Di sebuah keluarga kultivator hidup anak bernama Lei Nan, meskipun dirinya dulu di agung-agungkan sebagai seorang jenius, namun terjadi kecelakaan yang membuat lenganya lumpuh, karena hal itu dirinya menjadi bahan cemohan di keluarganya, tapi hal itu berubah ketika dirinya tidak sengaja tersambar petir yang langsung mengubah hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia
Lei Nan berjalan perlahan memasuki kediaman ayahnya, Lei Hu, dengan hati yang diliputi kebingungan. Selama setahun ini, ia merasa diabaikan oleh ayahnya, dan kini tiba-tiba ia dipanggil. Perasaan ganjil ini semakin kuat saat ia memasuki ruangan dan melihat wajah ayahnya yang terlihat serius.
"Lei Nan, mungkin kau marah kepada ayah karena tidak menyelamatkan ibumu?" ucap Lei Hu tiba-tiba, memecah keheningan yang baru saja terbentuk.
Lei Nan hanya bisa diam. Memang benar bahwa selama ini ia sangat kecewa dengan ayahnya karena merasa tidak pernah ada upaya untuk menyelamatkan ibunya yang diculik setahun yang lalu. Rasa sakit dan kekecewaan itu begitu mendalam sehingga kata-kata Lei Hu seakan-akan membuka luka lama.
"Ibumu sekarang dalam keadaan aman," lanjut Lei Hu.
Mendengar itu, Lei Nan merasa hatinya sedikit lega, namun kebingungan masih meliputi pikirannya.
"Jika ayah tahu mengenai keadaan ibu, kenapa tidak membawanya kembali?" tanya Lei Nan dengan nada yang sedikit menunduk, mencoba menahan emosi yang bercampur aduk.
"Lei Nan, ada hal yang masih belum bisa kamu ketahui," jawab Lei Hu. "Namun, jika dirimu mengikuti Pak Tua Feng, perlahan-lahan pertanyaanmu akan terjawab."
Lei Nan terkejut mendengar ucapan ayahnya. Pak Tua Feng adalah orang yang telah menyelamatkannya sebelumnya, dan sekarang ayahnya menyebut pria tua itu seolah-olah mereka memiliki hubungan yang erat.
"Maksud ayah?" tanya Lei Nan sekali lagi, suaranya penuh dengan keheranan.
"Kamu bisa kembali. Hanya itu yang ingin aku ucapkan," kata Lei Hu dengan suara yang tegas namun penuh makna.
"Apa maksud ayah? Kenapa aku harus menunggu!" Lei Nan mulai merasa marah. Emosinya yang selama ini tertahan mulai memuncak, dan ia merasa frustasi dengan jawaban yang tidak memuaskan dari ayahnya.
Sebelum Lei Nan semakin meledak, pandangannya tiba-tiba menjadi gelap, dan ia akhirnya pingsan. Di belakangnya, sosok pria yang sebelumnya menjemput Lei Nan muncul.
"Tuan, apakah memang aman membiarkan Tuan Muda menanggung misi ini?" tanya pria itu dengan nada khawatir.
"Huf... Aku sebenarnya tidak ingin mengirim anakku," jawab Lei Hu, "namun dalam darahnya mengalir darah dari istriku. Kamu pasti tahu apa yang aku maksud."
"Hamba mengerti, Tuan. Hamba pamit membawa Tuan Muda kembali ke kediamannya," kata pria itu, lalu menghilang membawa Lei Nan.
Tak lama kemudian, siluet lain muncul di ruangan itu. Siluet tersebut adalah pria yang sebelumnya menyelamatkan Lei Nan, yang tak lain adalah Pendekar Bulan Sabit, Yi Feng.
"Hahaha, anak dan ayah memang tidak ada bedanya," ucap Yi Feng sambil tersenyum.
"Pak Tua, dirimu terlihat sehat," ucap Lei Hu sambil tersenyum kembali.
"Apa kau yakin ingin aku membawanya?" tanya Yi Feng, matanya penuh dengan keseriusan.
"Itu satu-satunya jalan untuk anak itu. Sebelumnya aku tidak berharap banyak saat mendengar anak itu lumpuh, namun semenjak dia menunjukkan kekuatannya di arena, kita masih memiliki harapan," jawab Lei Hu dengan keyakinan.
"Lei Hu, apa kau tahu jika itu bisa merenggut nyawa putramu?" tanya Yi Feng sekali lagi, nada suaranya penuh kekhawatiran.
"Pak Tua, misi menyelamatkan ibunya bahkan lebih sulit dibandingkan apa yang kita rencanakan," jawab Lei Hu dengan tegas.
