerinya foto lo semua!" seru salah satu siswi membenarkan ucapan Riya.
"See? Lo denger sendiri, kan?" Riya tersenyum miring.
"Itu urusan cowok kalian, kenapa imbas ke gue? Emang kalian pernah lihat gue godain mereka, hah?!" bentak Lova.
"Kalian itu iri sama gue karena gue lebih cantik dari kalian! Itu kan maksudnya?!" lanjut Lova. "Gak usah nuduh-nuduh gak jelas kalau faktanya aja kayak gitu!"
"Jangan asal ngomong! Kita gak pernah iri sama lo!" seru siswi lain.
Semua siswi seolah berpihak pada Riya. Dan Lova makin muak.
"Gue gak pernah ganggu kalian! Gue salah apa sebenarnya?!" pekik Lova frustasi.
"Gak ganggu lo bilang? Segala tingkah lo itu bikin kita muak tau gak!" seru Riya.
"Lo benar-benar nguji kesabaran gue!" Lova langsung menarik rambut Riya dan mencakar wajahnya. Bodo amat kalau nanti dia akan dihukum, yang penting dendamnya terbalaskan.
Tak tinggal diam, Riya pun membalasnya, namun kekuatannya tentu kalah dengan kekuatan Lova yang lebih besar.
"Sebelumnya gue udah maafin lo, Riya. Tapi lo malah makin nantang gue!" desis Lova. Dia mendorong Riya sampai gadis itu jatuh dan ditolong temannya.
"Jangan kalian pikir gue takut! Lawan 10 orang sekarang juga, gue ladenin di sini!" lanjut Lova berteriak. Nafasnya terengah-engah lantaran menahan emosi.
"Eh minggir-minggir, ada Pak Aksa!" bisikan itu membuat Lova menoleh pada Aksa yang datang dengan tatapan datarnya. Ingin mengadu pun rasanya tak mungkin karena pasti dia juga yang akan dihukum.
"Kamu lagi yang cari masalah?" Aksara bersikap profesional. Ya meskipun dalam hati dia sedikit khawatir dengan kondisi Lova.
"Lova serang Riya duluan, Pak. Lihat, pipi Riya berdarah." Salah satu siswi mengadu pada Aksa.
Tatapan mata Aksa lurus menatap Lova. "Ikut saya," ucapnya dan langsung berbalik.
Riya tersenyum puas melihat Lova yang akan dihukum Pak Aksa.
Dengan malas Lova mengikuti Aksara. Dia tidak tau apa yang akan pria itu lakukan. Dihukum? Tidak masalah, dia sudah terbiasa.
Sekarang mereka berada di ruang BK, ruangan Aksa lebih tepatnya. Pria itu membiarkan Lova masuk sebelum mengunci pintunya.
"Hukuman apa kali ini?" Lova langsung bertanya. Dia duduk di depan meja sambil bersedekap dada. Sangat angkuh, tapi Aksa suka.
"Saya gak akan hukum kamu, kamu tau itu," jawab Aksa.
Lova mendengus, "Bapak gak profesional berarti."
"Gak masalah."
"Kalau gitu, aku keluar aja," ucap Lova, dia hendak beranjak tapi Aksa menahan pundaknya.
"Kening kamu luka." Aksa mengelus luka cakar di kening Lova dengan lembut. Dengan gerakan cepat, dia mengambil plester luka di laci, lalu menempelkannya pada kening Lova yang terluka.
"Udah, kan? Aku boleh keluar?"
"Di sini aja. Bel masuk masih lama," jawab Aksa. Dia juga menuntun Lova agar duduk di sofa.
"Bapak beneran gak hukum aku?"
"Untuk apa? Saya tau kamu gak salah tadi."
"Masa? Emangnya tau akar permasalahannya?"
"Semua tentang kamu, saya tau."
Bibir Lova mencebik, "Halah!"
"Kalau mereka ganggu kamu lagi, langsung bilang sama saya."
"Kenapa? Bapak mau hukum mereka?"
"Bukan cuma menghukum, saya juga akan skor mereka."
"Emang bisa? Kayaknya enggak deh." Lova tetap tak percaya.
Dia tidak tau saja Aksa memiliki sejuta rahasia dan sejuta cara.
***
up up up! CRAZY UP!
oiya janlup up ya kak