"Ketika cinta dan kesetiaan diuji oleh kebenaran dan darah, hanya hati yang tahu siapa yang benar-benar layak dicintai." - Kenzie William Franklyn.
•••
Vanellye Arch Equeenza, atau Ellyenza. Perempuan nakal dengan masa lalu kelam, hidup dalam keluarga Parvyez yang penuh konflik. Tanpa mengetahui dirinya bukan anak kandung, Ellyenza dijodohkan dengan Kenzie, ketua OSIS yang juga memimpin geng "The Sovereign Four." Saat rahasia masa lalunya terungkap—bahwa ia sebenarnya anak dari Sweetly, sahabat yang dikhianati ibunya, Stella—Ellyenza harus menghadapi kenyataan pahit tentang jati dirinya. Cinta, dendam, dan pengkhianatan beradu, saat Ellyenza berjuang memilih antara masa lalu yang penuh luka dan masa depan yang tidak pasti.
Akan seperti apakah cerita ini berakhir? mari nantikan terus kelanjutan untuk kisah Kenzie dan Ellyenza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meka Gethrieen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZIELL - 22 Flashback 2
..."Cinta itu semanis rasa, tapi juga sepahit luka."...
...- Kara to Kenzie🥀 -...
...•••...
"Are you crazy, Stella? I'm nobody in your family!" Terang Sweetly marah.
"No! Swee, kamu adalah sahabatku. Please..?" Pinta Stella kekeh dengan raut wajah yang berharap.
"Aku gak mau!" Tolak Sweetly tetap.
"Oh, ayolah.. Swee. Sekali ini saja, tolong aku. Oke?!"
Stella sama sekali tak menyerah dan sebenarnya ada alasan lain mengapa dirinya tetap kekeh meminta Sweetly untuk menggantikannya bertemu dengan lelaki pilihan kedua orang tuanya tersebut.
"Kalo orang tua kamu tahu, gimana Stella?! Jangan gila! Temui saja dulu, baru kamu putuskan." Jelas Sweetly memberi paham.
"Gak perlu, Swee. Aku udah punya seseorang yang aku sukai. Kalo aku gak bisa bersamanya, lebih baik.." ucap Stella menggantung kalimatnya, gadis itu berlari ke arah dapur untuk mengambil sesuatu kemudian berdiri kembali di hadapan Sweetly.
Kedua bola mata Sweetly membelalak lebar. Stella kembali berdiri di depan nya dengan membawa sebuah pisau yang gadis itu letakkan tepat di bagian samping lehernya.
"Stella, jangan gila! Kamu-"
Ya tuhan, drama apa lagi kali ini?
" ... lebih baik aku mati, Sweetly." Lanjut Stella.
Sweetly memejamkan kedua matanya dan menghela nafas berat.
"Baik, aku setuju." Putus Sweetly seraya maju selangkah.
Kedua mata Stella berbinar, tapi ia tetap waspada ketika Sweetly melangkahkan kakinya.
Bagaimana jika sahabatnya itu menipunya?! Membohonginya?! Stella tak mau.
"Sungguh, aku setuju untuk menggantikanmu Stella." Ucapnya meyakinkan.
"Janji?" Pinta Stella memastikan.
"Ya, aku janji." Yakinnya sekali lagi.
"Gak bohong?"
"Gak bohong, Stella. Aku janji akan menggantikanmu.." ujarnya.
Meskipun Sweetly tahu bahwa ini akan mengakibatkan masalah besar di kemudian hari bagi dirinya.
" ... Tapi tolong letakkan pisaunya dulu." Lanjutnya meminta.
Stella menurutinya, ia menjatuhkan pisau di genggamannya ke lantai. Lalu berlari ke arah Sweetly dan memeluknya.
Menangis bahagia dipelukkan Sweetly. "Swee, makasih. Kamu memang benar-benar yang terbaik."
Sweetly hanya tersenyum manis untuk menanggapinya.