"Haaa, sudahlah. Aku besok fajar akan membawa anak itu bersamaku. Aku harap dirimu tidak terlalu memaksakan dirimu terlalu jauh," ucap Yi Feng dengan nada yang sedikit lembut namun tegas.
"Pak Tua, aku tahu tentang kondisi tubuhku lebih baik dibandingkan orang lain," jawab Lei Hu.
"Baiklah, aku pergi dulu," ucap Yi Feng yang kemudian menghilang dari tempat itu.
"Uhuk... semoga kondisiku masih bisa bertahan sampai hari yang ditentukan," kata Lei Hu, matanya sayu.
Di saat yang sama, Lei Nan sedang berada dalam mimpi buruknya, mengingat kenangan satu tahun yang lalu ketika ibunya diculik.
"Tolong, jangan bawa ibuku!" teriak Lei Nan dalam tidurnya, sebelum tiba-tiba terbangun dengan nafas terengah-engah.
Dia terkejut mendapati dirinya sekarang berada di tempat yang berbeda dan bergerak sangat cepat.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana mungkin aku berada di sini?" tanya Lei Nan kebingungan, mencoba memahami situasi aneh ini.
"Hahaha, nak, sepertinya kau sudah sadar," ucap seorang pria tua yang tak lain adalah Yi Feng.
"Apa yang terjadi? Bagaimana mungkin aku berada di sini?" Lei Nan bertanya lagi, masih dalam kebingungan.
"Hahaha, aku hanya membawamu saat dirimu tertidur," jawab Yi Feng dengan nada santai.
Setelah lama berjalan, Yi Feng akhirnya berhenti di dekat sebuah danau. Dia menurunkan Lei Nan yang sedari tadi memberontak.
"Baiklah, kita akan beristirahat di sini dan melanjutkan perjalanan besok pagi," ucap Yi Feng.
"Baik, Kakek," ucap seorang gadis yang tiba-tiba muncul, membuat Lei Nan terkejut.
Lei Nan melihat sekeliling dan menemukan gadis itu berdiri di atas pohon. Perlahan gadis itu turun dan berdiri di depan Lei Nan.
"Kau... bukankah kau lawanku sebelumnya?" ucap Lei Nan dengan ragu.
"Memang benar, aku lawanmu sebelumnya," jawab gadis itu.
Lei Nan segera mencerna semuanya. Gadis di depannya ini memanggil Yi Feng sebagai kakeknya, jadi gadis ini adalah cucu dari pria tua itu.
"Baiklah, sudahlah. Kalian bisa mengobrol dulu, aku akan mencari hewan untuk kita makan," ucap Yi Feng yang kemudian menghilang dari sana.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Lei Nan merasa canggung karena tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Ia mencoba memecah keheningan itu.
"Sebenarnya kita akan pergi ke mana?" tanya Lei Nan.
"Nanti kau akan tahu sendiri ke mana kita akan pergi," jawab gadis itu dengan nada tenang."Aku harus berbicara apa lagi, kau bodoh Yi Hua, ah......"batin Yi Hua.
Keheningan kembali menyelimuti suasana, sampai akhirnya Yi Feng kembali dengan seekor rusa di pundaknya.
"Baiklah, Yi Hua, potong rusa ini. Kakek akan membuat api," ucap Yi Feng.
"Baik, Kakek," jawab Yi Hua.
Lei Nan merasa canggung karena sejak tadi ia tidak melakukan apa-apa, hanya bisa duduk diam.
"Hahaha, nak, kenapa wajahmu sangat murung?" tanya Yi Feng kepada Lei Nan.
"Tidak,Tuan. Aku hanya masih mencerna semua kejadian barusan," jawab Lei Nan.
"Hahaha, panggil aku Pak Tua Feng saja. Ucapan guru nanti akan kau gunakan untuk calon gurumu," ucap Yi Feng.
Lei Nan hanya mengangguk, menyadari bahwa mungkin Yi Feng menyebut dirinya sebagai muridnya untuk menakuti perwakilan Sekte Sembilan Guntur agar tidak bertindak berlebihan terhadap keluarganya.
Malam itu, mereka habiskan di dekat perapian dengan udara dingin yang bertiup kencang. Mereka makan daging rusa dengan nikmat meskipun Lei Nan merasa daging itu sangat pahit. Namun, ia melihat wajah dua orang di depannya yang tidak menunjukkan ekspresi berbeda.
"Hahaha, memang benar aku tidak pandai memasak," ucap Yi Feng sambil tertawa.
Yi Hua hanya menggelengkan kepalanya dan tetap diam. Malam itu akhirnya mereka habiskan untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan esok pagi.
Ilustrasi Yi Hua