Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kompromi!
“Ini siapa yang masak, enak sekali rasanya?” tanya Bu Sofi. Tidak biasanya ia merasakan menu sarapan seenak ini di rumah.
Bik Minah menuang jus apel ke dalam gelas. Ia geser ke hadapan sang majikan. “Itu Mbak Pelangi yang masak, Bu. Pagi-pagi sekali Mbak Pelangi sudah ke dapur.” Sikap waspada BIK Minah langsung terlihat jelas saat sang majikan menatapnya dengan kerutan di kening.
"Pelangi yang masak?"
“Maaf, Pak ... Saya sudah melarang, tapi Mbak Pelanginya tetap mau. Malah habis masak untuk di sini, Mbak Pelangi buat sarapan untuk Den Awan.”
Ayah Fery pun tersenyum penuh rasa bangga. “Lihat kan, Bu. Aku tidak salah pilih menantu. Coba kalau Awan menikah dengan salah satu gadis pilihanmu, belum tentu sebaik Pelangi. Kamu saja memuji-muji masakannya. Memang seharusnya seperti itulah seorang istri, mau masak sendiri untuk suaminya.”
Mendadak wajah Ibu Sofie berubah kesal mendengar ucapan suaminya. “Mas sengaja menyindir aku, mentang-mentang aku tidak pernah memasak? Apa hebatnya memasak, semua orang juga bisa!”
“Jadi kamu bisa masak, Bu?” tanya Ayah fery.
Membuat Bu Sofie seketika terdiam.
.
.
.
.
Enak, Mas?" tanya Pelangi setelah melihat piring kosong.
"Biasa aja!" Awan menjawab enteng. Meskipun dalam hati memuji kelezatan masakan istrinya, tetapi sepenuh hati tetap gengsi mengakui.
Awan menatap Pelangi dari ujung kaki ke ujung kepala. Teringat kemarin, dirinya telah memperistri seorang gadis asing yang sama sekali bukan tipenya. Seorang gadis muda yang terbalut gamis dan kerudung.
“Boleh gue tanya sesuatu?”
Anggukan kepala dipilih Pelangi sebagai jawaban.
“Kenapa lo mau nikah sama orang asing?” Hati Pelangi mencelos mendengar pertanyaan bernada sarkas yang terlontar dari bibir suaminya. Semua orang termasuk Awan pasti menduga hal yang sama, bahwa Pelangi dan keluarganya adalah gadis materialistis.
Pelangi menatap Awan lekat. “Sebelum aku memberi jawaban, apa boleh panggilannya dirubah? Jangan lo gue. Aku tidak terbiasa, maaf.”
"Elah, panggilan aja protes," gerutu Awan dalam hati.
Meskipun suara Pelangi terdengar sangat lembut, namun begitu dalam menancap ke hatinya. Istri manapun pasti menginginkan kelembutan dari suaminya. Terlepas ada atau tidak cinta di antara mereka.
“Ya sudah. Maksud aku, kenapa kamu mau dijodohkan dengan orang asing?” Suara Awan mulai terdengar melembut walaupun sangat jelas terlihat keterpaksaan di sana. Ia pikir tak ada ruginya juga merubah panggilan. Toh, tidak akan ada perubahan apapun hanya karena panggilan itu.
“Semua orang tua pasti menginginkan jodoh yang terbaik untuk anaknya. Aku tidak bisa menentang niat baik ayah.” Sebuah jawaban yang membuat Awan terdiam. Dirinya pun terpaksa menerima perjodohan dengan Pelangi karena sudah jenuh didesak.
Awan dan Pelangi sama-sama terdiam. Keheningan tercipta beberapa saat.
"Semalam aku mabuk berat. Maaf kalau aku bicara sembarangan."
"Tidak apa-apa." Pelangi mengangguk pelan. Ada sesuatu yang membuatnya cukup penasaran. Semalam, Awan beberapa kali menyebut sebuah nama dalam tidurnya. Nama yang sama seperti yang sempat disebutkan ibu mertuanya semalam. "Apa boleh aku tanya sesuatu?"
Awan mengangguk.
"Priska itu siapa? Semalam kamu mengigau menyebut nama itu."
Awan tergagap. Dalam hati memaki mulutnya yang bahkan dalam tidur masih saja menyebut nama orang, yang sebenarnya sangat ia lupakan itu.
"Setelah mendengar aku mengigau, seharusnya kamu tidak perlu lagi bertanya siapa dia. Bukankah sudah jelas?" Sebuah jawaban cukup jelas yang mampu menjelaskan posisi Priska dan akhirnya membentang jarak antara sepasang suami istri itu.
"Apa ada yang bisa kubantu?"
Bibir Awan terangkat membentuk senyuman miring. "Kamu bisa bantu apa? Asal kamu tahu saja, Priska itu mantanku. Kami lama bersama, tapi ayah tidak suka sama dia. Priska kecewa dan memilih pergi ke luar negeri. Setelah itu ayah memaksaku untuk menikah dengan kamu."
"Kenapa tidak menolak sejak awal?"
Tatapan tajam Awan kembali menghujam istrinya itu. "Kamu boleh tanya siapapun di rumah ini bagaimana aku menolak. Bukankah semalam kamu juga melihatnya?"
Pelangi kembali membungkam. Mendiamkan dirinya dan menghilang secara tiba-tiba di resepsi pernikahan mereka adalah bentuk protes sekaligus penolakan paling jelas yang dilakukan Awan.
"Karena kita sama-sama terpaksa, jadi kurasa kita bisa saling kompromi," lanjut Awan.
"Kompromi?"
"Benar!" ujarnya. "Kita dua orang asing yang dipaksa bersatu. Aku hanya laki-laki brengsek yang suka hura-hura yang pasti jauh dari kriteria suami idamanmu. Jujur aku tidak akan sanggup menjadi seperti yang kamu harapkan."
"Lalu kompromi seperti apa yang akan kamu tawarkan padaku?"
"Untuk sementara kita akan pura-pura sebagai suami istri yang normal di hadapan semua orang. Aku tidak suka ayah atau ibu ikut campur urusan kita. Jadi mulai besok kita akan pindah ke rumahku."
Pelangi mengangguk pasrah.
"Satu hal lagi yang harus kamu tahu dan kuharap kamu mengerti."
"Apa?"
"Aku mencintai Priska dan hanya dia."
Hati Pelangi seperti disayat. Awan baru saja mendeklarasikan keinginan tersembunyi di balik ucapannya.
...........