Dan semua akar permasalahan berawal dari sini. Semua pertanyaan, alasan, rahasia, dan kematian yang semula berawal karena kebohongan dan mengakhirkan kekacauan.
Sweetly, nasibmu akan segera berakhir.
...•••...
Sweetly telah siap dengan gaun hijau tua berlengan pendek miliknya untuk menemui seorang pria yang katanya akan dijodohkan dengan sahabatnya tersebut.
Sebelum pergi, Sweetly menghela dan menghembuskan nafasnya pelan.
Tenang, Sweetly. Ini hanya sementara dan kamu hanya penggantinya.
Ini bukan sungguhan kamu yang akan dijodohkan dengan pria itu.
Tenang, oke?!
Huft.
"Ya, aku hanya menggantikan Stella. Aku pasti bisa.."
...•••...
Sebuah mobil toyota alphard dengan warna hitam itu berhenti tepat pada bangunan megah mewah yang terlihat seperti restoran ternama.
Sweetly turun dengan anggun setelah pintu mobil dibukakan oleh sopirnya tetsebut. pengemudi dan
Dirinya disambut dengan ramah oleh seorang wanita yang merupakan salah satu pelayan di restoran ternama itu.
"Selamat malam, atas nama nona Stella Halu Farietta?" Ucap pelayan itu ramah seraya tersenyum manis pada Sweetly.
"Ya, selamat malam. Saya Stella." Balas Sweetly lembut dengan senyum tipisnya.
"Baik, mari nona." Ujar pelayan itu mempersilahkan Sweetly untuk berjalan terlebih dahulu.
Langkah Sweetly memasuki restoran, dirinya cukup takjub dengan dekorasi dan pemandangan dalam restoran tersebut.
Dirinya merasa deja vu dengan keadaan dan suasana di restoran itu.
Ia rindu dengan daddynya..
Dan setiap perlakuan manis sebagai nona muda keluarga Svetlana yang selalu dirinya terima sejak kecil.
Ah, sepertinya dia memang harus kembali lain kali.
Ya, setidaknya tidak untuk sekarang.
Sweetly beserta pelayan tersebut melangkah hingga ke lantai atas restoran, dirinya dibawa sampai memasuki sebuah ruangan yang ada didalam restoran itu.
"Nona, silahkan.."
Sweetly balas tersenyum manis pada pelayan itu sebagai tanda terima kasihnya.
Lalu, ia segera memasuki ruangan tersebut dan pintu ruangan pun juga langsung ditutup kembali oleh pelayan itu.
Dari kejauhan dapat Sweetly lihat, bahwa seseorang tengah duduk membelakanginya.
Punggung seseorang itu tampak familiar baginya..
Langkah yang semakin mendekat itu pada akhirnya membawa pertemuan dirinya dengan seseorang tersebut.
"Maaf-" belum sempat Sweetly menyelesaikan ucapannya, seseorang itu sudah lebih dulu menoleh kearahnya dengan raut wajah yang kemudian terlihat seperti terkejut.
"S.. Sweetly..?"
Anzel? Jadi dia orangnya?
Sweetly balas tersenyum canggung. Dia tidak tahu harus berkata seperti apa.
Dunia benar-benar sempit!
Seseorang yang diketahui bernama Anzel itu berdiri, menarikkan kursi dan mempersilahkan Sweetly untuk duduk dihadapannya.
"Jadi.." jeda Anzel sejenak, " ... Itu kamu orangnya?" Lanjutnya bertanya.
"Iya, Sweetly Quence Farietta." Jawabnya seraya tersenyum simpul.
...•••...
Keduanya kini telah menyelesaikan makanan masing-masing.
Selama makan malam berlangsung, hanya ada keheningan dan bunyi detingan suara sendok-garpu yang saling beradu.
Bisa dikatakan, memang seperti ini lah kebiasaan yang keluarga mereka terapkan kepada masing-masing anggota keluarganya.
