Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"Assalamu'alaikum" ucap Mira, membuka pintu rumah yang tak di kunci. Memang seperti biasa, Wati sudah tahu jam jam pulang sekolah anaknya, jadi pintu akan sengaja tidak di kunci olehnya.
"Wa'alaikumussalam" sahut Wati dari dapur.
Setelah berganti pakaian Mira beranjak ke dapur hendak mengisi perutnya yang sudah keroncongan dari semenjak di sekolah tadi.
"Ehhh mir, sebelum makan, kamu cuci piring dulu ya, kasihan kakakmu nanti pulang piring nggak ada yang bersih" ucap Wati
"Nggak bisa makan dulu nggak Bu, perut Mira kelaperan nih, siap makan baru Mira cuci piringnya ya... " ucap Mira hendak mengambil piring bersih untuk makan.
"Mira, kalau di bilangin itu nurut, kamu itu ya nggak pernah begitu di suruh langsung jawab iya, pasti ada aja jawabnya, membangkang terus, dasar anak nggak tau di untung... " geram wati.
Ini bukan pertama kalinya Wati berbicara seperti itu, bagi Mira makian dan ucapan anak tidak tahu diri, durhaka, dan lain sebagainya adalah ucapan yang biasa dirinya dengar. Ia mungkin salah karena tidak langsung menuruti perintah Wati, tetapi Wati tak sepenuhnya juga benar, karena Wati memerintahkan Mira tidak pada waktu yang tepat, lagi pula Mira tidak langsung menolak, hanya saja ia meminta penundaan waktu.
Mira meletakkan piring kembali ke rak piring dengan keras, namun dirinya tak sengaja. Tetapi karena dirinya yang sangat lemah sehingga, dirinya tak sadar lagi kalau piringnya terhentak keras.
"Melawan kamu ya sama ibu" ucap Wati marah, lalu menarik telinga Mira
"Ampunnn Bu.... Ampunnn...., Mira nggak sengaja" Mira meringis kesakitan.
"Sekarang kamu cuci piring, dan nggak ada jatah makan siang untukmu hari ini, awas aja kalau nasi dan lauknya berkurang ibu tambahin hukuman kamu. Jangan biasakan durhaka sama orang tua, masih kecil udah berani melawan kamu ya, bagaimana kalau sudah besar, bakal jadi penjahat kamu ini." ucap Wati, mendorong Mira ke kamar mandi
"Dasar anak durhaka, nggak tau diuntung, pulang sekolah tinggal makan, tapi melawan aja kerjanya" gerutu Wati, pergi menuju halama rumah untuk mengecek padinya yang sedang ia jemur.
"Mira benar benar lapar namun ia harus tetap menyuci piring"
"Ehhh, anak ibu udah pulang," terdengar samar samar suara Wati dari ruang tengah. Mira tahu itu pasti kakaknya Lia yang pulang. Sudah jadi hal biasa, kalau Lia pulang pasti akan diperlakukan manis oleh Wati.
"Iya Bu, capek banget, Lia lapar, ibu masak apa?" Ucap Lia
"Ibu masak sayur bayem, sama tadi ada ikan mas hasil pancingan ayahmu"
"Wahhh, enak tu Bu, Lia mau langsung makan akhh"
"Ganti baju dulu donk, nanti bajunyakotor kan mau dipakai lagi besok"
"Ohhh, iya ya Bu, kalau gitu Lia mau ganti baju Bu"
"Iya, ibu mau lanjut jaga padi, nanti dimakan ayam" Wati beranjak keluar dan duduk di teras rumah, sambil mengamati padi padinya.
"Kenapa ya sikap ibu se berbeda itu, apa aku bukan anak kandungnya? Andai saja kalau hidupku kayak yang dicerita cerita. Jumpa orang kaya, terus aku jadi anak angkatnya, hidup berkecukupan, tinggal di rumah mewah, pasti aku senang banget, nggak harus nahan lapar begini" ucap Mira.
"Kamu sudah makan Mir" tany Lia kepada Mira yang sedang berdiri membelakanginya.
