Menikah karena perjodohan orang tua, tidak menghalangi cinta antara Farrel dan Anastasya. Namun, hubungan yang tadinya sudah indah harus hancur berkeping-keping karena pemuda itu lebih mementingkan sahabat, daripada Tasya istrinya sendiri. Sehingga tidak tahu bahwa istrinya mengidap penyakit mematikan. Segalanya terbongkar setelah Tasya mengalami kecelakaan bermotor yang hampir menghilangkan nyawa gadis itu. Hal itu pula membuat Tasya koma hingga bertahun-tahun lamanya.
Bagaimanakah kisah rumah tangga pasangan remaja tersebut? Akan kah Farrel dan orang tua Anastasya menyesal sudah mementingkan hal lain daripada gadis malang tersebut? Jangan lupa tinggalkan jejak biar Mak Autor semagat nulisnya ya🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenab Usman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyakit Serius.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
...HAPPY READING......
.
.
Tidak terasa 1 bulan sudah berakhir. Farrel dan Tasya masih perang dingin, karena tidak ada yang mau menurunkan ego nya. Apalagi selain sibuk sekolah karena ada ujian akhir semester, Farrel juga harus setiap hari menghabiskan waktunya bersama Renata. Jadi jangan salahkan Tasya jika semakin hari semakin banyak diam. Namun, dia tetap melakukan semua tugas yang dia bisa. Jika dulu mengantar pakaian ke laundry selalu bersama, sekarang malah hanya sendirian.
Namun, uniknya disaat ke rumah orang tuanya masing-masing, mereka bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja tidak memiliki masalah. Seperti nanti malam rencananya mereka akan menghabiskan waktu Weekend di rumah orang tua Farrel selama 2 hari. Karena satu minggu yang lalu sudah menginap di rumah orang tua Tasya.
Sebetulnya keadaan Renata sudah sembuh dan waktu itu hanya dirawat inap selama 2 hari saja. Namun, dia berpura-pura bahwa benar-benar mengalami depresi yang parah. Sehingga Farrel lebih perhatian padanya, daripada ke istrinya sendiri. Karena disaat Renata ke psikiater, Farrel yang mengantarnya. Jadi pemuda itu tahu betapa bahayanya bila dibiarkan begitu saja.
Kleeek!
Suara pintu kamar mandi dibuka dari dalam. Akan tetapi Tasya yang lagi bersiap-siap tidak menoleh sedikitpun. Farrel juga tidak berkata sepatah katapun. Dia hanya melirik pada tempat tidur yang sudah disediakan seragamnya.
"Sya, tunggu aku selesai berganti pakaian ya," ucapnya membuat Tasya mengangguk pelan. Percayalah sekarang jika Farrel tidak menegurnya lebih dulu, maka gadis itu sangat jarang mengeluarkan suaranya. Dia yang dulunya bawel pembuat masalah, tapi sekarang lebih banyak diam. Akan menjawab bila ditanya duluan oles siapapun itu.
Tidak menunggu lama, hanya sekitar lima belas menit Farrel sudah selesai, dengan keadaan rapi beserta sepatu, jam tangan dan juga tas sekolahnya.
"Ini uangnya kenapa tidak pernah Elo gunakan lagi?" tanya Farrel dengan suara serendah mungkin. Karena tidak ingin suaranya membuat mereka kembali bertengkar lagi seperti satu bulan lalu.
"Gue sudah ada uang dari Papa Erwin, Rel." jawab Tasya pelan. Gadis itu sekarang lagi memakai sepatunya karena tadi dia harus mengeringkan rambutnya dulu. Jadi kalah cepat dengan Farrel yang tinggal berangkat saja.
"Benarkah? Kenapa gue ragu?"
"Ya... mau percaya atau tidak itu hak, Elo." Tasya berkata acuh. Gadis itu berdiri dari sofa dan melewati suaminya begitu saja.