Anzel mengambil satu tisu untuk mengelap sisa-sisa makanan yang masih menempel pada sudut bibirnya sebelum berkata, "Bagaimana makanannya?" Tanya Anzel harap cemas, mengingat bahwa semua makanan yang mereka makan adalah pesanan dari menu yang Anzel sendiri pilih.
"Not bad, the food is good." Jawab Sweetly sejujurnya.
"Not bad? Ada yang kurang kamu suka?" Tanyanya sekali lagi.
"Hm, ya. Aku gak suka kentang.. tapi aku suka rasa makanan yang ada disini." Ujar Sweetly seraya tersenyum manis agar lelaki itu tidak merasa bersalah.
"Ini bakalan aku jadiin koreksian kedepannya. Lalu, bagaimana dengan restorannya?"
"Aku suka.. banget."
Anzel tersenyum mendengar jawaban dari Sweetly, dirinya seperti telah mendapatkan sebuah hadiah.
"Kedepannya aku bakalan sering ajak kamu kesini. Gimana?"
"Hm.. benarkah?" Balas Sweetly menggoda.
Anzel tertawa kecil mendengarnya.
Apakah gadis itu meremehkannya? Dirinya bahkan sangat mampu.
"Ya, tentu. Apa kamu mau aku langsung membeli restoran ini untukmu?" Goda Anzel balik.
"Hei! Aku bukan perempuan matre!" Marah Sweetly tak suka yang terlihat menggemaskan dimata Anzel.
"Ya, aku tahu. Di dunia ini memang tidak ada perempuan yang matre. Mereka hanyalah realistis, karena ada begitu banyak kebutuhan dalam kehidupan mereka yang harus terpenuhi." Balasan Anzel sontak membuat Sweetly terperangah tak percaya.
"Kamu-"
Ucapan Sweetly terhenti, saat lelaki itu tiba-tiba berjalan mendekatinya dan mengulurkan sebuah tangan untuk membawanya ikut berdiri juga dihadapannya.
Tepat saat Anzel merangkul pinggang Sweetly, sebuah instrumen musik berbunyi memenuhi seluruh ruangan itu.
Tidak jauh dari sudut ruangan juga berdiri seorang lelaki muda tengah memainkan sebuah alat musik violin putih yang senada dengan bunyi instrumen musik tersebut.
Keduanya pun mulai berdansa mengikuti irama musik itu.
Saat kedua tangan Sweetly berada pada leher laki-laki tersebut, sebuah kalimat pertanyaan terbisik di telinganya.
"Apa kamu menyukaiku juga, Sweetly?"
Pertanyaan dari Anzel itu membuat Sweetly termenung. Dirinya tahu jelas tentang perasaannya, tapi kesadaran akan posisinya terus menghantam dirinya.
Anzel sadar bahwa gadis itu sedang melamun. Ia menyadarkannya, namun kecanggungan justru yang ia dapatkan.
"Kamu malu?"
"....."
"Tidak apa-apa! Sweetly, kamu bisa menjawabnya besok. Kalau tidak bisa besok, besoknya lagi, kalau tidak bisa besoknya lagi, juga bisa nanti, atau kalau tidak bisa nanti juga, maka kamu bisa menjawabnya kalau kamu udah siap, oke?! Lagi pula kita baru bertemu dua kali. Hehe.." ucapnya diakhiri dengan kekehan kecil yang terdengar seperti sedikit dipaksakan.
"Aku cuma ingin kamu tahu.." jedanya seraya masih terus berdansa.
"Dari awal aku udah tertarik sama kamu, Sweetly. Ini memang tidak masuk akal.."
Keduanya berputar arah, hingga tiba dipuncaknya akhir musik dan mereka pun berhenti.
Kemudia Anzel berkata, " ... Aku menyukaimu dan menyetujui perjodohan ini."
"?!!"
...To Be Continue...