NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian II - Mercury's childhood

Bulan ini akan genap Mercury berumur enam tahun. Mercury tumbuh menjadi anak yang manis dan dingin, warna kulitnya putih bak salju tetapi dipenuhi bintik merah bernanah karena terkena penyakit cacar air.

Walaupun begitu, kulitnya yang putih sangat berbeda dengan orang-orang di sekitarnya yang berkulit rada kekuningan dan kusam, membuat dia nampak berbeda dengan yang lain.

Rambutnya coklat sedikit bergelombang, tidak hitam namun tidak pirang juga, berbadan lebih tinggi dari anak seusianya dan juga kurus, nampaknya dia tumbuh dengan cukup baik.

Kini Mercury telah dipindahkan ke ruangan madu bersama anak-anak lainnya-banyak manusia tapi tidak ada yang bisa dia sebut teman.

Ruangan madu sangat berbeda dari ruangan susu, di ruangan ini semua anak-anak tinggal dan tidur di atas lantai tanah yang sama, tak ada tempat tidur seperti kasur atau papan yang nyaman, yang ada hanya tumpukan jerami kering yang sialnya pada musim dingin jerami itu menjadi lembap dan gatal, beruntung jika ada kayu bakar yang dapat menghangatkan mereka untuk satu malam yang dingin.

Meski begitu, Panti asuhan Dupless John merupakan salah satu panti asuhan dengan angka kematian anak yang lumayan rendah, yaitu antara empat sampai enam anak meninggal setiap tahunnya hanya pada musim dingin saja, sedangkan di tempat lain bisa mencapai sepuluh bahkan lebih kasus kematian anak.

Angka kematian di bawah sepuluh merupakan suatu prestasi yang baik bagi Panti Asuhan Dupless John yang terletak di antara kota berpenduduk sekitar 15 ribu jiwa dengan angka kelahiran sekitar 8 ribu jiwa lebih pertahunnya, baik itu bayi resmi maupun bayi haram.

Setiap anak memiliki tugas sesuai ruangan mereka masing-masing, karena ruangan Mercury saat ini adalah ruangan madu, maka tugas anak-anak di sana adalah merawat dan menyirami bunga-bunga serta memeras sarang lebah yang telah di ambil oleh Damien. Selanjutnya mereka mengisi madu yang telah diperas ke dalam botol, tentu saja dalam pengawasan Damien si pria pendiam dan buruk rupa, tatapannya saja sudah cukup menakutkan untuk anak-anak yang ingin mencicipi sedikit saja madu, tak ada yang pernah berani dan tidak akan pernah ada.

Lain jika musim panen madu sedang buruk, maka tugas mereka adalah membersihkan rumput, daun-daun, serta mengumpulkan kayu bakar, terkadang memanen buah apel Granny Smith-apel berwarna hijau dengan rasa masam-jika bulan sudah memasuki musim panen pada awal Agustus.

Berhubung bulan ini adalah Bulan Mei, dimana musim semi yang cerah dan indah sedang menunjukkan anugerahnya, produksi madu dalam kondisi yang baik.

Namun, walaupun begitu, tugas Mercury bukanlah mengurusi madu seperti anak-anak lainnya, dia berbeda, dia lebih suka bekerja sendirian di hutan untuk mencari kayu bakar maupun memotong rumput untuk selanjutnya dibawa oleh anak-anak yang lebih tua: anak-anak dari ruangan mentega yang bertugas untuk merawat sapi serta memerah susunya agar mereka olah menjadi mentega atau diolah menjadi keju oleh anak-anak dari ruangan keju.

Bukannya tanpa alasan, Mercury bekerja sendirian karena tidak ada satu pun orang yang mau berdekatan dengan dia, setiap anak yang ingin mengajaknya berbicara atau bermain selalu berakhir menangis dan terkadang ketakutan, padahal Mercury selalu tersenyum dengan mata yang selalu terpejam layu, mungkin saja mereka takut karena kulitnya yang menjijikkan penuh cacar air.

Anak-anak seumurannya menganggap dia adalah orang yang aneh dan membingungkan, setiap mereka berdekatan dengan Mercury rasa janggal selalu menghantui, entah apa itu mereka juga tidak tahu.

Mercury adalah anak yang pendiam serta asik dengan dunianya sendiri, dia tidak perduli dengan arti hidup bersama atau hal sampah seperti cinta dan persahabatan, semuanya terdengar bising hanya membuat telinga sakit saja, karena itulah dia lebih suka menyendiri dan menghindari suara-suara tidak berguna itu.

Berkali-kali anak-anak di ruangan madu ingin menyingkirkannya karena kejanggalan yang dia berikan. Seperti sengaja meninggalkannya di hutan sendirian, menguncinya di luar ketika hujan pada malam hari, bahkan saking geramnya anak-anak yang lebih tua pernah penutup wajah Mercury dengan bantal dan jerami serta mendudukinya ketika dia tertidur berharap dia mati saja.

Sayangnya ... berharap dia akan mati dengan cara itu, malah anak aneh ini selalu mampu bertahan dan tidak pernah terlihat mau mati, walau wajahnya telah biru pucat nyawanya seperti tidak bisa lepas dari badan penuh cacar air itu, cih ... memuakkan.