"Anastasya, malam kita menginap di rumah Papa Erwin, dia bertanya pada gue kenapa Elo tidak pernah menarik uang yang papa kirimkan. Lalu gue menjawabnya karena gue sudah memberi Lo uang. Namun, gue melihat di laci samping tempat tidur ada uang yang gue berikan tanpa berkurang serupiah pun. Lalu jika bukan uang dari gue atau dari papa, Elo mendapatkan uang darimana?" Farrel yang penasaran menahan pergelangan tangan Tasya. Membuat gadis cantik itu tidak bisa melangkah pergi. "Gue jarang ada di rumah hingga sore harinya. Apakah Elo meminjam uang dari seseorang?"
"Yang pasti gue tidak mencuri, Rel. Gue memang pembuatan masalah untuk kalian semua, tapi Gue masih bisa berpikiran waras. Agar tidak meminjam uang ataupun mengambil hak orang lain." jawab Tasya setelah menarik nafas dalam-dalam.
"Sya, bisakah kita seperti dulu lagi? Gue cape selalu seperti ini. Kita tinggal satu atap dan satu rumah, tapi seperti tinggal seorang diri. Gue sudah minta maaf jika Gue salah. Lalu apa yang membuat Lo masih bersikap dingin pada Gue?" mendengar pertanyaan Farrel, gadis itu tersenyum senyum kecil. Senyum yang tidak pernah Farrel lihat lagi selama satu bulan terakhir. Tasya menatap pada suaminya dan berkata.
"Apakah Elo pikir gue tidak lelah? Gue juga sudah meminta maaf atas kesalahan gue yang terlalu mengekang, Elo. Jadi jangan diambil pusing, Rel. Elo sibuk dengan dunia Lo sendiri dan gue juga sibuk dengan kegiatan Gue, lalu kapan saatnya kita bisa seperti dulu? Semuanya sudah berubah seiring berjalannya waktu 'kan." Ungkap Tasya menarik paksa tangannya.
"Tasya, tunggu!" pemuda itu tiba-tiba kembali menghalangi istrinya. Dia berdiri di depannya karena tidak boleh Tasya keluar dari kamar mereka.
"Gue akan memakai uangnya jika gue benar-benar perlu, Rel. Simpan lagi di laci yang tadi. Atau jika sahabat Lo itu membutuhkan uang, maka Elo boleh berikanlah padanya."
"Astaga! Jadi Elo masih belum mengerti diamnya gue selama ini, Sya?" seru Farrel mengusap wajahnya kasar dengan satu tangannya. Masih sangat pagi tapi mereka sudah berdebat hal yang sama.
"Belum.Gue belum mengerti. Tapi gue juga tidak ingin mendengar penjelasannya." Jawab Tasya tidak kalah sengitnya. "Awas! Gue mau berangkat sekarang. Nanti sore gue akan berangkat ke rumah orang tua Lo lebih dulu. Jadi tidak perlu menghubungi Gue, " dengan kekuatannya, Tasya berhasil melewati Farrel.
"Fuck!" jika biasanya Tasya selalu mengumpat kasar, tapi pagi ini Farrel yang mengucapkan kata-kata tersebut. Dia ingin marah tapi atas dasar apa? Dia mau menahan Tasya, tapi gadis itu sudah berlari pergi. Karena tidak ingin telat, mau tidak mau Farrel berangkat ke sekolah dengan hati dongkol. Setibanya disekolah dia tidak banyak bicara pada para sahabatnya.
"Farrel, apakah Elo dan Tasya masih perang dingin?" tebak Edo karena sudah lama mereka mengetahui hubungan Farrel dan Tasya lagi tidak baik-baik saja..
"Huh!" tidak menjawab, tapi dari helaan nafasnya Farrel ingin menceritakan sesuatu yang dia tahan di dalam hatinya. Saat ini ke tiga cowok tampan tersebut lagi duduk di kantin.
"Jangan terlalu lama memberi Tasya pelajaran, Rel. Jangan sampai sikap diamnya Elo ini membuat Lo kehilangan dia untuk selama-lamanya." Ucap Riki memberikan nasehat.
