NovelToon NovelToon
Ada Kisah Di Pesantren

Ada Kisah Di Pesantren

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikahmuda / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: @nyamm_113

Pondok pesantren?

Ya, dengan menempuh pendidikan di Pondok Pesantren akan memberikan suatu pengalaman hidup yang berharga bagi mereka yang memilih melanjutkan pendidikan di pondok pesantren. Belajar hidup mandiri, bertanggung jawab dan tentunya memiliki nilai-nilai keislaman yang kuat. Dan tentunya membangun sebuah persaudaraan yang erat dengan sesama santri.

Ina hanya sebuah kisah dari santriwati yang menghabiskan sisa waktu mereka di tingkat akhir sekolah Madrasah Aliyah atau MA. Mereka adalah santri putri dengan tingkah laku yang ajaib. Mereka hanya menikmati umur yang tidak bisa bisa mendewasakan mereka.

Sang Kiyai tak mampu lagi menghadapi tingkah laku para santriwatinya itu hingga dia menyerahkannya kepada para ustadz mudah yang dipercayai mampu merubah tingkah ajaib para santri putri itu.

Mampukah mereka mengubah dan menghadapi tingkah laku para santri putri itu?

Adakah kisah cinta yang akan terukir di masa-masa akhir sekolah para santri putri itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KEJADIAN DI ASRAMA KHUSUS BAGIAN 2

Adira dkk bahkan melupakan tujuan awal mereka untuk menutup pintu asrama khusus itu, saat ini mereka malah berpencar dan menjelajahi setiap sudutnya. Seperti melakukan survey, berjaga-jaga jika suatu saat mereka bisa kapan pun menjadi santri yang menghuni asrama ini.

Adira melangkah kearah belakang dimana letak dapur bersebelahan dengan pintu kehalaman belakang asrama nomor empat ini.

“Maa sya Allah… luas juga ya ternyata halamannya.” Lirihnya. Dia menuju salah satu bangku tak jauh darinya, lalu duduk untuk menikmati pemandangan langit malam yang penuh dengan kelap kelip bintang serta rembulan yang begitu terang.

“Papa dan mama lagi apa ya di sana? Abang, adek… k-kalian apa kabar?” Cicitnya begitu pelan. Dia semakin mendongak keatas untuk menghalau air matanya.

“Sudah hampir setengah tahun kalian tidak pernah datang buat besuk aku, aku tidak butuh ua… aku butuh uang juga tapi yang lebih aku butuhin itu kalian datang besuk aku di sini.” Lanjutnya dengan suara tertahan menahan sesak didadanya.

“Isss… lemah banget si aku.” Kekehnya pelan. “Aku kangen banget sama kalian, ak-u selalu berharap kiyai Aldan berhasil panggil kalian datang ke pondok… ta-tapi, tetap ajah sama hiks…hiks hiksss…,”

Hatinya begitu sakit, dadanya terasa sesak. Dia anak yang sangat suka memendam semuanya, dia lebih suka tidak bercerita pada siapa pun tentang masalahnya. Adira hanya anak yang kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya, menjadi satri yang dikenal dengan suka melanggar aturan adalah salah satu caranya menarik perhatian kedua orang tuanya. Namun, semuanya sia-sia dan tidak sesuai harapannya.

“Hiks hiks… hiks papa…,”

“Menangis lagi kamu?”

Adira memalingkan wajahnya dengan cepat, matanya mebulat sempurna saat tepat didepan sana siluet tubuh yang begitu dikenalinya berdiri dan menatap tajam kearahnya. Adira bangkit dan menunduk saat seseorang itu berjalan kearahnya tanpa memalingkan tatapan khasnya.

Adira dapat melihat sepasang kaki tepat didepannya dan aroma maskulin yang begitu candu tercium oleh Adira.

“Sedang apa kamu di sini?” Tanya Agra dengan palan.

Saat hendak menyusul Bima kelantai dua, dirinya malah tak sengaja mendengar sosok yang sepertinya menangis.

Adira memainkan jari-jarinya, tidak tahu saja jika dia tengah berusaha menghentikan tangisannya namun sangat sulit. Menggigit bibir bawahnya, air mata itu tidak berhenti membasahi pipinya.

“T-tidak u-stadz hiks…,”

“Adira.” Panggil Agra dengan tegas. “Lihat saya!” Lanjutnya. Berusaha menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya saat melihat bahu kecil itu bergetar.