Mercury kecil selalu asik sendiri dengan suara-suara yang dia dengarkan, ketika dia sedang di hutan untuk mencari kayu bakar atau memotong rumput, telinganya tidak berhenti menari dengan setiap bunyi.

Daun telinganya senantiasa mengumpulkan gelombang suara sampai ke liang telinga, gendang telinga yang sangat sensitif bergetar begitu bahagia bahkan untuk suara paling pelan sekalipun.

Tak berhenti sampai di situ, getaran gendang telinga seakan tak mau berbahagia sendiri akan keindahan ini, tulang martil, tulang landasan, dan juga tulang sanggurdi ikut menari dalam alunan surgawi. Indra dan rasa menari kegirangan bergerak semaunya seperti ombak, wah ... luar biasa nikmatnya.

Dalam keheningan dan kesendirian, telinga kecil bin ajaibnya seakan bisa merasakan suatu rasa, aroma, bahkan bentuk dari bunyi atau suara yang dia dengarkan.

Seperti: suara dari angin selatan tercium bagaikan sayap kupu-kupu, angin timur rasanya sedikit masam tetapi menyegarkan, angin barat bentuknya seperti kapas putih sedikit berbatu-batu, suara dari dedaunan yang terjatuh ke tanah bagaikan kelopak mata yang sangat nyaman ketika tertidur.

Suara dari kayu juga merupakan hal yang indah, ketika dia memotek kayu yang dia kumpulkan rasanya seperti mentega yang meleleh di mulut.

Mendengar suara air di sungai atau danau seakan lidahnya merasakan segarnya daun mind.

Dia mencintai semua suara baik itu suara tumbuhan maupun hewan semuanya indah, kecuali suara manusia, dia sangat-sangat membencinya.

Puncak kebencian Mercury terhadap suara manusia terjadi pada suatu hari yang cerah, disaat Mercury kecil sedang asik menikmati setiap suara yang telinganya tangkap, terduduk bersandar di bawah pohon Granny Smith, menari bersama hembusan angin yang mencumbui dedaunan dan rerumputan, matanya menutup pelan tersihir akan simfoni mahakarya Tuhan yang mulia.

Berkali-kali telinga kecilnya menangkap bunyi-bunyian dan suara indah dari alam, melahirkan prasangka langka yang tidak akan pernah ada lagi orang lain di dunia ini yang terlahir seperti dia.

Contohnya, coba tarik napas mu dalam-dalam, tahan sebentar lalu buang berlahan.

Ulangi beberapa kali sembari mempertajam pendengaranmu, coba pisahkan setiap bunyi di sekitarmu baik bunyi paling pelan maupun paling keras.

Buang napas berlahan dan rasakan bentuk, rasa, serta aroma dari bunyi yang bergetar di telingamu, anggap mereka nyata dan mulailah bersahabat dengannya.

Apa kamu merasakannya?

Apa kau tahu rasa dari suara angin yang berhembus di antara daun-daun pohon? Rasanya seperti buah pir matang yang bahkan belum pernah dia makan.

Apa kau tahu bentuk dari kicauan burung? Bentuknya seperti senar yang bergetar pelan melanda kasmaran, sungguh sesuatu yang belum pernah dia lihat tetapi dia tahu jelas bentuknya.

Apa kau tahu aroma dari suara batang pohon yang diketuk, digesek atau dicakar? Aromanya seperti bau pembakaran jerami di siang hari yang terik, menguap bersama udara, menyebar bersama hembusan angin.

Tik ... tik ... tik ....

Tetesan hujan mulai turun membasahi seisi hutan, menetes membujuk rayu wajah dingin Mercury.

Merasakan sejuknya bulatan air yang terpecah dan terhampar di sisi kulitnya membuat senyum tajam meringis di bibir.

Tes ... tes ... tes ....

Suara tetesan hujan semakin memenuhi rasa riang gembira yang terus-menerus menggetarkan telinga mungil Mercury, suaranya sangat nikmat bak alunan puji-pujian para malaikat, dinginnya air menghangatkan hati beku Mercury sampai tawa tak bisa lagi terelakkan.

Dari semua suara yang telah Mercury dengarkan suara hujan lah yang paling dia sukai, bentuknya seperti kristal-kristal anggur, rasanya seperti madu bercampur keju, dan yang paling indah adalah aromanya.

Aroma harum tanah kering yang tersiram air hujan, sungguh harum seperti bau tanaman argillaceous pada musim kemarau, aroma petrichor.

Petrichor beraroma seperti kue cokelat atau roti yang masih dipanggang, hangat seperti perasaan saat memakai kaus kaki di hari yang dingin atau pelukan dari orang yang disayang. Sampai saat ini belum ada yang dapat menandingi keindahan suara hujan di bawah pohon atau di atas genteng.

Selagi Mercury hanyut dalam buaian mahakarya Tuhan, tak sadar dirinya hujan telah berhenti dan suara langit cerah telah berganti menghampiri.