"Gue... tidak tahu harus bagaimana membuatnya mengerti bahwa Renata hanya sahabat gue. Kalian tahu sendiri kan atas permintaannya, gue sudah menjauhi teman masa kecil gue. Namun, sekarang Renata lagi membutuhkan gue," jawabannya yang menatap kedatangan Tasya.
Kedua gadis itu mencari-cari meja yang kosong. Namun, ada yang tersisa hanya di dekat tempat Farrel bersama temannya.
"Tapi Elo jangan salahkan Tasya juga, Rel. Menurut gue ya wajarlah dia marah dan cemburu karena waktu Lo hampir 70% hanya buat sahabat Lo itu," timpal Doni dan dibenarkan oleh Riki.
"Entahlah! Gue bingung," jawab Farrel. Tidak banyak bicara dia langsung berdiri dari kursinya dan berjalan mendekati Tasya. Membuat gadis itu diam membeku.
"Tidak ada tempat yang lain lagi. Ayo duduklah bersama kami," ajaknya yang langsung menarik tangan istrinya. Sehingga Rista pun mengikuti dari belakang.
"Tunggu gue pesankan makanan untuk kalian berdua," ucap pemuda itu lagi. Dia pergi ke ibu kantin sebelum Tasya berkata apa-apa.
"Hay, Sya. Bagaimana kabar mu?" sapa Edo. Karena semenjak hubungannya dan Farrel tidak baik-baik saja, mereka jarang bertemu seperti saat ini.
"Kabar Gue baik," jawab Tasya seraya menoleh pada Rista. "Ayo duduk di sini saja!"
"I--iya, Sya," cicit gadis itu duduk di sebelah Edo. Laki-laki yang sekarang dia sukai karena tahu bahwa Farrel adalah suami sahabatnya sendiri. Di saat mereka mengobrol Farrel sudah datang dengan membawa makanan yang biasanya dibeli oleh Rista dan Tasya.
"Ini, punya kalian berdua. Minumannya nanti diantar oleh ibu kantin," ucap pemuda itu ikut duduk di sebelah Tasya. Sudah lama sekali mereka tidak makan bersama baik di sekolah ataupun di rumahnya.
"Astaga! Tasya, hidung Lo mengeluarkan darah," seru Edo. Membuat Farrel kaget bukan main.
"Astaga! Sya Elo Kenapa? Darahnya banyak sekali," seru Rista. Karena jika Farrel sendiri langsung sigap mengambil tisu untuk menahan agar darahnya tidak keluar lagi.
"Gu--gue baik-baik saja. Ini sudah biasa karena gue kurang istirahat," dusta Tasya yang sebetulnya menderita penyakit serius. Namun, tidak seorangpun yang dia beritahu termasuk orang tuanya sendiri.
"Lo yakin, Sya? Gue rasa Elo harus periksa ke rumah sakit yang lebih bagus dari sebelumnya. Masa sih karena kelelahan setiap hari darahnya keluar. Bila terus seperti ini darah Lo bisa habis," ucap Rista karena memang setiap hari Tasya mengalami mimisan. Yaitu mengeluarkan darah segar dengan jumlah cukup banyak.
"Ya, Gue akan pergi periksa lagi besok malam." jawab Tasya tersenyum kecil. Dia menolak Farrel membantunya dan memilih untuk menahan sendiri mengunakan tisu.
... BERSAMBUNG.... ...
klo udh begini semua pada nyesel..
kmarin² kmana aja d saat tasya butuh perhatian udh nggk ngasih perhatian malah d katain anak gk berguna kna tampar pula..
biar Farrel merasakan mengejar cinta Tasya, dan orang tuanya pun sama
sekarang waktunya buat lu nyesel atas semua perbuatan lu, dah punya istri malah di abaiin demi cewek yg bukan tanggung jawablu rel
lo marah letika tasya sama sahabat Cowoknya tp lo ngk sadar sikap lo lebih parah... walau sahabatlo mau bunuh diri itu bukan urusan lo, bisa kan minta tolong org lain...