“A-fwan…,”

“Saya tidak suka dibantah Adira.”

xxx

“Besar juga ya asrama ini…,” Tutur Ayyara. Sepertinya dia memasuki salah satu kamar, hanya ada cahaya rembulan dari salah satu jendela yang trasparan.

“Kamar mandinya ini kali?” Ayyara hendak memeriksa kamar mandi itu. “Lumayan luas…,” Lanjutnya setelah melihat ukuran kamar mandi itu.

Ayyara menuju wastafel untuk mencuci tangannya yang terasa begitu lengket dan itu sangat mengganggunya. “Hampir tiga tahun disini, setidaknya boleh lah tinggal disini hihihi…,” Kekehnya disela-sela kegiatannya.

Setelah selesai dengan kegiatannya, santri putri itu kemudian keluar dari kamar mandi dan tanpa diduga dia menabrak sesuatu yang cukup keras hingga membuatnya kehilangan keseimbangan namun sebuah tangan sepertinya memeluk erat pinggangnya hingga tidak sampai menyentuh lantai.

“ASTAGHFIRULLAHAL ‘ADZIIM!” Pekik Ayyara sambil menutup rapat matanya.

“Innalillahi…,” Lirih seseorang yang menangkap tubuh itu.

“Kamu tidak apa-apa?”

Ayyara tersadar, dengan gerakan gesit dia melepaskan dirinya dan sedikit menjauh dari sosok itu. Saat melihat siapa yang baru saja bersuara itu, mata bulatnya seperti hendak keluar dari tempatnya.

“U-u-ustadz A-byan.” Lirihnya pelan. Segera mungkin dia menata mukenahnya dan menunduk dalam, antara malu dan juga grogi serta takut.

Abyan berdehem pelan dan menetralkan kembali wajahnya yang datar itu seolah tak terjadi apapun. “Hm, sedang apa kamu di sini?”

“A-a itu ustadz emmm…,”

“Apa?” Desak Abyan. Walau samar-samar melihat Ayyara yang jaraknya cukup jauh darinya Abyan masih dapat melihat jika Ayyara tengah gugup mungkin.

“A-ku aaa… pamit keluar duluan ustadz.” Ayyara berlari keluar dengan cepat. Tidak peduli dengan ustadz mudah itu.

Abyan hendak mengeluarkan suara, namun Ayyara sudah menghilang dari pandangannya dan dia juga memutuskan untuk keluar dari ruangan ini.

xxx

“Ihhh, mereka semua kemana sih?” Kesal Aruna. Bagaimana mungkin ketiga temannya meninggalkan dirinya seorang diri dalam ruangan yang tidak dia ketahui ini.

Dengan cepat dia menuju ruang tamu yang terdapat cahaya lampu, walau hanya ruangan itu saja yang terdapat cahaya namun itu bisa membuat Aruna merasa sedikit tidak takut.

“Tunggu mereka disini ajah, mau menyusul tapi takut.” Katanya. Duduk disalah satu sofa kecil dan membenahi mukenahnya.

AAKHHH…,

Aruna tersentak saat mendengar pekikan itu, melihat kearah tangga bersamaan dengan suara langkah kaki yang sepertinya terburu-buru.

Tak, tuk…,

Tak, tuk…,

AAAKKKHHH!

MATI LAMPUUU!

MAMAAA…,

Asrama khusus itu begitu berisik dipenuhi dengan berbagai pekikan dari santri putri, keadaan saat ini benar-benar gelap gulita. Bahkan pondok pesantren begitu gelap gulita.

“Ayyara, Almaira, Dira. K-kalian dimana?” Aruna hampir saja menangis. Berusaha meraba sisi sofa yang didudukinya, dan perlahan bangkit.

“Aruna?”

Aruna meraba setiap sisi yang dilewatinya, ini benar-benar gelap bahkan cahaya rembulan saja sudah tertutupi oleh awan hitam. “Ayyara? Itu kamu?” Tanya Aruna dengan sedikit meninggikan suaranya.

“I-iya.” Jawab Ayyara. Meraba dinding yang bahkan dia tidak tahu posisinya saat ini dimana. “Kenapa pake mati lamu segala sih!” Lanjutnya dengan kesal.

Aruna menghentikan pergerakannya saat kedua tangannya meraba seperti tubuh manusia, bahkan Aruna semakin merabanya. “I-ini b-bukan s-setan kan?” Cicitnya.

“Kamu sama kan saya dengan setan?”