Kedua bola mata kecil Mercury nampaknya masih menutup menolak cahaya, kedua tangannya terbuka berbaring di atas rerumputan seakan siap menerima keindahan suara tetesan sisa-sisa air hujan, orkestra terakhir hari ini.

Huff ..., sungguh sialnya orkestra belum berakhir tapi suara seorang anak yang sedang bermain datang mengganggu pendengaran Mercury, itu suara manusia, suara paling pahit, berbau busuk, dan berbentuk seperti kotoran, ahh ... menjijikkan, dia sungguh tak tahan.

Hati yang tadinya hangat dan gembira berubah menjadi amarah kebencian dan membeku kembali. Penuh rasa kesal dan dendam dia berlari sekuat tenaga, tangan mengepal dan wajah penuh amarah mencoba menemukan dan membungkam asal suara sialan itu.

Amarahnya semakin menjadi ketika dia tahu asal kebisingan itu, datang dari tiga anak-anak seusianya yang sedang asik bermain di sekitar hutan tanpa pengawasan suster penjaga mereka.

Badan kurus dan mungil Mercury seakan terbang melompat ke arah sekawanan anak-anak itu, tanpa basa-basi dia memukuli wajah dan mulut salah satu dari mereka sampai penuh dengan luka lebam dan darah, terkapar di atas tanah yang masih berair, menatap ragu pada mata biru yang mendekapnya.

Berkali-kali ketiga anak itu mencoba melawan bahkan memukuli kepala dan punggung Mercury menggunakan kayu sekeras mungkin, tetapi dia tidak bergeming sedikitpun, dia terus memukuli wajah anak yang menangis itu berharap cara ini bisa membuat sampah itu diam.

Semakin keras suara tangisan anak yang dipukulinya, semakin menggila pula dia melayangkan berbagai pukulannya.

Anak pertama nampaknya telah terdiam baik karna lelah ataupun pingsan, Mercury menatap kedua anak lainnya penuh amarah, membuat anak-anak itu menggigil ketakutan oleh wajah Mercury yang biasanya tersenyum dingin sekarang menjadi wajah binatang buas penuh darah tanpa ekspresi sedikit pun, hanya datar dan beku saja.

Kedua anak pun menangis sekuat tenaga, tangan mereka yang gemetaran masih menggenggam kayu pemukul yang telah berlumur darah dari kepala Mercury, sungguh tragis dan janggal ketika anak-anak yang masih sangat kecil berhadapan dengan situasi seperti ini.

Melihat tangisan dari kedua anak itu membuat Mercury ingin membungkam mulut mereka juga, dia kembali melompat menangkap salah seorang anak yang menangis histeris sampai terkapar, menutup mulutnya dengan kedua tangan, bergarap suara menjijikkan itu segera berhenti menyakiti telinganya.

Karena si anak telah sesak napas, dia menggigit salah satu jari Mercury yang masuk ke dalam mulutnya sekuat tenaga, membuat Mercury yang masih tidak berekspresi apa-apa memukuli anak itu semakin kuat sekuat tenaga tanpa ampun agar dia melepaskan gigitannya, dia menggila padahal kepalanya sendiri telah terasa dingin oleh aliran darah.

Sadar temannya hampir mati di tangan si iblis, keberanian si anak ketiga menjadi ciut dan tidak berani lagi memukul Mercury, dia dengan tangisnya yang luar biasa melepaskan kayu di genggamannya dan bergetar ketakutan. Tatapan penuh tangis membanjiri wajahnya, kekejaman binatang di depan matanya itu sungguh runyam.

Suara tangisan semakin menggelegar, sedangkan Mercury belum berhasil membungkam mulut kotor orang di bawahnya.

Orang-orang yang mendengar tangisan itu tidak berani mencari tahu apa yang terjadi karena mereka pikir bisa saja itu ulah hewan buas.

Semakin khawatir, anak-anak yang mendengar tangisan itu melaporkan hal tersebut kepada juru masak seram mereka, yaitu Damien si pria botak, berbadan besar dan bau.

Damien yang polos berjalan menembus rerumputan basah tanpa alas kaki, berjalan kedepan tanpa sedikitpun memikirkan hal apa yang akan dia jumpai dan hal apa yang harus dia perbuat sesampainya di sana. Dia adalah orang yang begitu, hanya penurut saja.

Sesampainya Damien di hadapan anak-anak itu, dia melihat bahwa si anak dengan kepala bocor penuh darah sedang memukuli seorang anak lainnya, sedangkan dua anak lain sudah terkapar lemas penuh luka pukulan di wajah mereka.

"Hmmm ...."

Damien menangkap salah satu kaki Mercury dan mengangkatnya menggunakan satu tangan, tanpa sepatah kata seperti marah atau khawatir dia membawa Mercury kembali ke area panti asuhan, mengangkatnya seperti seonggok daging babi saja.

Ketika tubuhnya terangkat dan kepalanya tergantung terbalik, Mercury yang wajahnya berlumur darah dan pastinya sakit malah melempar senyum dinginnya kembali ke arah anak-anak yang telah terkapar lemas, dia merasa bahagia karena telah berhasil membungkam suara-suara tidak perlu itu.

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!