"Belum kak" ucap Mira, tanpa menoleh dari arah sumber suara, ia sedang menahan air matanya, entah mengapa ditanyai begitu saja dirinya sudah merasa sedih.
"Lah kok belom, yok makan sama sama" ucap Lia
"Kakak, Luan aja , aku mau lanjut nyusunin piring piring ini dulu," ucapnya sambil menyusuri piring piring ke rak piring
"Kalau gitu kakak tunggu sampai kamu selesai nyusunnya, kita makan sama sama"
"Nggak usah kakak Luan aja"
"Ikannya enak loh, ada ikan mas, emang ibu nggak kasih tahu kalau lauk kita sekarang tu enak" ucap Lia
Mira tak menjawab, ia hanya menggelengkan kepala, tak terasa air mata yang tadi berusaha ia bendung kini tumpah seperti air bah.
"Mir... Mira..." Tanya Lia
"Kakak Luan saja" ucapnya dengan suara bergetar.
"Ada masalah apa lagi kamu dengan ibu " ucap Lia menghampiri Mira.
"Tak ada"
"Kalau tak ada kenapa kamu nangis"
"Ehhhmmm, capek aja pulang sekolah"
"Nggak mungkin hanya kerna itu"
"Ibu bilang aku nggak dapat jatah makan siang hari ini" ucap Mira menangis.
"Ya Allah, ibu. Sudah kamu tunggu di sini, biar aku tanya ibu"
"Jangan kak, nanti ibu makin marah, aku nggak apa-apa kok" ucap Mira
"Tapi, kalau kamu nggak makan kamu bisa sakit lambung "
"Tapi kamu tau ibu kan, ibu akan semakin marah kalau tau aku ngadu ke kakak"
"Ya sudah, kamu lanjut saja nyusun piringnya" ucap Lia
"Iya kak" Mira pun lanjut menyusun piring piringnya ke rak piring.
****
"Mir, kau sudah siap nyusun piringnya" tanya Lia, dari pintu menuju dapur
"Sudah kak, kenapa?" Tanya mira, sambil melap tangannya yang basah ke bajunya, sebab tak ada lap tangan atau handuk di sana. Kehidupan mereka benar benar miris.
"Ya sudah, kita makan di kamar ya."
"Makan, apa kak?"
"Nasi siang kakak, kita bagi dua. Kaka belum makan. Kakak sudah bawa nasinya sama piringnya ke kamar, air dan cuci tangannya juga sudah, tinggal nunggu kau saja"
"Tapi kak... Kalau ibu tahu, kakak dan aku bisa kena marah, kata ibu aku nggak bisa makan siang hari ini "
"Makanya kakak ajak kamu makan di kamar saja biar ibu nggak tau"
"Karena Mira sudah sangat lapar, ia pun setuju"
"Nih, nasinya kita bagi dua, ikanya juga, nggak lupa sayurnya" ucap Lia, membagi makan siang miliknya secara merata kepaa Mira.
"Makasih ya kak"
"Akhhh, sama sama, dah kamu makan"
Mereka pun makan.
"Tess" air mata Mira jatuh ke piringnya, rasanya sakit sekali, namun tak siapa orang yang bisa menggambarkan rasa sakitnya, hanya yang mengalami yang tahu, betapa kecewanya hati jika ibu sendiri membeda bedakan anaknya.
"Ikannya enak ya, kamu mau lagi tidak?" Ucap Lia
"Iya kan enak, sudah, ini juga sudah cukup"
"Nanti, SMA mau lanjut kemana kak?"
"Akhh, itu kakak juga nggak tau, otak kakak pas Pasan mir, jadi lanjut kemana aja lah nanti, yang penting sekolah"
"Akhh, kakak ni, kita harus ada perencanaan kak"
"Kan udah kakak bilang otak kaka pas Pasan, jadi apa yang mau di rencanakan "
"Kalau kamu, mau kemana rencananya kalau SMA nanti"
."nggak ada rencana kak, aku juga nggak yakin nanti lanjut SMA"
"Loh kok gitu".
"Kan, kakak liat sendiri ibu gimana "
"Nanti ibu juga berubah"
"Kapan"
"Berdoa aja"
"Mudah mudahan, aamiin"
"Aamiin"