Aruna seperti mengenali pemilik suara itu, tunggu… bukan kah itu suara milik ustadz Abraham? Aruna segera menarik kembali tangannya, merutuki kebodohannya. Dia benar-benar malu dan memaki dirinya sendiri.

“E-eh u-stadz Abraham, m-maaf ustadz.” Lirihnya. Bisa-bisanya dia dengan tenang meraba dada biding milik ustadz Abraham, sunggu Aruna ingin menghilang saja dari sini.

Abraham hendak mengambil ponselnya yang berada di sakunya, namun karena gerakannya yang sedikit terburu-buru sampai ponselnya terjatuh kelantai. “Astaga, pakei jatuh segala.” Ucapnya.

Aruna merasakan sesuatu mengenai kakinya, dengan pelan kemudian merunduk untuk mencari benda itu. Abraham mencari-cari ponselnya yang entah terjatuh dimana, dia tetap meraba tanpa tahu Aruna juga sedang mencarinya bahkan Aruna sepertinya sudah mendapatkan benda itu.

“Apa ini?” Tanyanya pelan. Namun saat hendak kembali berdiri tegak, dia malah tak sengaja menabrak tubuh seseorang.

Abraham hendak berpindah tempat, namun naasnya saat hendak kembali membungkuk dia malahan tertahan oleh tubuh seseorang dengan sedikit keras hingga tanpa keseimbangannya hilang dan terjatuh.

“Allahu Akbar.”

“Aaawwwssss.”

Abraham merasa sedikit sakit pada punggungnya yang dengan mulus menyentuh lantai yang dingin itu, bahkan dia juga merasa berat karena ditimpa tubuh seseorang.

Aruna tidak merasa sakit dibagian mana pun, bahkan saat ini dia merasa menimpa sesuatu yang membuatnya tidak merasakan mencium lantai polo situ.

xxx

“Ustadz Bima benar tidak bawah ponsel?” Tanya Almaira sekali lagi. Juga sedikit masih merasa malu dengan kejadian beberapa waktu lalu.

Bima meraba dinding yang dilaluinya dengan Aruna yang berada dibelakangnya dengan memegang ujung baju kokohnya. “Tidak Almaira, kalau saya bawah kita tidak perlu meraba seperti ini.”

“Iya juga ya.” Cicitnya.

“Ckkk, perasaan tadi tidak sejauh ini jarak kamarnya. Kenapa dari tadi kita tidak sampai-sampai.” Kesal Bima. Bagaimana mungkin jarak antara kamar dengan kamar yang tadi ditempati Almaira sejauh ini?

“Ada tangga loh ustadz, jangan sampai ustadz Bima salah pijakan.” Almaira mengingatkan ustadz muda itu.

“Saya juga tahu.” Jawab Bima. “Pegang yang er-AAKKHHH!”

“AAAKKKHHHH, APA USTADZ?”

“ASTAGFIRULLAH!”

“AAA MAMA!”

xxx

“Mau kemana kamu?” Tanya Agra. Masih dapat Melihat Adira walau samar-samar karena mereka berdua masih diluar asrama ini, tepatnya dibelakang asrama.

“Masuk ustadz, disini dingin.” Jawab Adira. Meraba-raba udara takut jika dirinya menabrak sesuatu.

Agra mengikuti Adira dari belakang, saat masuk kembali benar-benar gelap. Meraka bahkan tidak bisa melihat apa-apa hanya bisa meraba setiap sisi yang mereka lewati.

“Hati-hati.” Kata Agra pelan. Dia masih setia mengekori Adira.

Adira ingat jika ini posisi mereka saat ini berada tepat disebelah tangga, dan dapur. Karena jika ingin ke halaman belakang melewati dapur dan sebelah tangga.

“Aku tahu kok ustadz jalannya.” Ujar Adira. Benar saja dia dapat meraba sisi pegangan tangga dengan jelas.

“Baguslah…,”

AAKKHHH!

AAAKKKHHHH, APA USTADZ?

ASTAGFIRULLAH!

AAA MAMA!

Adira tanpa aba-aba memeluk lengan Agra yang entah sejak kapan berada disebelahnya, dia kaget dengan suara keras itu yang sepertinya tepat diatas mereka.

1
Delita bae
salam kenal dari saya😇🤗 jika berkenan dukung juga karya saya. 🙏
semangat 💪👍
Nda_Zlnt
semangat Thor
Rosma Niyah: di tunggu ya part 18 nya
Rosma Niyah: makasihhh
total 2 replies
Nda_Zlnt
lanjut Thor
Rosma Niyah: sabar ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!