Balas dendam seorang perempuan muda bernama Andini kepada mantan suaminya yang pergi karena selingkuh dengan janda muda kaya raya.
Tapi balas dendam itu tidak hanya kepada mantan suaminya, melainkan ke semua lelaki yang hanya memanfaatkan kecantikannya.
Dendam itu pun akhirnya terbalaskan setelah Andini membunuh dan memutilasi semua pria yang coba memanfaatkannya termasuk mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Keadaan di kampung Fika.
"Kamu yakin calon suamimu itu akan menyusul ke sini?" Tanya sang ibu kepada Fika sambil duduk di sampingnya.
"Yakin lah Bu, kalau nggak yakin nggak mungkin aku senekat ini sampai bela-belain berhenti untuk kuliah." Jawab Fika yang kini sedikit manja sambil tiduran di atas paha ibunya.
"Penasaran sekali ibu dengan calon suamimu. setelah tampan dan se tajir apa sih dia?" Ibu mulai mengusap rambut anaknya.
"Sabar Bu, dia itu baik banget tahu sama aku, selama aku di Jakarta, dia selalu kasih apa yang aku mau karena mungkin saking cintanya sama aku, ya walaupun dia seorang duda tapi aku nggak pernah mempermasalahkan itu."
"Tapi dia benar seorang duda kan sayang bukan suami orang?" Ibunya yang belum yakin seratus persen kepada calon menantunya itu.
"Ya bukan lah Bu, mana mau aku di jadikan istri muda atau kedua. Kaya yang nggak ada laki-laki lain saja." Fika menjawab dengan melawan rasa kebohongan dalam dirinya agar ibunya semakin yakin. Padahal Sandy adalah pria yang dia rebut dari istri sahnya.
"Ya kan ibu cuma takut saja nak, di televisi banyak sekali kan ibu lihat perempuan muda yang di labrak oleh istri tuanya. Jangan sampe ih amit-amit kamu mengalami hal seperti itu." Ibu berkata sambil mengusap dadanya.
"Ya enggak lah Bu, ibu kebanyakan nonton film azab deh kayanya. Tenang aja ya Mas Sandy bukan orang seperti itu ko, aku ini satu satunya yang ada di hati Mas Sandy, jadi tenang saja ya ibuku sayang." Fika yang kini terbangun sambil menatap wajah ibunya.
"Ah kamu ini, tapi kamu benar nggak akan menyesal, padahal kan kuliahmu tinggal dua semester lagi nak. Sayang loh padahal selesaikan dulu kalo menurut ibu sih."
"Enggak Bu ah aku nggak akan menyesal, lagian kalau kuliah kan bisa aku lanjut di sini, itu nanti bisa aku pikirkan lagi setelah aku menikah, aku takut Mas Sandy terlalu lama menunggu, aku juga takut mas Sandy keburu di ambil orang."
"Hmm dasar, yaudah lah kalau gitu, ibu cuma bisa berdoa yang terbaik buat kamu. Andai saja ayahmu masih ada, mungkin kamu akan fokus sama kuliahmu." Ibu berkata sambil menatap ke arah atas.
"Udah dong Bu jangan bawa-bawa ayah lagi, ayah sudah tenang, ayah sudah nggak merasakan sakit lagi di sana. Sekarang di sini ada aku dan kedua adikku. Sebentar lagi juga ada sosok laki-laki yang menjaga kita di sini, yaitu mas Sandy calon suamiku."
"Hmm iya sayang, maafin ibu ya, ibu cuma jadi ingat sama ayah kamu."
"Udah ya Bu, ibu nggak boleh sedih lagi, aku paling nggak suka melihat ibu sedih apalagi sampai menangis." Bunga menyenderkan kepalanya di pundak ibunya.
"Ibu nggak akan sedih lagi ko, semenjak kamu pulang, ibu sudah merasa tak kesepian dan sedih lagi, ibu jadi punya teman untuk cerita. Adik-adik mu kan masih kecil belum bisa di ajak cerita sedewasa ini." Belaian tangan ibunya yang lembut kembali di letakkan di rambut Fika.
"Aku nggak akan pernah pergi-pergi lagi Bu, itu lah salah satu alasan aku untuk pulang ke sini lagi, aku selalu kangen cerita sama ibu, cuma ibu yang bisa jadi pendengar yang baik di kala aku bercerita dengan keluh kesah ku."
"Hmm kasihan sekali anak ibu. Memangnya kamu nggak suka curhat sama kekasihmu itu?"
"Ya suka sih, tapi kan beda Bu, kalau sama ibu aku bisa cerita sesuka aku, lagian kita juga sama-sama perempuan jadi nyambung gitu arahnya kalau bercerita."
"Oh gitu, tapi kalau kamu sudah menikah kan mana bisa kamu manja-manja gini sama ibu."
"Ya bisa dong, kalaupun nanti mas Sandy mau pisah rumah setelah pindah ke sini, aku ingin rumah kami nggak jauh dari rumah kita. Jadi aku bisa tiap hari bertemu sama Ibu."
"Hmm bisa saja. Terserah kamu lah, ibu cuma bisa ngikut. Tapi inget jangan pernah lupa juga ya sama adik-adikmu, mereka masih membutuhkan perhatian dari kakaknya. Ibu kan belum sehat betul jadi belum bisa cari uang sendiri."
"Tenang saja Bu, Aku bakal berusaha ko demi keluarga kita, bila perlu aku bisa sambil bekerja di daerah sini."
"Hmm iya sayang ibu percaya kok sama kamu."